PdAS14. Menjenguk Rai

"Takut…." Aku menangis letih dengan memeluk calon ibu mertuaku. 

Ujian bertubi-tubi datang ke keluargaku. Baru juga aku kembali ke rumah, sudah ada saja yang harus keluar sementara dari rumah. Karena kondisi yang tidak kondusif di sana, aku dibawa pulang oleh Kaf dan dirinya keluar kembali untuk memastikan keadaan keluargaku. 

"Udah, Dek. Tenang aja, udah tak apa-apa." Papa Ghifar muncul dan duduk di dekat mama Aca. 

Papa Ghifar adalah adiknya ayah beda ayah, papa Ghifar dan mama Aca adalah calon mertuaku. Namun, mama Aca adalah ibu sambung Kaf. Sedangkan ibu kandung Kaf telah wafat sejak Kaf kecil. 

"Ayah mana?" Aku mengusap air mataku. 

Mama Aca tidak berbicara apapun, ia hanya memelukku dengan mengusap-usap punggungku. 

"Ada, ayah lagi repot. Udah tidur di sini aja, Dek." Helaan napas papa Ghifar terdengar berat. 

"Dek…. Ini sate sama nasinya." Giliran Kaf muncul dengan membawa makananku. 

Ada saja kelakuan Kaf ini. Bisa-bisanya ia masih ingat dengan makananku, dengan situasi genting seperti ini. 

"Maaf, ganggu. Adek Cani ada?" 

Aku mencari sumber suara, di ambang pintu ada kakak ipar Kaf yang sepertinya ikut repotnya juga. 

"Kenapa, Bang?" Aku mengeringkan mataku dengan punggung tanganku. 

"Tau alamat rumahnya Rai nggak katanya, Dek? Atau, nomor telepon keluarganya. Ayah bilang, keluarganya suruh jemput aja. Takutnya nggak terurus di sini, ayah punya kerepotan lain soalnya." Suaminya kak Kal adalah orang Jawa Timur. 

"Tau tak, Dek?" Kaf duduk di lantai kamar orang tuanya ini, ia membuka bungkus sate milikku. 

"Tak tau lah, Kaf. Orang tau nama dia aja pas udah dua mingguan bareng."

Seperti boomerang untukku, semua mata menatapku tapi mereka enggan memberi pertanyaan. Yang paling mencolok adalah, urat wajah Kaf berubah. 

"Ya udah nanti aku yang urus Rai, Bang." Kaf menoleh ke ambang pintu. 

"Oh, ya udah. Aku sama Kal tidur di rumah biyung ya, Ma, Pa?"

Laki-laki itu dibawa pulang dari perjalanan liburan Kal ke Jawa Timur. Ia membawa calon suaminya sendiri, menikah sih tetap di sini. Meskipun begitu, aslinya kami semua ragu dengan calon suami Kal. Karena sejauh ini, ia tidak pernah membawa keluarganya bahkan ketika ia menikah dengan Kal. 

"Iya, boleh. Tenangin biyung di sana," ujar mama Aca yang masih mengusap-usap bahuku. 

"Iya, Ma." Suami Kal mengangguk dan pergi dari ambang pintu kamar pribadi papa Ghifar dan mama Aca. 

"Sini makan dulu, Dek." Kaf menepuk tempat di sebelahnya. 

"Kau makan sekalian, Kaf." Papa Ghifar berjalan ke arah jendela kamarnya yang berada di lantai dua ini. 

"Ditemenin Kaf tuh makannya, Dek." Mama Aca menunjuk anak tirinya itu. 

Yang menikah dengan bang Chandra, ia merupakan anak kandung mama Aca. Kami menikah antar sepupu, hal itu pun sudah lumrah di sini. 

Aku duduk di bawah di depan Kaf, aku tidak boleh mengecewakannya lagi. Apalagi, cuma gara-gara makanan yang ia berikan tak aku makan. 

"Rencana ayah awalnya gimana tentang Rai? Gimana kondisi Rai, bisa-bisa sampai tak kepegang ayah gini?" Mama Aca mengajukan pertanyaan, saat sesuap nasi baru masuk ke mulutku. 

Kaf makan juga, kami makan dalam piring yang sama. 

"Rai minta kerjaan, untuk kirim uang ke keluarganya. Terus, dia mau menyerahkan diri karena dia DPO di Payakumbuh. Sekarang dia di klinik, lambungnya luka dan dia ngerasa perutnya perih setiap kali masuk makanan." Kasusku kemarin tidak diungkit, karena aku sudah kembali pulang juga. 

"Tunggu dia sembuh, nanti aku antar dia pulang ke Payakumbuh. Masalah dia DPO, biar urusannya dia di kotanya aja. Tapi tunggu dia mendingan dulu, dia tak mungkin pulang dalam keadaan begini," ungkap Kaf yang seolah fokus pada makanannya. 

"Tapi dia butuh duit, Kaf," terangku kemudian. 

