Steven menatap ibu mertuanya tajam, yang langsung membuat Ros mengangkat dagunya. "Apa? Kenapa kau menatapku seperti itu? Kau pikir aku takut dengan tatapanmu?!" ucap Ros seraya menepis wajah Steven dengan tangannya hingga menghadap ke samping.
"Cih, sungguh menjijikan menyentuh sampah," hardik Ros lagi seraya menatap Dokter Melody yaang sedari tadi terpaku di tempatnya. "Dokter, aku sebagai ibu mertua dari pasien yang kau obati ini menyarankan padamu agar tidak tergoda dengan wajah tampan menantuku ini! Karena dia hanya menantu sampah yang tidak bisa apa-apa. Bahkan hanya menjadi parasit bagi anakku!" tukas Ros merendahkan seraya menunjuk menantunya di depan Melody.
Sementara Steven kembali meluruskan pandangannya ke arah dua wanita beda usia itu. Ia bisa melihat wajah Melody yang sepertinya shok mendengar ucapan ibu mertuanya. Padahal baru tadi ia melihat senyuman dokter wanita itu. Tapi ibu mertuanya mengacaukan semuanya. Bahkan ia yang masih memiliki pertanyaan untuk Melody, harus tertelan akibat kedatangan ibu mertuanya ini. Entah dari mana ibu mertuanya ini bisa tau keberadaannya. Sementara istrinya saja masih sibuk mencarinya. Ia mencoba mengontrol emosinya karena mulai tidak tahan dengan perlakuan ibu mertuanya itu. Apalagi ia yang saat ini sudah ingat tentang identitas aslinya, merasa sangat direndahkan. "Ibu... Aku tidak menggoda Dokter Melody! Tolong jangan bicara sembarangan!" seru Steven tidak terima.
Ros sedikit terkejut karena melihat menantunya menatapnya tajam sama seperti malam itu. Saat menantunya menjabarkan tentang penyakitnya yang tidak diketahui banyak orang. Namun, Ros berusaha menampik perasaannya dan kembali menatap Steven dengan pandangan menghina. "Ooo... Kau sudah pandai bicara yah?!"
"Memangnya ibu ingin aku selalu diam saat ibu menuduh dan menghinaku terus?!" tantang Steven dengan mata menghunus tajam.
"Menantu tidak berguna! Kau bahkan tidak punya sopan santun bicara pada ibu mertuamu!" bentak Ros menunjuk-nunjuk Steven dengan nafas memburu.
"Bukankah aku sudah katakan pada, Ibu? Penyakit ibu bisa kambuh jika terlalu banyak berteriak seperti itu," ucap Steven masih dengan tatapan yang sama. Bukankah selama ini ia hanya diam? Lalu kenapa jika ia bersua, justru dikatakan tak punya sopan santun? Ia memandang wanita yang telah melahirkan istrinya itu. Jika bukan karena wanita paruh baya itu ibu mertuanya, ia mungkin tidak akan sebaik sekarang. Berpikir untuk membedah isi kepala ibunya agar ia bisa membersihkan pikiran buruk tentang dirinya.
"Kau—" ucap Ros terpotong.
"Sudah, Nyonya. Tenangkan diri anda," Melody dengan cepat merangkul tubuh Ros untuk menenangkan Ros yang sudah dilanda emosi berat. Bahkan wajahnya kini memerah dengan nafas tersengal-sengal.
"Tapi dia menantuku yang kurang ajar, Dokter! Aku harus memberi pelajaran untuk sampah ini!"
Steven yang melihat itu, memijat pelipisnya yang terasa pusing. "Dokter Melody, bisakah kau bawa ibu mertuaku ini pergi dari ruanganku? Aku merasa pusing. Dan lagi, aku tidak ingin penyakit hipertiroidisme ibu mertuaku ini kambuh semakin parah," ucapnya.
"Kau menghinaku?! Menantu sampah! Tau apa kau masalah penyakit?! Kau hanya gelandangan yang dipungut putriku! Bukan seorang dokter jenius!" maki Ros tidak ada puasnya membuat Melody segera bertindak sesuai keinginaan Steven.
"Sebaiknya Nyonya keluar. Karena anda sudah mengganggu kenyamanan pasien," ucap Melody tegas.
"Kalian mengusirku?!"
"Kalau Nyonya tidak pergi dengan sendirinya, maka saya akan panggilkan keamanan rumah sakit." Melody sedikit menarik tangan Ros. Sementara Ros segera melepaskan tangam Melody dengan menghentakkan tangannya.
"Aku bisa jalan sendiri," ucap Ros mulai berjalan meninggalkan ruangan Steven.
Steven yang melihat kepergian mertuanya, menghembuskan nafas lega. "Terima kasih, Dokter Melody."
"Tidak perlu terlalu formal memanggilku dengan tambahan dokter, Steven." Melody menatap Steven penuh tanda tanya yang langsung dimengerti oleh Steven.
"Ah, baiklah. Jika kau ingin bertanya, silahkan." Steven masih memijat keningnya karena terlalu terbawa emosi dengan ibu mertuanya.
