Penyihir Paling Berbakat yang Pernah Ada Bagian 2

Faelan kini menatapi Rakko. “Rakko, bagaimana kau melalui meditasimu?”

Rakko tiba-tiba saja menatapi Faelan dengan tubuh gemetar, “Aku bertemu denganmu, tuan” ucapnya dengan ekspresi penuh ketakutan.

“Ceritakan dengan lebih detail!” ujar Faelan.

“Saat itu, aku berada di tempat yang benar-benar asing dan aneh. Ada semacam pembatas antara ruang hitam dan putih. Aku berdiri di antara keduanya. Lalu tiba-tiba ada seseorang yang terlihat persis sepertimu, tuan” Tubuh Rakko kembali bergetar seolah-olah ia tengah mengingat kejadian mengerikan yang menimpanya. “Tapi, tingkah lakunya lebih mirip seperti saat kau kerasukan di dalam gua”

Rakko menceritakan bagaimana sosok seperti tuannya itu menyiksanya dengan begitu sadis. Mencabuti tiap kuku dan taringnya. Sosok itu juga berkata bahwa ia tidak layak memiliki kekuatan yang sama seperti dirinya.

Lebih parahnya lagi, sosok itu sampai memperlihatkan kilas balik dari kejadian saat ayah dan ibu Rakko diburu oleh manusia, membantai kaumnya yang tinggal di pinggiran hutan dengan begitu kejam. Rakko yang saat itu masih kecil terjatuh dari buaian ibunya. Rakko bisa melihat panah-panah tajam menembus tubuh ibu dan ayahnya.

Rakko kecil pun berlari dengan tubuh terluka. Saat semua kilasan memilukan itu terjadi di hadapannya, ia merasa seolah kembali pada momen itu. Rakko berteriak marah. Tapi, ia segera sadar dan mengingat apa yang dikatakan Elysia pada Faelan tepat sebelum tuannya itu mulai bermeditasi. Ia lalu cepat-cepat mengendalikan diri.

Tiba-tiba saja sosok yang mirip dengan tuannya itu seperti terhisap ke dalam ruang hitam yang kini tampak semakin mengecil dibandingkan ruang putih.

Saat yang tersisa hanya ruangan putih yang menenangkan, tahu-tahu Rakko sudah duduk di altar naga dengan linangan air mata.

“Apa sosok itu menawarkan sesuatu padamu?” Tanya Faelan.

“Iya, Tuan” jawab Rakko, “Dirimu yang lain itu berjanji akan menghidupkan kembali kedua orang tuaku dan membalaskan dendamku, dan menjanjikanku kekuatan yang dahsyat asal aku mau mengikuti syarat darinya. Tapi tepat sebelum ia menyelesaikan kalimatnya, ia seperti dipaksa keluar dari ruangan putih itu”

Faelan terdiam sejenak.

“Ada apa, Fae?” Tanya Elysia.

“Entahlah. Aku juga tidak mengerti” ujar Faelan.

Elysia merenung sejenak. Tapi ia buru-buru melupakannya, sebab masih banyak hal yang perlu dilakukan sekarang.

“Baiklah Rakko” ujar Elysia, “Sepertinya kau telah mendapatkan peningkatan sekarang. Fae juga butuh lawan tanding” Elysia kini menatapi Faelan, “Fae, kenapa tidak kau tunjukkan hasil latihanmu pada Rakko? Aku juga penasaran, kalau kau memang sehebat itu, maka kau pasti akan menguasainya dalam satu kali percobaan” ujarnya sambil tersenyum licik.

Faelan tersenyum, “Bersiaplah Rakko. Aku sedang sangat bersemangat sekarang”

“Hei hei hei. Tunggu dulu” Rakko melangkah mundur.

Rakko kini menatap ke arah Elysia, “Apa maksudmu dengan lawan tanding?”

Faelan memejamkan mata, menarik nafas dalam-dalam, ia menghirup oksigen yang ada di sekitarnya dan mengumpulkan suhu panas tubuhnya di genggaman tangannya. Lalu Faelan membuka mata. Tatapannya terlihat begitu tajam seolah berkilat. Dari genggaman tangannya muncul percikan api.

Rakko yang mundur kini terjatuh. “Tu.tu.an, kumohon tunggu dulu”

Faelan mulai merapal:

"With the spark of will, flames, ignite!"

(Artinya: Dengan percikan kehendak, api, menyalalah!)

Faelan meninju ke arah Rakko yang berada lima meter darinya. Sebuah kobaran api keluar dari tinju Faelan. Kobaran api itu mengenai Rakko.

Rakko melindungi wajahnya dengan kedua tangan. “Aaaaaargh! Kenapa api bisa menimbulkan efek hantaman sekeras ini?” Rakko kini terpental.

Faelan memperhatikan Rakko. Si King Goblin itu tidak mengalami luka apapun. Ia hanya terpental dan mengalami bekas gosong yang tidak fatal.

Faelan tertawa begitu keras. Sepertinya ia sedang sangat senang. Lalu, lagi-lagi ia menyerang Rakko dengan sihir apinya secara bertubi-tubi.

“Ignite!”

“Ignite!”

“Ignite!”

“Ignite!”

“Ignite!”

“Ignite!”

“Ignite!”

“Ignite!”

“AAAAARGH..! AKU MENYERAH! AKU MENYERAH! AMPUN TUAN! AMPUUUUN!” Pekik Rakko begitu keras.

Tanah tempat Rakko terkapar sampai membentuk cekungan yang cukup dalam.

