Suara sirine ambulans memekakkan telinga. Membuat semua mobil menyingkir untuk mempermudah jalan ambulans. Di dalam ambulans, terdapat seorang wanita yang terlihat panik menatap pria yang terbaring lemah di brankar pesakitan.
"Bisa kah kau lebih laju lagi!" teriak wanita itu pada pengemudi ambulans, ketika melihat pria di atas brankar itu kejang kejang dengan nafas tidak beraturan.
"Ini sudah batas maksimal, Dokter Dini! Kita akan sampai ke rumah sakit segera," jawab pengemudi itu tetap fokus menerobos jalan menuju rumah sakit.
"Oh ya Tuhan.... Kenapa kau bisa mengalami hal ini, Steven..." lirih Dini menatap prihatin dengan keadaan suami sepupunya itu.
"Siapa sebenarnya yang berniat jahat padamu. Bahkan kau masih dalam keadaan hilang ingatan, namun seseorang seperti menargetkanmu." Dini menyuntikkan sesuatu ke tangan kekar Steven. Nafas pria itu yang tidak beraturan, perlahan mulai tenang. "Untung aku segera ke kediaman Mayer saat tau kalau Kakek di bawa ke rumah sakit," ucapnya saat mengingat bagaimana ia berlari dengan cepat ke kediaman Kakek Leon saat mendengarkan kabar itu.
Sejujurnya Dini khawatir dengan keadaan Kakek Leon. Namun, ia memilih ke kediaman untuk mengecek sesuatu. Seperti pesan tersirat yang di ucapkan Kakek Leon padanya kemarin saat menangani Steven yang pingsan dekat taman kediaman Mayer. "Entah siapa yang merencanakan ini. Tapi sepertinya Kakek sudah tau akan terjadi hal seperti ini," gumamnya mengingat percakapan antara dirinya dan Kakek Leon kemarin.
.
.
.
Melihat Steven yang sudah di tangani Dini, Kakek Leon memberi kode pada Dini agar mengikutinya.
Dini awalnya bingung. Namun melihat wajah serius Kakek Leon, ia langsung beranjak mengikuti. "Ada apa, Kek?" tanyanya kala itu kebingungan.
"Jaga anak itu dengan baik, Dini. Apa pun yang terjadi, Kakek memberimu tugas untuk menjaganya. Kau bisa melakukannya kan?" ucap Kakek Leon sesekali melirik Steven untuk menunjukkan maksudnya pada Dini.
Namun Dini menatap Kakek Leon semakin bingung. "Maksud Kakek?"
Kakek Leon mengelus puncak kepala Dini seraya berkata, "Kau satu-satunya dokter yang Kakek percayai, Dini. Cucuku, jagalah adikmu Clara dan pemuda itu." Setelah mengatakan itu, pintu kamar terbuka.
.
.
.
Ciiiiitttttt
"Kita sudah sampai, Dokter!" seru pengemudi itu metelah mengerem.
Hal itu membuat Dini kembali tersadar dari ingatannya yang lalu. Ia dengan segera membuka pintu ambulans dan menarik brankar keluar. Pengemudi ambulans itu juga segera membantu. Bahkan para perawat di rumah sakit itu juga segera bertindak. Memindahkan Steven dari brankar ambulans ke brankar rumah sakit.
Brankar adalah alat untuk memindahkan pasien yang mengalami ketidak mampuan, keterbatasan, tidak boleh melakukan sendiri, ataupun tidak sadar dari tempat tidur ke brankar yang dilakukan oleh dua atau tiga orang perawat.
Steven yang tertidur di brankar rumah sakit pun, segera di bawa dengan cepat ke UGD. Salah satu dokter menghampiri Dini dan menahan untuk tidak ikut masuk ke ruang IGD. "Apa yang terjadi dengannya?"
"Pendarahan di otaknya. Sepertinya...." ucap Dini ragu. "Ada racun dosis rendah yang ia konsumsi. Tolong bantu saya menyelamatkannya," tambahnya menatap penuh permohonan pada dokter di depannya yang terlihat cantik dan masih muda.
"Jika begitu, pasien akan di pindahkan ke ruang operasi. Kita juga harus melakukan CT scan pada pasien," ucap dokter itu saat mendengar kondisi pasien yang pasti sudah lebih dulu diperiksa oleh Dini yang juga merupakan seorang dokter. Para perawat segera bergerak sesuai intruksi membawa Steven ke ruang operasi.
"Meskipun anda dokter.... Tapi anda tau jika sesuai prosedur rumah sakit ini, melarang dokter lain menangani pasien dokter yang bertugas kan?" ucap dokter itu saat melihat Dini ingin ikut dengannya.
"Saya tau itu, Dokter Melody. Karena itu saya memohon padamu. Izinkan saya ikut masuk juga. Karena saya dokter pribadinya. Mungkin informasi dari saya bisa membantu."
"Baik," jawab Dokter yang dipanggil Melody itu memutuskan. Karena merasa tidak ada waktu untul berdebat sesama dokter. Ia segera mempersilahkan Dini mengenakan pakaian dokternya sebelum masuk ke dalam ruang operasi.
