Api membakar seluruh bangunan panti asuhan yang terbuat dari kayu.
Faelan tak henti-hentinya menangis. Ia sedang memangku Reg yang sekarat.
“Fae” ucap Reg sambil mengerang kesakitan, “Waktuku tidak banyak. Pergilah! Setidaknya kau masih bisa selamat jika kau pergi sekarang!”
“Tidak ayah! Aku tidak akan meninggalkanmu!” Faelan menahan dada Reg yang terus saja mengeluarkan darah.
Ketika Reg batuk karena darah yang memenuhi tenggorokannya, lukanya semakin terbuka.
Darah segar Reg sampai terciprat ke wajah Faelan.
Faelan tampak semakin kuatir. Nafasnya tersengal.
Faelan menyobek baju lusuhnya. “Tidak! Tidak! Ayah tidak boleh mati! Ini tidak seburuk kelihatannya. Ini pasti akan sembuh. Aku hanya tinggal membawa ayah ke tabib. Sebentar lagi para prajurit itu pasti akan pergi. Ya! Mereka pasti mengira kita sudah mati sekarang. Untuk sementara akan kubalut dengan ini”. Faelan kini membalut luka Reg dengan sobekan bajunya.
“Fae!”
“Tenanglah, Ayah. Bertahanlah sedikit lebih lama lagi. Aku pasti akan menyelamatkanmu”
“Fae!”
Faelan menengok keluar dari kamarnya yang telah roboh oleh api. “Lihatlah, Ayah! Mereka sudah akan pergi. Tunggulah! Aku akan segera membawamu. Lalu setelah kau sudah sembuh kita akan memasak sayur lobak lagi. Tidak! Biar aku saja yang memasakkannya untukmu. Ayah mungkin tidak tahu, aku sebenarnya pandai me...”
“FAELAN!” Reg meninggikan suaranya untuk menyadarkan Faelan yang terus-terusan bergumam.
Faelan terhentak. Kini ia melihat dengan jelas wajah Reg yang mulai memucat. Sinar di matanya sudah hampir hilang.
“Dengarkan aku, anakku” Reg mengusap wajah Faelan. “Mereka tidak akan pergi. Setelah mereka tahu bahwa liontinmu adalah relik yang bisa mengancam kerajaan, mereka akan memastikanmu mati di sini. Bahkan ketika itu terjadi, mereka akan menusuk mayatmu berkali-kali untuk memastikan kau benar-benar sudah mati. Aku sudah dekat dengan ajalku. Satu-satunya yang bisa melindungi nasibmu sekarang adalah dirimu sendiri. Pergilah! Lalu hiduplah dengan layak!”
“Tidak ayah! Jangan berkata seperti itu! Aku tidak mau hidup sendiri. Aku takut, Ayah!” Faelan merengek tak berdaya.
“Maafkan ayah, Nak. Kau seharusnya mendapatkan keluarga yang lebih layak. Aku bisa membayangkan wajah tampanmu itu akan sangat cocok dengan pakaian mewah” Reg kini tersenyum. Terlihat jelas wajahnya yang sedang menahan sakit. “Kau sudah diberkahi dengan relik suci. Kau harus memastikan tak ada lagi anak di dunia ini yang kehilangan ayahnya sepertimu!”, dengan segenap nyawa yang masih tersisa, Reg menatapi anak angkatnya itu dengan mata penuh harapan yang tajam, “Faelan Zephyr! Pergilah!”
Reg lalu menghembuskan nafas terakhir.
Kata-kata Reg merasuk ke dalam sanubari Faelan.
Balok kayu yang berkobar berdebam jatuh di depan jasad Reg.
Faelan mengatur nafas. Ia harus menelan bulat-bulat rasa nyeri di hatinya. Ia harus segera mengonversi tragedi yang dialaminya menjadi motivasi.
Faelan mengusap air mata dengan tangannya. Segera pipinya menjadi merah karena bersimbah darah Reg.
“Selamat jalan, Ayah. Akan kupastikan aku akan memenuhi harapanmu!” Faelan lalu menerobos kobaran api, berlari menuju hutan Darkwood Forest yang berbahaya.
***
Faelan berlari menyusuri jalan setapak di tengah hutan Darkwood Forest yang gelap. Liontin di lehernya bersinar dan menarik tubuhnya, seolah sedang mengarahkannya menuju suatu tempat di balik kegelapan hutan yang pekat.
Lalu tiba-tiba sebuah energi sihir yang gelap melesat dari arah belakang.
Liontin itu menarik Faelan ke samping dengan sangat keras.
Faelan terhindar dari serangan fatal yang mengarah ke bagian belakang kepalanya.
Faelan sontak menghadap ke belakang.
Ada puluhan nyala obor yang mendekat dengan cepat.
Derap langkah kaki kuda dan teriakan ‘demi kerajaan Shadowvale’ memecah hutan yang dingin.
