Part 9

"Ada apa ini ribut-ribut?" ucap suara itu tegas penuh selidik.

Bugh

Laksmi yang hanya merupakan pelayan, segera menjatuhkan dirinya di hadapan sosok yang tiba-tiba datang. "Maaf, Tuan Besar. Tadi saya hanya ingin membersihkan bekas makan Den Steven. Tapi Aden malah memarahi saya," ucapnya memutar balikkan fakta seraya merapatkan kedua telapak tangannya.

Orang yang dipanggil tuan besar itu adalah kakek mertua Steven. Ia kini menatap Steven yang masih berdiri di depan wastafel. Wajahnya yang sudah nampak keriput, menampakkan raut tidak percaya. Ia menatap cucu menantunya dengan alis terangkat sembari berkata, "Apa benar yang dikatakan pelayan ini? Kau tidak ingin memberikan pembelaanmu?" Awalnya ia hendak menyuruh perawatnya untuk mengambilkan minum, tapi ia justru mendengar suara ribut di dapur. Hingga membuat Kakek mertua Steven itu memilih mengecek sendiri apa yang terjadi.

"Aku tidak melakukan apa-apa, Kek. Pelayan ini yang datang sendiri sambil melemparkanku piring bekas makannya padaku. Padahal aku hanya sedang mencuci gelas bekas minumku," jelas Steven jujur. Ia sangat tau sifat kakek mertuanya itu.

Leon Mayer—pria tua itu sangat bijaksana dan objektif dalam menentukan keputusan. Satu satunya keluarga istrinya yang tidak pernah menghinanya. Mungkin juga karena pria tua itu sakit keras, hingga jarang terlihat di kediaman.

Kakek Leon menghela nafas lelah. Ini masih jam 3 pagi, tapi sudah ada hal gaduh yang terjadi. Ia merasa semenjak kemarin ia pulang dari rumah sakit, rumah ini selalu saja ada konflik. Ia mungkin bisa mengabaikannya sesekali. Tapi kalau terus berlarut, ia sendiri yang geram. "Kau ini seorang pelayan. Jadi sadarilah statusmu! Jangan seenaknya dengan majikanmu yang lain. Hanya karena kau pelayan kesayangan menantuku!" ucapnya tegas menatap tajam Laksmi.

"Ampuni saya, Tuan Besar. Saya sungguh berkata benar. Aden Steven berbohong untuk menjatuhkan saya," tuduh Laksmi tidak tau malunya.

Sementara Steven melotot mendengar tuduhan tak beradasar itu. Kemudian ia menatap Kakek Leon yang mendengus kesal. Entah mengapa, ia merasa geli melihatnya. Pertama kali melihat Kakek Leon, ia sangat takut karena pria tua itu jatuh sakit karena kejadian antara dirinya dan Clara. Mungkin ada baiknya ia meminta Kakek Leon untuk istirahat dari pada menghadapi pelayan bermuka dua ini. Ia pun akhirnya angkat bicara untuk menghindari kegaduhan yang hanya akan menjadi. "Sudah, Kek. Sebaiknya masalah ini tidak perlu dibesarkan. Ini masih dini hari. Sebaiknya Kakek kembali istirahat," tuturnya membuat Kakek Lion yang sedari tadi menatap pelayan itu di lantai, sekarang mulai menatapnya.

"Aku akan meminta Ros agar bisa mendidik pelayan kesayangannya ini," balas Kakek Leon karena memang merasa lelah. "Dan kau pelayan! Sebaiknya pergi dari hadapanku sebelum aku berubah pikiran dan memecatmu," perintahnya menatap tajam Laksmi yang sudah sedari tadi menangis. "Mata yang penuh kebohongan," batinnya. Ia bisa melihat mana yang bohong dan mana yang jujur. Bagaimana pun, ia sudah hidup selama 70 tahun. Jadi tidak akan mudah dikelabui.

Setelah kepergian Laksmi, Kakek Leon mendekati cucu menantunya. Ia meneliti rupa cucu menantunya. Memandangi Steven dari atas sampai bawah. Hingga membuat Steven risih.

Ini mungkin pertemuan keempat mereka setelah Kakek Leon dinyatakan bisa rawat jalan dan tinggal di rumah lagi. Pertemuan pertama, saat ia menemukan Steven bersama Clara di villa. Kedua, pernikahan itu terjadi di ruang rawatnya di rumah sakit. Dan ketiga, kemarin— saat tiba-tiba pria itu berteriak ke sakitan di taman.

"Mau minum teh dengan kakek?" ajak Kakek Leon tiba-tiba. Membuat Steven tersentak.

