Bidari tidak menyangka kalau Martin adalah seorang pembunuh berdarah dingin. Karena tidak berpengalaman dalam dunia mafia, ia terkaget- kaget saat ia sering melihat Martin menyiksa orang di gedung belakang rumahnya.
Ia juga pernah melihat seorang wanita dibuang ke kolam buaya oleh seorang pengawal atas suruhan Martin. Semua kelakuan Martin yang kejam, ia rekam dari balkon lantai dua. Sungguh mengerikan dan membuat tubuh Bidari merinding dan mual.
Setiap atraksi pembunuhan yang akan dilakukan Martin, Bidari selalu saja diumpetin di kamar, tidak boleh keluar kamar, tapi Martin tidak tahu kalau Bidari bisa melompat ke lantai dua dengan mudah. Ia punya ilmu peringan tubuh.
Seperti sore ini Martin datang dengan senyum pembunuhnya, ia mengatakan akan pergi kebelakang rumah, Bidari sudah tahu apa yang akan terjadi. Pasti Martin akan membunuh orang, ingat itu Bidari gemetar.
"Bee...masuk kamar, kamu tidak boleh berkeliaran diluar." perintah Martin ketika Bidari mau mengikutinya. Ia berjalan di belakang Martin dan menuju gedung ekskusi yang berada dekat kolam buaya.
"Tidak beb, aku ikut kamu." ucap Bidari manja. Ia ingin membuat vidio pendek tentang pembunuhan itu.
"Sayank jangan bikin ribet, ayo cepat ke kamarmu."
Martin langsung menggendong Bidari dan mengajaknya ke kamar. Hasrat membunuhnya buyar ketika Bidari memeluknya.
"Kemana kamu beb, jangan pergi."
Martin jadi bimbang, Bidari mendadak manja dan memeluknya. Gadis ini membuyarkan konsentrasi Martin. Ia tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, perlahan ia mendaratkan ciuman mesra kepada Bidari.
Bidari kaku, dadanya berdebar kencang saat lid4h Martin bermain mesra. Ia belum pernah berciuman dengan lawan jenis, inilah ciuman perdananya. Lelaki itu sangat pintar dan mempermainkan lidahnya yang kadang membuat sensasi m3sum di otak Bidari.
"Jangan kelewat batas, dari leher ke atas kau boleh pegang, tapi dari leher ke bawah jangan." tegasnya menepis tangan Martin yang merayap ke bawah.
"Hemm..ternyata ada larangan ke hutan, aku baru tahu. Kalau aku, rela kamu jamah sesukamu, aku tidak mungkin protes."
"Aku yang tidak mau menjamahmu." ucap Bidari enteng.
Pukul 21.30wita.
Bidari tersentak dari tidurnya, ia kaget mendapati dirinya berada di dalam mobil. Ia mempertajam pendengaran nya dan menyetel jam tangannya supaya bisa merekam percakapan Martin dengan lima pengawalnya.
Ia tahu kini berada di dalam mobil van, dan tidur di tempat peristirahatan. Gelap gulita, suasana di dalam mobil sunyi senyap. Setelah beberapa lama terdengar suara pengawal.
"Tuan, bosnya Goval akan menagih janji, kita sudah mengambil barang, tapi uang belum dibawa oleh Goval."
"Jangan peduli dengan orangnya Goval Laki-laki itu sudah mati, hubungan bisnis sudah selesai. Bos nya tidak ada urusan dengan kita, dan jangan beri peluang masuk untuk datang ke rumah."
"Goval tidak punya etika, dua orang teman kita dibunuh seenaknya. Dia petantang-petenteng datang ke rumah dan menembak teman kita."
"Makanya aku bunuh dia, Goval pasti sedang mabuk ganja." ucap Martin santai. Tapi ia mengerti, pengawalnya yang salah, bergosip dengan Bidari.
"Bos aku merasa kita akan dijebak oleh bosnya Goval."
"Jangan takut, kita habisi dia malam ini, aku sudah tidak tahan ingin memberi buaya makan." sahut Martin menyemangati pengawalnya.
"Aku takut mereka sengaja memberi peluang dan menjebak kita. Selama ini Goval tidak pernah memberitahu kekuatannya."
"Kita katakan Goval sudah dikasi uang, toh mereka tidak tahu."
"Kalau mereka mau mengerti."
"Semoga saja, tergantung kehebatan kita diplomasi."