Faelan lantas memaksa kakinya untuk berlari sekencang mungkin.
Ada begitu banyak anak panah api yang melesat dari belakang.
Faelan yang dibantu liontin berhasil menghindari setiap anak panah yang menghujamnya.
Lalu sebuah ledakan energi sihir hitam yang besar membelah pepohonan tinggi di kedua sisi jalan setapak itu. Melesat dengan cepat ke arah tubuh ringkih Faelan.
Liontin itu mengeluarkan gelombang biru seperti perisai.
Perisai itu mampu menghalau sihir hitam. Tapi, tidak dengan tubuh Faelan.
Faelan terpental dan jatuh menghantam semak-semak yang telah berubah menjadi gersang.
“KAU TIDAK AKAN BISA KABUR KEMANA-MANA, TIKUS KECIL!” teriak Frederick dari belakang.
Faelan bangkit dengan sekuat tenaga, berusaha lari lagi.
Tapi, sebuah sihir hitam yang lebih besar dari sebelumnya kembali menghantamnya.
Lagi-lagi Faelan terpental.
Faelan bangkit lagi.
Sihir hitam itu seperti tidak memberikan jeda. Faelan dihantam tiga kali berturut-turut. Bahkan empat,
lima, enam, tujuh, dan entah berapa banyak lagi sihir hitam yang menghantamnya.
Faelan kini tertahan di lekukan tanah yang tampak semakin longsor ke dalam tiap kali sihir hitam itu menghantamnya.
Perisai sihir Faelan terlihat mulai retak.
“Hahaha. Lihatlah tikus kecil ini” Frederick turun dari kudanya.
Frederick lalu menancapkan pedang besarnya di tengah-tengah perisai sihir berwarna biru itu.
Pedang Frederdick menembus perisai Faelan.
Bilah pedangnya sampai menggores pipi Faelan.
Lalu energi hitam yang kuat meledak dari ujung pedang Frederick, membuat persisai Faelan hancur berkeping-keping.
Frederick tertawa jahat, “Hahahaha. Inikah anak yang katanya diramalkan itu?”
Fredrick menancapkan pedangnya di kaki Faelan dengan sangat kejam.
“Arrrrrrrgh!” Faelan berteriak kesakitan.
“Hei prajurit! Sepertinya raja Shadowvale terlalu melebih-lebihkan tentang ramalan itu!” teriak Frederick. Suaranya menggema dan menggetarkan pepohonan.
Para prajurit tertawa terbahak-bahak.
Frederick lalu menekan pedangnya semakin keras.
Lagi-lagi Faelan mengerang dan berteriak penuh frustasi.
Frederick mencabut pedangnya lalu menggenggam kerah baju Faelan. Dengan satu tangan, ia mengangkat tubuh Faelan tinggi-tinggi, seolah hanya seongkok kulit kayu kering yang ringan.
“Ramalan tentang seorang anak yang akan mengembalikan ketertiban dunia, hah?” Frederick tampak mencemooh.
Frederick lalu merenggut liontin biru itu, dan menancapkan pedangnya di perut Faelan hingga tembus ke belakang punggung.
Tubuh Faelan sekarang sudah lemas, ia setengah sadar. Bahkan untuk berteriak saja ia tak bisa.
Darah segar merembes mengaliri pedang dan tangan milik Frederick.
“Aku akan dikenal atas jasaku. Faelan! Legendamu akan berakhir bahkan ketika ceritanya belum dimulai. Dan kau tak akan bisa menguburkan bajingan tua Reg itu dengan layak. Sampaikan salamku padanya!” Frederick sedang siap-siap mendorong pedangnya ke atas untuk membelah tubuh Faelan yang malang.
Di sisa-sisa kesadaran, Faelan melihat liontinnya mengeluarkan cahaya biru yang amat terang, bercampur dengan kilatan hitam.
Cahaya itu melebar dengan sangat cepat lalu melesat ke atas langit malam yang gelap. Membentuk kilauan yang menyilaukan dan pusaran angin yang kuat. Awan-awan di sekelilingnya berputar hebat. Kini kumpulan awan itu dialiri oleh badai petir yang menyambar bumi. Faelan berada di tengah-tengah pusaran itu.
Frederick dan pasukannya terhempas hingga pingsan.
Di sisa akhir kesadarannya, Faelan melihat sesosok manusia dengan tudung biru gelap menyambar dan menggendongnya. Itu adalah perempuan cantik berkulit putih pucat. Ia seperti berbicara sesuatu. Tapi, Faelan yang sudah mulai hilang kesadaran tak bisa mendengar apa-apa. Sebelum Faelan benar-benar pingsan ia hanya bisa memperhatikan telinga perempuan yang menyembul ketika tudungnya diterpa badai, dan itu tidak terlihat seperti telinga seorang manusia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments