Steven berjalan bergandengan tangan dengan istrinya menuju ruangan milik ayah mertuanya. Banyak karyawan yang melihatnya dengan sinis dan remeh. Meski ia terlahir tampan, namun isu tentang ia yang merupakan menantu sampah sudah menyebar sampai ke perusahaan. Entah siapa yang menyebar isu itu. Ia mungkin saja menebak kalau ini perbuatan ibu mertuanya. Namun ia menepis hal itu, karena menurutnya ibu mertuanya tentu tidak ingin citra keluaganya tercemar meskipun keluarga mereka hanya pebisnis biasa yang mempunyai perusahaan kecil. Isu seperti itu hanya akan membuat saham perusahaan anjlok.
"Bukankah itu menantu sampah yang dikatakan menikah dengan putri pemilik perusahaan?" celetuk seorang wanita yaang merupakan karyawan di perusahaan.
"Iya, itu dia. Akhirnya kita melihat menantu sampah yang satu mingguan ini menjadi perbincangan karyawan," ucap karyawan wanita lainnya ikut menimpali.
"Tapi, Bukankah dia tampan?" salah satu wanita justru ada yang mengagumi ketampanannya.
"Percuma tampan kalau tidak bisa apa-apa. Hanya sampah yang dipungut, tidak akan berguna 'kan?" hina yang lainnya ikut masuk ke pembicaraan, seraya menatap putri bos mereka dengan suaminya.
"Hust... pelankan suaramu! Bos sudah meminta kita tutup mulut bukan? Jangan sampai isu ini menyebar keluar perusahaan. Bisa-bisa, kita kehilangan pekerjaan kita. " Salah satu karyawan pria mengingatkan, karena sudah merasa keterlaluan.
Hingga mereka bisa melihat kalau Clara melirik tajam karyawan yang membicarakan tentang suaminya, "Sekali lagi kudengar kalian menghina suamiku, lebih baik langsung keluar saja dari perusahaan in!"
Sementara Steven melihat istrinya hanya bisa tersenyum. Ia sudah mendengar hinaan para karyawan tadi, namun ia tidak bisa berbuat apa-apa. Bukankah memang kenyataannya seperti itu? Bahkan dia tidak tau siapa dirinya sebenarnya. Asal usulnya benar-benar dipertanyakan. "Tenanglah," ucapnya seraya mengelus tangan istrinya.
"Huh, ini hari pertamamu datang keperusahaan ayah, tapi sambutan yang kau terima malah seperti ini. Maaf, Stev... entah siapa yang menyebar isu itu. Ayo pergi dari sini, aku bisa-bisa memecat mereka semua jika terlalu lama di sini."
"Tidak apa-apa, ayo. Ayah mertua juga pasti sudah menunggu kita," balasnya seraya melanjutkan langkahnya dengan menarik tangan istrinya. Mungkin istrinya benar-benar akan memecat semua orang jika tidak memikirkan perusahan kecil ayahnya yang masih memerlukan para karyawan itu.
"Awas kalian semua!" tunjuk Clara penuh ancaman seraya meninggalkan semua karyawan yang hanya bisa menunduk.
Setelah mereka sampai di depan ruangan Ben, Clara langsung melepas tautan tangannya dengan Steven. Mereka langsung masuk ketika melihat sekertaris Ben mempersilahkan untuk masuk.
"Ayah..." seru Clara seraya berlari kecil ke arah ayahnya. Ia lantas memeluk Ben yang langsung disambut dengan hangat.
"Kenapa lama sekali sampainya? Hm?" tanya Ben. Clara melepas pelukannya kala Steven bergerak menghampiri Ben untuk bersalaman.
"Bagaimana kabarmu, Steven? Duduklah di sana," ucap ben seraya mendudukan dirinya di sofa ruangannya diikuti oleh Clara dan Steven.
"Baik," jawabnya singkat karena merasa masih sangat kaku jika harus memanggil pria itu dengan sebutan ayah.
"Bohong! Steven sangat tidak baik-baik saja tinggal di rumah, Yah. Ibu selalu memusuhinya. Kenapa ayah tidak pulang ke rumah saat kami ada di sana sih," gerutu Clara menimpali ucapan Steven.
"Kau tau kan, perusahaan saat ini krisis. Ayah harus mengurus semuanya sebelum poerusahaan ini pindah ketanganmu. Apalagi Kakekmu juga keadaannya di rumah makin menurun," keluh Ben menjelaskan alasannya yang selama pernikahan putrinya, ia tidak pernah berasa di rumah.
Melihat ayah dan anak itu bercengkrama, membuat Steven merasa benar -benar tidak berguna. Untuk apa sebenarnya ia dipanggil ke sini. Apakah cuma untuk menanyakan keadaannya? Ia hanya bisa diam tanpa memiliki niat menimpali pembicaraan istrinya.
"Ayah akan menegur ibumu itu. Dan untuk Steven, ayah harap kamu tidak memasukkan hati ucapannya." Ben mengembalikan atensinya pada menantu yang sedari tadi hanya diam.
Steven tersenyum mendengarnya. Ia bersyukur karena masih memiliki ayah mertua yang baik. Meskipun seluruh keluarga istrinya menganggapnya sampah. "Iya, Ayah. Jangan khawatir. Bagaimana pun, aku memang terlihat tidal bisa melakukan apa apa. Apalagi kondisiku yang baru saja pulih," jawabnnya membuat Clara menatap luka di plipisnya.