Elysia segera berlari menuju Rakko, siap-siap memberikan sihir penyembuhan kepada King Goblin yang malang itu. “Tenang saja, semuanya sudah diperhitungkan dengan matang” ujarnya sambil tersenyum.

“Diperhitungkan MATAMU!! Dasar telinga lancip!! Wajahmu justru terlihat puas melihatku tersiksa seperti ini. Jujur saja, kau menikmatinya kan, HAH?”

“Rakko” panggil Faelan.

“Iya, tuan!” Rakko langsung membungkuk.

“Lihatlah! Perhatikan sekujur tubuhmu!” kata Faelan dengan tenang.

Rakko lalu memperhatikan sekujur tubuhnya. Tubuhnya seperti dilindungi perisai berwarna emas. “Apa ini tuan?”

Faelan hanya tersenyum.

“Aku mengajari Fae sihir api” papar Elysia, “Aku baru saja mengajarinya dasar-dasarnya, tapi ia justru memintaku menjelaskan juga dasar dari sihir perlindungan Aurum. Siapa sangka Fae bisa menggunakan dua sihir itu secara bersamaan dalam percobaan pertamanya” sambungnya dengan ekspresi bangga.

Sambil menatap Faelan dengan penuh takjub, Elysia membatin, Fae, akan jadi penyihir sekuat apa kau kelak? Kau benar-benar anak yang diramalkan. Aku sedang berada di depan penyihir paling berbakat yang pernah terlahir di dunia ini.

***

Beberapa bulan telah berlalu di negeri para naga. Jika dalam dunia manusia, waktu sudah berjalan selama lima tahun.

Pergantian musim di negeri para naga menyuguhkan perubahan pemandangan yang memukau. Saat cengkraman dingin musim dingin perlahan mengendur, warna-warni hijau musim semi mulai muncul. Faelan dan Rakko mendapati diri mereka berada di bawah bimbingan Elysia, sesi latihan sihir mereka terjadi di tengah rotasi musim yang begitu memukau. Udara dipenuhi dengan aroma harum bunga mekar, dan nyanyian merdu burung-burung yang baru datang menjadi latar harmoni bagi usaha mereka yang tekun. Anak kerbau yang dulu terlihat masih kecil, kini tumbuh menjadi kerbau yang kuat dan berotot. Setiap hari yang berlalu di negeri para naga, ketiganya menghabiskan waktu untuk mengasah kemampuan mereka, memperkuat ikatan tak terpisahkan, dan bersama-sama bertekad untuk menghadapi ujian yang menanti di masa depan.

Pada suatu malam..

Faelan sedang berbaring di atas altar naga. Rukko dan Elysia berada di sebelahnya, mengapitnya. Mereka sedang menatapi bintang-bintang yang tampak sangat dekat, sehingga cahayanya menerangi tanah legenda yang tampak damai, menyenandungkan nyanyian penuh misteri dari makhluk-makhluk malam yang terlihat tak sama seperti jangkrik dan katak yang mereka tahu.

“Tuan, kenapa kau tak jadi memasak kerbau itu. Bukankah dagingnya terlihat gemuk dan lezat?” ujar Rakko.

“Entahlah Rakko” Faelan kini menatapi kerbau yang sedang berbaring di atas rumput. “Sepertinya aku yang terlalu emosiaonal sehingga menganggap kerbau itu adalah bagian dari kenanganku”

Kerbau itu sepertinya sedang tertidur pulas sehabis memakan begitu banyak rumput.

“Tapi, bukankah daging burung dan katak di sini itu enak sekali? Yah. Dengan mengesampingkan bentuknya yang terlampau eksotis tentunya” ucap Faelan.

“Haha. Kau benar sekali tuan. Rasa daging mereka benar-benar empuk. Apalagi ditambah dengan kemampuan masakmu yang hebat. Arwah kedua orangtuaku pasti sedang sangat bangga melihatku dari atas sana. Melihat anaknya yang hidup dengan tata krama layaknya manusia”

“Dasar laki-laki” ujar Elysia tiba-tiba, “Yang dipikirkannya hanyalah makan. Kalau punya waktu untuk bersantai, kenapa kalian tidak berdiri dan mulai latihan lagi”

“Hei” ucap Rakko, “Aku bukan...”

“Sudah Rakko!” sela Faelan, “Aku tidak ingin mendengar kalian bertengkar lagi. Sekarang aku hanya ingin menikmati pergantian musim yang hangat ini”

“Baik, tuan!” ucap Rakko dengan penuh patuh.

Lalu tiba-tiba..

Langit malam yang semula gemerlap oleh cahaya bintang-bintang, tiba-tiba berubah menjadi kemerahan gelap yang menyeramkan. Seperti ada gelombang kegelapan yang menyelimuti atmosfer, energi sihir gelap yang tak terbayangkan kuatnya mencengkram langit dalam kegelapan yang membingungkan. Faelan, Rakko, dan Elysia merasakan energi gelap yang begitu mencekam, mengambang di udara.

Dari kejauhan, siluet pasukan mengerikan muncul, terlihat seperti bayangan hitam yang siap menyerang. Mereka berkumpul di bawah komando makhluk raksasa yang mendominasi cakrawala. Makhluk itu, setinggi puncak gunung, menyemburkan api hitam yang dahsyat, menciptakan teror dan kehancuran di sekitarnya. Ketegangan memenuhi udara, dan Faelan bersama teman-temannya merasa mereka berdiri di ambang petualangan yang dipenuhi dengan atmosfer berbahaya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!