"Bagaimana nona Bee, apakah kita tinggaljan dia di mobil?"
"Tinggalkan saja, daripada dia tinggal di rumah, aku tambah khawatir." ucap Martin.
Mobil tetap melaju sekitar sepuluh menit akhirnya mobil berhenti. Bidari tetap diam, ia meraba pistol yang berada dipinggangnya.
Bidari yakin tempat ini ada dipinggir pantai, karena suara ombak terdengar jelas. Ia mengira-ngira dimana lokasi ini. Perlahan terdengar suara Martin.
"Komang dan Redho bawa kopernya turun. Katakan kalau barang pertama sudah dibayar."
"Tapi bos, kalau mereka meminta bos yang turun, aku harus bagaimana?"
"Aku akan memenuhi permintaan mereka asal mereka tidak mengangkat senjata."
"Suasananya gelap gulita, aku punya firasat buruk." ucap made deg-degan. Tidak mungkin bisa melihat apa yang dibawa.
Bidari mengintip lewat tirai mobil yang ia sibakkan, ia memakai kaca mata Zoom yang bisa melihat jarak jauh. Walaupun gelap gulita Bidari bisa melihat dua buah mobil Robicon parkir disana. Dan ada dua belas orang turun dari mobil menuju ketengah lapangan.
"Martin turunlah, mari kita selesaikan masalah Goval." terdengar suara dari kelompok sana, suaranya kencang tanpa memakai mikrofon terdengar jelas. Bidari yakin itu suara bosnya Goval.
"Martin turun bersama tiga pengawal, menurut peraturan, tidak boleh ada yang membawa senjata. Tapi saat Bidari nge' zoom ada dua laki-laki di samping mobil mereka. Lelaki itu membawa pistol. Mungkin juga sekedar jaga-jaga.
Bidari perlahan turun dari mobil lewat pintu bagasi. Kemudian ia naik keatas kap mobil dan tengkurap disana. Ia juga menyalakan GSM dan membuka private chat, supaya terhubung dengan kantor XPostOne.
"Bidari, kau harus bisa menembak kedua orang di mobil lawan. Jangan sampai Martin terbunuh, karena dia jembatan untuk menghubungkan kita dengan dalang kerusuhan yang lain.
Mereka terdengar berbincang-bincang kemudian saling sahutan, pertama suara mereka biasa saja, lama kelamaan suara mereka meninggi.
Bidari melihat kedua pengawal yang membawa senjata itu lari kedepan. Mereka mengarahkan pistolnya ke tubuh Martin. Mungkin Martin tidak menyadari kalau ada pengawal di sebelah kirinya membawa pistol, dan pistol itu mengarah kepadanya. Berarti pengawal Martin adalah mata-mata musuh.
"Boss..apa aku sudah boleh menembak?" tanya Bidari lewat GSM kepada Bob Meyer.
"Kamu tembak pengawal yang disamping Martin, setelah itu baru tembak boss nya Goval."
"Siap boss..."
Revolver di tangan Bidari langsung menyalak ketika perang mulut dari kedua belah kubu berubah menjadi adu jotos. Letusan itu terdengar nyaring.
Semua kaget, karena pihak Martin tidak membawa senjata. Mereka semua kocar kacir dan lari ke mobil. Bidari membidik bosnya Goval lagi sekali.
"DOAARRR...."
Teriakan terdengar lagi, pihak Goval naik ke mobil dan pihak Martin semua tengkurap di pasir pantai. Bidari lagi membidik mobil lawan dan terakhir menembaknya. Mobil terguling dan terbakar. Ia merasa kagum atas hasil tembakannya yang jitu, padahal baru pertama kali menembak orang.
Setelah hening, bidari turun dari kap mobil menuju ke dalam mobil. Ia tidur kembali. Ia mengatur nafas dan kembali tidur. Cukup lama Bidari menunggu Martin masuk ke mobil.
"Bee...bee..." suara Martin terdengar histeris.
Bidari keluar dari tempat tidur dan menemui Martin yang baru masuk ke mobil. Mereka buru-buru masuk ke mobil dengan nafas ngos-ngosan.
"Ada apa beb?" tanya Bidari duduk di sebelah Martin.
"Syukurlah kamu baik-baik saja. Tadi ada tembakan membabi buta. Teman kita meninggal dua orang. Aku jadi khawatir kepadamu."
"Siapa yang menembak?" tanya Bidari ingin tahu jawabannya.
"Ntahlah...mungkin aparat atau intel. Biasanya belum pernah terjadi penembakan, dan anehnya banyakan mereka yang meninggal."
"Berarti pekerjaan ini sudah beres?"
"Sudah, kita pulang ke rumah." sahut Martin. Bidari merasa mereka masih shock atas kejadian tadi dan cepat-cepat keluar dari daerah pantai.
Mobil meluncur dengan kencang, Martin memeluk Bidari dari samping. Laki-laki itu tidak membiarkan kesempatan berlalu begitu saja, ia membelai rambut Bidari dan menciumnya.
Pukul. 01.30wita.
Mobil memasuki rumah mewah Martin laki-laki itu menggandeng Bidarì turun dari mobil.
"Bee..masuk ķe kamarku, aku mau bicara padamu." kata Martin menarik tangan Bidari.
"Tidak, aku mau tidur dikamarku." sahut Bidari menuju kamarnya.
"Sekali ini saja Bee..."
Martin mendorong tubuh Bidari ke kamarnya, kemudian ia mengunci pintu kamar. Tanpa basa basi Martin mengangkat tubuh Bidari ke ranjang.
"Martin jangan aneh-aneh, aku masih membawa pistol."
Martin tidak menjawab, ia memeluk tubuh Bidari dan mendaratkan ciuman ke bibir ranum itu. Bidari nengimbangi dan tidak protes kala Martin meremas dadanya.
"Hanya untuk malam ini saja, aku tidak ingin terulang kembali. Kita hanya sebatas bos sama bodyguard saja, tidak lebih."
"Kamu adalah calon istriku, kita layaknya sedang pacaran. Jangan sering menolak, lama-lama aku jadi gila. Selama ada kamu aku tidak mau mencari wanita lain."
"Lebih baik kamu pacaran dengan wanita lain yang sesuai dengan kreteriamu, jangan berharap padaku." ucap Bidari melepaskan pelukan Martin.
Tapi Martin tidak mau melepas Bidari, ia mengukung gadis itu dengat hasrat yang menggebu-gebu.
Martin turun dari ranjang membuka bajunya dan menyisakan boxer saja. Bidari jadi malu melihat Martin yang setengah telanjang.
"Martin, apa maksudmu membuka baju. Aku tidak mau kamu obrak abrik. Jangan membuat permusuhan di antara kita."
"Mengertilah sayank, aku puasa selama kamu berada disini. Kita sudah sama-sama dewasa dan saling butuh. Kamu jangan seperti zaman kuda gigit besi, ortodox."
"Biarkan aku menjadi gadis kampung, aku tidak peduli. Aku juga tidak butuh penyaluran. Pikiran kita berbeda dan aku tidak mau terjerumus dengan nafsumu."
"Jangan marah sayank, semua ini aku lakukan sebagai tanda cintaku padamu."
"Helehh...modus, aku mau ke kamarku. Jika kamu memaksaku, aku akan menembak kakimu."
"Tembak saja kalau kamu berani. Tapi sebelum kamu tembak, aku akan menembak kamu duluan, sampai kamu ketagihan hehe..."
Bidari loncat dari ranjang ia tidak mau berlama-lama disitu. Martin cepat menangkapnya dan memeluk tubuh gadis itu.
"Lepaskan aku atau aku gigit tanganmu sampai berdarah."
"Tidak sayank, temani aku tidur sekali saja, setelah itu kamu boleh keluar."
Martin membalikan tubuh Bidari dan berusaha membuka bajunya. Bidari tetap dengan penderiannya, ia mendorong dada Martin sampai pria itu terlempar ke ranjang. Bidari kaget akan kekuatannya.
"Bidari kamu ingin membunuhku?"
"Aku tidak sengaja, kekuatanku timbul seratus persen jika aku terdesak." ucap Bidari bengong.
"Untung aku jatuh ke ranjang, kalau ke lantai kamu mendadak jadi janda muda." sahut Martin membiarkan Bidari keluar dari kamarnya.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Calista
keren bidari walau pertama kli menembak tapi udah bagus seperti itu
2024-03-09
3
Calista
kasihan ciuman pertama bidari harus sama martin yg seorang pemain wanita
2024-03-09
3
Calista
ternyata martin seorang pembunuh berdarah dingin.
2024-03-09
3