"Tapi tetap saja, kau adalah menantu keluarga kami. Tidak seharusnya mereka bersikap seperti itu padamu. Kau adalah pilihan putriku. Jadi ayah sebagai kepala keluarga minta maaf mewakili mereka," tutur Ben merasa bersalah.
"Apa yang ayah katakan? Ayah tidak perlu meminta maaf. Justru aku yang berterima kasih karena mengizinkan aku menikahi putrimu," balasnya. "Karena kalau tidak ada putrimu, aku mungkin tidak akan berada di sini lagi. Penyelamatku," tambahnya dalam hati.
"Ayah harap, kau bisa membimbing putriku ini Steven. Dia wanita yang nekat dan bebas. Tapi sungguh, dia wanita lembut yang baik hati. Ayah pastikan kau tidak menyesal menikah dengan putri Ayah," Ben menepuk pundak Steven dan mengelus tangan putrinya. Mengarahkan tangan itu untuk bertaut dengan tangan Steven. Dan itu justru membuat Clara malu. Apalagi ayahnya terlalu membanggakan dirinya. Sungguh Clara mulai merasa menyesal karena membohongi ayahnya tentang Steven dan pernikahan mereka.
"Apakah ada yang bisa aku bantu, Yah?" ucap Steven yang merasa harus sedikit berguna meski tak bisa berbuat apa apa.
"Bantu Ayah menyusun berkas, Steven. Biarkan Clara kembali mengerjakan tugasnya di perusahaan ini," ucap Ben. Ia berdiri dan langsung diikuti Steven yang juga lantas berdiri.
Sementara Clara segera meninggalkan dua pria beda usia itu. Ia dengan segera kembali ke ruangannya setelah berkata, "Jika sudah selesai, temui aku di ruanganku. Ayah... Steven... Aku pergi."
Setelah kepergian Clara, Ben justru menatap Steven tajam. Hal itu membuat kepala Steven penuh tanda tanya. Bukankah tadi ayah mertuanya terlihat ramah dan lembut padanya? Lalu kenapa saat ini terlihat seperti memusuhinya?
"Ayah... Ap—"
"Aku berlaku baik hanya karena putriku terlihat menyukaimu! Bagaimana pun, asal usulmu masih dipertanyakan. Semua tentang dirimu tidak jelas," potong Ben membuat Steven tersentak.
Apa ini? Bukankah itu berarti tidak ada sama sekali yang menerimanya di keluarga istrinya? Keningnya mengerut bingung. "Maksud, Ay—"
"Kau tidak perlu memanggilku Ayah seperti putriku jika kita hanya berdua. Kalau bukan kejadian di pulau itu, aku tidak akan pernah merestui kalian berdua untuk menikah. Cih, kau benar benar terlihat seperti sampah pengganggu di sekitar putriku. Itulah alasan sebenarnya kenapa aku tak pernah hadir di kediaman selama kau tinggal di sana. Benar benar memuakkan," hina Ben menatap sinis Steven dari atas sampai bawah.
Tangan Steven mengepal mendengarkan hal itu. Wajahnya memerah menahan amarah karena hinaan itu lagi. Jika ada istrinya, mungkin ia akan tetap diam dengan hinaan yang membuat uratnya mengeras. Tapi situasinya sekarang, mereka terhina tanpa istrinya. Ia tidak menduga jika ayah mertuanya hanya bersikap baik di depan istrinya. Ia pun mulai memberanikan diri untuk angkat bicara. "Maaf untuk kejadian di pulau itu. Tapi saya akan membuktikan bahwa saya bukan sampah seperti anggapan kalian semua. Mungkin sekarang saya tidak bisa melakukan apa-apa. Tapi bukan berarti dikemudian hari akan tetap sama," ucapnya dengan tegas. Ia memang melupakan asal usulnya karena kejadian yang entah kenapa ia juga lupakan. Dan hanya Clara yang tau akan kondisinya itu. Mungkin saja ia melupakan kemampuannya juga kan?
Ben tertawa mengejek. Ia berdecih seraya berkata, "Cih, kau berharap kau akan jadi apa nanti? Sampah yang akan selalu menempel pada putriku, tidak akan mungkin jadi permata. Pergilah dari sini! Tapi ingat, jika kau mengatakan sesuatu yang buruk tentangku pada putriku, aku tidak akan segan untuk melenyapkanmu."
"Baik, saya permisi. Anda tenang saja, saya tidak akan mengadu pada putri anda. Terima kasih untuk ancamannya," balasnya seraya pergi meninggalkan ayah mertuanya. Ia pergi keluar perusahaan mengabaikan lirikan dan bisikan para karyawan. Karena yang sedang ia pikirkan sekarang, ia butuh angin segar untuk mendinginkan emosinya yang tertahan.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Saidil M🍇
pasangan serasi, tapi lebih jahat yah mertuanya sih soalnya terlihat baik padahal sama aja kayak ibu mertuanya
2023-10-02
0
ፕዘቿ ረዐሃቿዪ 💦
Sifat mereka semua masih dipertanyakan beneran dah
2023-10-02
0
🐒Lily*
itu yang bilang dia suami sampah nanti pasti bakalan nyesel kalau steven sembuh dari ilang ingatannya
2023-10-01
0