Steven menatap sang Kakek tidak percaya. Apa ia tidak salah dengar? Awalnya ia pikir Kakeknya akan berubah sama halnya seperti Ben. Ia sudah bersiap dengan hinaan pria tua itu, saat mulai menelisik tubuhnya dari atas hingga bawah. "Apa kakek tidak apa-apa?" balasnya memastikan.

"Seharusnya memang lebih enak melanjutkan tidur karena ini masih sangat pagi. Tapi sepertinya, Kakek butuh teman ngobrol untuk minum teh sebelum istirahat. Apa kau menolakku?" ucap Kakek Leon menaik turunkan alisnya. Ia tersenyum untuk meyakinkan cucu menantunya itu.

Melihat senyuman teduh itu dilemparkan, membuat Steven tidak bisa menolak. Mungkin ada baiknya ia mendekatkan diri dengan Kakek Leon. Apalagi pria tua ini sedang sakit. "Tidak mungkin Steven menolak ajakan Kakek," jawabnya mantap. "Apa aku perlu membuat tehnya, Kek?" tambahnya bertanya.

"Tidak perlu. Kakek akan meminta pelayan untuk membuatkan kita tehnya. Dan membawanya ke ruangan Kakek. Ayo," ajak Kakek Leon.

Alhasil, mereka pun pergi meninggalkan dapur dan berjalan ke arah kamar Kakek Leon. Steven mengikuti dari belakang, ia hanya berharap semoga Kakek Leon tidak bersikap seperti Ben. Dua orang beda usia itu pun akhirnya menghabiskan waktu dini hari dengan menikmati teh tanpa sadar jika ada yang menggerutu kesal karena hal itu.

.

.

.

Di dalam kamar, Clara menidurkan tubuhnya ke ranjang. Tapi matanya sesekali mengintip melihat pintu kamar. Sejujurnya ia sedikit gelisah menunggu Steven. Karena irama jantungnya sejak tadi berdisko menunggu kehadiran Steven. "Padahal ini masih jam 3 dini hari. Tapi kenapa mengambil minum saja lama sekali?!" gerutunya mulai kesal.

Clara bangkit dari tidurnya. Mengambil bantal dan penyimpatnya di pahanya. "Mungkin menunggu sebentar tidak akan jadi masalah," pikirnya.

Tapi makin lama, Clara merasa matanya kian memberat. Badannya yang duduk pun kian menunduk. Hingga ia tersadar karena hampir terjatuh dari ranjang. "Hoaaaam... Aku ngantuk sekali. Sampai ketiduran," ucapnya dengan mulut menguap.

Clara mengucek matanya dan melirik ke segala arah. "Akh... Dia belim kembali juga," ucapnya sambil melirik jam di atas nakas. Wajahnya yang mengantuk berubah segar karena terkejut melihat jam yang sudah menunjukkan pukul empat subuh. "Apa?! Kenapa Steven lama sekali mengambil air di dapur? Masa ambil air saja butuh waktu satu jam? Tidak masuk akal," kesalnya seraya bangkit dari duduknya.

Clara berjalam ke arah pintu. Hendak menyusul Steven di dapur. "Jangan bilang, pria itu tersesat karena melupakan jalan ke kamar. Hah.... Masa amnesia separah itu," gerutunya membayangkan Steven yang kesulitan mencari jalan ke kamar. Seketika wajah kesalnya meredup. Ia tertawa geli membayangkan hal yang tidak mungkin terjadi.

"Ck, sebaiknya aku menyusul Steven. Aku jadi sedikit khawatir jika ia di rundung sama Ibu. Aku heran, sampai kapan Ibu akan berhenti mencaci Steven. Aku sedikit kasihan karena membawa pria amnesia itu ke kehidupanku," ucapnya sebelum berjalan ke arah pintu.

Dari kejauhan, ia melihat ada pelayan yang menangis di depan ibunya. Sepertinya pelayan itu adalah pelayan kesayangan ibunya yang sedang mengadu.

"Aku akan memberi pelajaran menantu sampah itu!" ucap Ros yang terdengar di telinga Clara.

Clara pun mengikuti ibunya yang kini mencari keberadaan Steven.

.

.

.

.

Terpopuler

Comments

@✯⃟ 🕊ྂ༊ᶦᵇNona Admina M🍇🍷♡⃝

@✯⃟ 🕊ྂ༊ᶦᵇNona Admina M🍇🍷♡⃝

udah kirim kopi yah thor... jangan lupa hari ini update

2023-10-04

2

Saidil M🍇

Saidil M🍇

Semangat lanjut... udah kirim kopi buat kak.. ceritanya unik

2023-10-04

0

@✯⃟ 🕊ྂ༊ᶦᵇNona Admina M🍇🍷♡⃝

@✯⃟ 🕊ྂ༊ᶦᵇNona Admina M🍇🍷♡⃝

syukurlah untung kakeknya baik. semoga gak sama kayak anaknya

2023-10-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!