"Kau sudah menikah?" tiga kata itu berhasil keluar dari mulut Melody. Pertanyaan yang sedari tadi mengusik hatinya.
Sementara Steven melepas tangannya dari keningnya. Kemudian menatap Melody dan mengangguk membenarkan. "Ya, aku sudah menikah. Dan yang tadi kau lihat, adalah ibu mertuaku."
Terkejut? Sudah pasti. "Bagaimana kau bisa menikah? Bukankah sebelum kau berlayar bersama saudara kembarku, kau masih belum menikah?" tanya Melody memborong Steven dengan pertanyaan. Wajah yang tadinya bahagia karena Steven mengingat masa lalunya, berubah menjadi sendu.
"Kejadiannya begitu mendadak. Dan saat itu aku juga kehilangan ingatanku," ungkap Steven yang merasa nyaman berbicara dengan Melody.
"Jadi maksudmu, kau terpaksa menikah karena hilang ingatanmu?!" pekik Melody tertahan sambil menutup mulutnya.
"Ya, begitulah. Sungguh konyol kan?" ucap Steven dengan senyum miris. Apalagi mengingat penghinaan yang ia terima dari keluarga istrinya. Kecuali Kakek Leon dan Dini.
"Hah? Bagaimana bisa mereka melakukan itu? Apalagi melihat sikap ibu mertuamu itu padamu. Sungguh... Aku tidak bisa berkata-kata lagi, Steven."
"Sudahlah, tak usah pikirkan itu. Sekarang, kau sudah tau tentangku bukan?" Steven menatap Melody serius. Hingga membuat Melody hanya bisa mengangguk. "Kalau begitu, bisakah aku tau siapa kau sebenarnya, Melody?" sambungnya dengan nada rendah dan dalam.
"Apa yang ingin kau ketahui tentangku, Steven? Bukannya aku sudah memberitahumu tentang diriku?" tanya Melody dengan kening menyatu. Perasaannya masih tak menentu setelah mengetahui status pria di depannya.
"Kau memang sudah mengatakan tentang dirimu yang merupakan saudara kembar Maudy. Tapi kau belum menjelaskan bagaimana kau bertukar peran dengan Maudy."
Deg
"Apa aku mengatakan itu padamu?" tanya Melody yang tidak sadar mengatakan rahasia antara dirinya dan saudara kembarnya.
"Kau mengatakannya. Jadi tolong katakan padaku, seberapa banyak kau menggantikan Maudy saat bertemu denganku?" tanya Steven menuntut membuat Melody terdiam.
Steven menunggu jawaban wanita di depannya ini. Pertanyaan inilah yang sedari tadi mengganggunya. Dan akhirnya bisa ia tanyakan setelah kepergian ibu mertuanya.
Steven ingat jika sebelum bertemu Clara, ia mencintai wajah cantik di depannya ini. Tapi sekarang yang menjadi kebingungannya, siapa yang ia cintai? Maudy? Atau Melody? Karena satu keyakinannya dulu, bahwa nama wanita yang ia cintai adalah Maudy. Namun mendengar kebenaran tentang saudara kembar yang sering bertukar peran, membuatnya semakin bingung. Mungkinkah wanita yang ia cintai sebenarnya adalah wanita di depannya ini? Ataukah memang Maudy yang ia bawa berlayar dan malah menolak pernyataan cintanya? Yang jelas, ia ingin memastikannya sekarang. "Kenapa kau diam, Melody?" Suara rendah itu membuat Melody kian membisu. Bahkan Steven bisa melihat tubuh Melody yang mendadak kaku.
"Apa kau tidak bisa mengatakannya padaku, Melody? Karena aku sungguh bingung sekarang ini. Waktu sebelum kecelakaan di kapal itu, aku membawa Maudy dan menyatakan perasaanku padanya," ucap Steven mengungkapkan kejadian yang sudah lalu itu.
Deg
Sementara Melody semakin terpaku di tempatnya setelah mendengar perkataan Steven.
Steven bisa melihat Melody yang sepertinya kesulitan menjawab pertanyaannya itu. "Kau bisa menjawabnya nanti saat kau siap. Jadi bisakah kau tinggalkan aku sendiri?" ucapnya memilih menunggu kesiapan Melody menjawab pertanyaannya. Ia saat ini ingin sendiri karena bayangan tentang kejadian di kapal itu kembali terngiang di otaknya.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
@✯⃟ 🕊ྂ༊ᶦᵇNona Admina M🍇🍷♡⃝
Melody nih cinta nih sama steven tapi terhalang kembaran. cerita melody maudy kayaknya menarik thor
2023-10-11
0
@✯⃟ 🕊ྂ༊ᶦᵇNona Admina M🍇🍷♡⃝
kau bikin melody kena mental🤣
2023-10-11
0
@✯⃟ 🕊ྂ༊ᶦᵇNona Admina M🍇🍷♡⃝
Ni mertua gak ada bosennya menghina. kasel gue mau sleding
2023-10-11
0