Dokter Melody kini berjalan diikuti Dini ke arah brankar Steven. Ketika mereka sampai di sana, terlihat raut wajah Dokter Melody yang terkejut.
Hal itu ditangkap Dini. "Dokter Mel," bisik Dini pada dokter itu karena merasa heran. Seolah Dokter Dini mengenal Steven.
"Ya?" jawab Melody menoleh ke Dini sedikit gugup.
"Kenapa anda terlihat terkejut melihat pasien yang saya bawa? Apa anda mengenalnya?" tanya Dini menebak kemungkinan yang ada di otaknya. Bagaimanapun, dia memang tidak mengenal sosok Steven. Apalagi pria itu hilang ingatan.
"Ah.... Mana mungkin. Mana mungkin saya mengenalnya, Dokter Dini. Ini adalah pasiemmu. Dan saya baru melihatnya," jawab Melody tersenyum canggung seolah menyembunyika sesuatu. Bahkan tanpa orang lain ketahui, Melody mengeratkan kepalan tangannya.
"Kalau begitu, tolong segera kita selamatkan dia."
Dokter Melody dengan segera menangani pasien di depannya. Mencoba menghalau perasaan pribadinya yang mendadak membuyatkan konsentrasinya sejenak. Ia menangani pasien dengan wajah serius.
Sementara Dini juga tidak diam. Ia membantu Melody. Hingga ia teringat sesuatu dan berkata, "Ku rasa anda harus tau, kalau pasien yang saya bawa ini mengalami hilang ingatan."
Melody yang mendengar itu, tersentak. Sejenak tangannya berhenti bergerak. Matanya semakin menatap intens wajah Steven di atas brankar. Entah apa yang dipikirkannya. Tapi terlihat kalau ia semakin serius menangani Steven. Ia memeriksaan warna kuning di mata, pembengkakan di perut (asites), pemeriksaan tremor, dan bau amonia pada napas pasien. Kemudian membawanya melakukan CT scan. Memasangkan Elektroensefalografi (EEG), untuk mengukur aktivitas listrik otak dengan menempelkan sensor di kepala. Serta melakukan tes protombin untuk mengukur kecepatan pembekuan darah dan tanda-tanda gangguan pembekuan darah yang sering terjadi pada penyakit hati. Mereka semua berusaha memberikan penyelamatan pada pasien.
Hingga, lampu di luar ruang operasi yang tadinya menyala, kini mati.
Titttt... Tittt...
Suara itu yang menjadi tanda jika pasien sudah berhasil di tangani. Kondisi Steven mulai normal. Dini dan Melody menghela nafas lega. Setelah lima jam menangani Steven.
Mereka berdua duduk di kursi yang tidak jauh dari brankar tidur Steven. Melody menatap Dini serius sebelum berkata, "Apa seseorang berusaha memberikannya racun. Racun itu berdosis rendah, namun karena kondisinya yang memang sudah buruk sejak awal membuat racun di tubuhnya lama-kelamaan menumpuk dan mengalir menuju otak, hingga kemudian merusak otak. Kondisi ini disebut sebagai ensefalopati hepatik. Untung kita segera menanganinya."
"Iya benar. Racun sangat berbaya untuknya karena sedari awal otaknya memang sudah bermasalah hingga mengalami kehilangan ingatan," balas Dini menatap Steven.
"Sepertinya anda juga sudah lebih dulu mengecek darahnya sebelum membawanya ke rumah sakit," tebak Melody membuat Dini mengangguk.
"Aku sudah curiga kalau dia keracunan saat tiba-tiba mengalami kejang-kejang," jawab Dini.
"Syukurlah.... Kita tidak terlambat menyelamatkannya. Tapi saya sarankan, anda menjaganya saat ini hingga sadar. Saya akan kembali untuk memeriksanya ketika dia sudah sadar," tutur Melody seraya berdiri.
"Terimakasih, Dokter Melody." Dini ikut berdiri untuk mengatar Melody keluar ruangan.
Sebelum benar-benar keluar, Melody mendekatkan wajahnya ke Dini. "Jaga dia dengan baik. Sepertinya dia punya musuh yang mengincar nyawanya," bisiknya lalu melenggang pergi meninggakan Dini yang menatap Melody penuh tanya.
Akhirnya pagi itu, ia benar-benar menjaga Steven. Apalagi Clara pasti masih kalut dengan kondisi Kakek Leon. Ia belum sempat untuk memberi tau Clara tentang keadaan Steven. "Apa mungkin, Kakek juga mengalami keracunan yang sama dengan Steven?" batinnya.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
⋆⍣⃝కꫝena💯♡⃝ 𝕬𝖋🦄
Aaaa keren. gak sabar steven jadi dokter genius
2023-10-06
0
⋆⍣⃝కꫝena💯♡⃝ 𝕬𝖋🦄
gue baca novel sebelah. jangan bilang melody ini yang dokter bedah yang di ajaki steblven
2023-10-06
0
🚨 𝕽𝖎𝖋𝖆'𝖎 🚨
apa mungkin pelayannya? kan yang bikin yeh bukan steven. terus steven cuma minum teh aja
2023-10-06
0