"Aku bisa kasih, dia tak usah kerja. Dia jangan terlalu lama di sini, takut dikira polisi kita menampung orang yang mereka cari keberadaannya. Aku bisa ngerti kerepotan ayah, tapi kita tetap harus menikah dan aku tak mau ada orang lain yang ganggu rumah tangga kita. Aku pengen fokus, urusan rumah tangga aku bukan tentang materi aja. Aku masih serba belajar, aku tak mau disaingi dengan orang ketiga." Ia menunduk menatap nasi, tapi ucapannya seolah membuatku tertegun. 

Apa Kaf merasa bahwa perasaanku amat dilema karena Rai? 

"Boleh aku ikut ke Payakumbuh?" Aku memandangnya yang terus tertunduk. 

"Boleh, nanti sama Mama juga biar kau tak diunboxing di OYO sama Kaf." Ucapan mama Aca membuat papa Ghifar di depan jendela terkekeh sendiri. 

Kaf menaikan wajahnya, ia memandang papa Ghifar. "Pasti tuh ingat kenangannya unboxing di OYO." Kaf tersenyum miring. 

Papa Ghifar lekas menoleh. "Mana ada!" Urat wajahnya masih dalam keadaan tertawa geli. 

"Udah cepet lanjutin makan, terus pada istirahat." Mama Aca berjalan ke arah walk in closet. 

Kenapa aku tidak di rumah bersama biyung? Karena aku doyan nangis dan biyung juga sama, kami sempat menangis berjamaah di rumah. Mentalku cepat gentar, aku takut dengan kejadian berbau kriminal. 

Sampai tiga hari kemudian, Kaf baru mengajakku untuk menjenguk Rai di klinik. Padahal, sejak sehari aku di rumahnya, aku sudah meminta izin untuk keluar rumah dan menjenguk Rai. Namun, katanya aku tidak diizinkan keluar rumah seorang diri. 

"Pembangunan masjid untuk mahar udah dimulai, Dek. Kita tak boleh gagal." Kaf mengusap punggung tanganku yang berada di pangkuanku, karena kami masih menunggu mama Aca bersiap untuk masuk ke dalam mobil. 

Aku hanya mengangguk. Aku akan menerima semua ini, aku akan coba ikhlas menjalani. Namun, aku ingin memastikan sendiri tentang hati Rai padaku. 

Musibah terbesar adalah, ketika kita tertarik dengan orang lain. Namun, orang lain tidak demikian pada kita. 

Aku rasa, dilema ini karena aku terbiasa dengan kenyamanan yang ia berikan dan aku merasa aku tertarik padanya. Jangankan buka suara pada Kaf, buka suara pada ayah saja pun aku tidak. 

Aku tidak tahu kemungkinan yang akan terjadi, bila Rai ternyata memiliki kenyamanan yang sama sepertiku. Aku tidak tahu aku akan tega menyakiti Kaf demi Rai, atau aku akan tetap mengikuti alur dari Kaf meski aku dan Rai memiliki kenyamanan yang serupa. 

Aku masih belum tahu apa yang terjadi nantinya, meski saat ini aku mencoba ikhlas dan menerima alur dari Kaf. Ia lebih berhak menjadi calon suamiku dan suamiku kelak, karena ialah kandidat terbaik menurut ayah. 

Laki-laki jaman sekarang, bertanggung jawab sebagai seorang suami saja sudah disebut sangat baik. Apalagi, jika bertanggung jawab tersebut ditambah mapan, royal, gagah dan bertitel seperti Kaf. 

"Ayo, Kaf. Mama udah siap." Mama Aca ternyata menggendong cucu barunya dari bang Chandra. 

Usianya masih di bawah satu tahun. Ia tidak seperti kakak-kakaknya yang hasil program bayi tabung dan memiliki saudara kembar, ia lahir sebagai bayi tunggal lewat proses alami dan persalinan sesar. Namun, ia dilahirkan sama seperti saudara-saudaranya. Ia anak laki-laki kembali, yang memiliki nama Akandra Auriga. 

Karena klinik yang dekat, tidak butuh waktu lama untuk kami sampai di klinik tersebut. Hatiku tidak baik-baik saja, melihat Rai duduk di brankarnya dengan menatap keluar jendela. 

"Maaf, Dokter Kaf. Pasien sudah diperbolehkan pulang, silahkan diurus dulu administrasinya." Seorang perawat langsung menegur kedatangan kami. 

"Oh, iya." Kaf urung untuk masuk ke dalam ruangan Rai. 

Baru juga melangkah masuk lebih dalam ke ruangan Rai, sekarang giliran Akandra menangis. 

"Mama di depan pintu, Dek. Mungkin gerah kali ya?" Mama Aca kembali keluar ruangan. 

Aku memiliki waktu untuk bicara dengan Rai. 

...****************...

Terpopuler

Comments

HIATUS NYONYA Ris

HIATUS NYONYA Ris

lah piye... udah Terima lamaran kok masih kepo si Rai ada rasa atau gk... mana boleh gitu...
payah ah

2023-10-04

2

chaia

chaia

Cani...inget kisah Ra donk..Krena kenyamanan sesaat..sampe ga denger nasehat ayah jdnya gitu kan ..nurut aja deh ...orang tua nyaranin yg terbaik pastinya

2023-10-04

1

fitri ristina

fitri ristina

yakinlah... begitu akad dilantunkan... kenyamanan pada yang halal tu akan datang dengan sendirinya...

2023-10-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!