Desa Valornia dan Latihan Pertama

Valornia adalah desa yang dulunya menjadi kuil sekaligus tempat tinggal dari semua pengikut Argentia. Desa itu adalah desa yang begitu makmur dan damai. Jauh sebelum peperangan bumi dan langit berkecamuk, di sana tinggal kawanan peri, elf, dwarf, dan segala jenis makhluk mitologi lainnya. Sesekali, Argentia akan turun berkunjung untuk memberikan berkah kepada bayi-bayi yang baru terlahir dari rahim hutan Darkwood Forest. Ya! Valornia dulunya adalah desa luas yang menjaga ketentraman dan keseimbangan hutan yang kini berubah menjadi begitu mencekam dan dipenuhi amarah makhluk hutan yang telah dirasuki kekuatan naga iblis.

Desa itu lalu berubah menjadi tempat yang dilindungi oleh segel sihir yang mengelilingi seperti tabir untuk menghindar dari pembantaian sepihak oleh pasukan naga iblis. Lalu pada suatu malam, tragedi berdarah membumi-hanguskan desa itu. Sisa-sisa pengikut Argentia dibantai tanpa perlawanan. Hanya menyisakan Elysia dan neneknya. Dengan sisa-sisa sihirnya, nenek Elysia lantas kabur ke bagian terdalam desa. Dengan segenap sihir yang masih tersisa, sang nenek lalu menyegel kembali bagian kecil dari desa yang sudah porakporanda itu. Dengan demikian, reruntuhan kuil Valornia kini berubah menjadi hutan tersembunyi. Elysia yang malang harus rela hidup sendiri sebab ternyata sang nenek juga mengorbankan seluruh masa hidupnya untuk membuat tabir segel yang akan melindungi Elysia selama cucunya itu menunggu kedatangan anak yang telah diramalkan.

“Faelan, atau haruskah kau kupanggil Fae saja?” ujar Elysia sambil menyisir rambut Felan.

“Fae, tak masalah” Faelan meringis ketika rambut ikalnya tersangkut di sisir yang terbuat dari

kayu rosewood.

Elysia menyisir Faelan dari belakang, “Setalah makan, aku yakin sekarang kau sudah segar. Hal itu penting karena mulai sekarang kau akan melalui hari-hari yang berat”

“Jadi sihir apa yang akan kau ajarkan padaku?”

“Jangan terlalu terburu-buru anak muda. Kita akan mulai dari dasar. Latihan fisik”

“Apa? Bukankah aku sudah bisa mengggunakan sihir?”

“Jadi, kau mau menghancurkan desa ini dengan sihir tak terkendalimu itu? Kau harus tahu, untuk menyelamatkanmu dari badaimu itu saja aku sampai terluka”

Faelan menatap lengan Elysia yang diikat dengan kain putih. Masih ada bercak darah yang belum lama ini mengering. Faelan tertunduk penuh malu. “Tapi, apa ini tidak terlalu berlebihan?”

“Apa maksudmu, Fae?”

“Bukankah ini sedikit memalukan? Kita sedang mandi bareng lo”

“Kau kira aku akan nafsuan dengan anak kecil sepertimu?”

“Seharusnya usia kita tidak terlalu jauh” Faelan mulai menggerutu.

“Hah?!” Elysia kini menatap langsung ke wajah Faelan dari arah atas. “Aku ratusan tahun lebih tua darimu, tahu!”

“Apa?!” Faelan terbelalak. Ia seperti kehilangan harapannya. “Jadi kau sudah nenek-nenek?”

Takkk!!

Elysia menjitak kepala Faelan kuat sekali.

Faelan langsung tumbang.

“Dasar anak tidak sopan! Asal kau tahu, kalau ukuran manusia, sekarang umurku baru 16 tahun” Elysia kesal lalu keluar dari kamar mandi, meninggalkan Faelan yang masih setengah sadar, bersandar di bak kayu bundar yang terikat temali dari akar pohon.

***

“Biasanya kaum elf akan membutuhkan pelatihan selama 10 tahun untuk mencapai fisik yang matang. Tapi, karena kau adalah anak yang diberkahi, seharusnya akan bisa lebih cepat. Mulailah dari berlari memutar sejauh 100 kilo dan push up 10.000 kali” Ucap Elysia dengan tatapan kejam.

“HAH?! Kau tidak bercanda kan?” Faelan benar-benar tak habis pikir.

“Kalau kau tidak bisa menyelesaikannya dalam sehari, kau tidak akan dapat jatah makan selama sebulan! Kalau sudah mengerti, cepat lakukan sana!”

“Apa Elysia masih marah atas perkataanku tadi, ya?”

“KAU BILANG APA, FAE?”

“Tidak ada!” Faelan langsung lari terbirit-birit, memulai pelatihan yang lebih tepat disebut sebagai penyiksaan.

Begitulah keseharian Faelan. Dihabiskan oleh latihan fisik yang begitu berat dan menyiksa. Tiap kali ia akan menyerah, dendamnya selalu mengingatkannya untuk tidak berhenti. Ia juga sudah tidak memiliki rumah untuk kembali. Baik Reg maupun Elysia, mereka berdua hanya menginginkan yang terbaik untuknya. Hanya bentuk kasih sayangnya saja yang berbeda.

Beberapa bulan telah berlalu.

Elysia sedang berdiri memantau, lalu dengan bibir seindah mawar dan suara selembut kapas, ia berkata "Latihan fisik akan memperkuat tubuhmu, Fae, dan memungkinkanmu untuk mengendalikan kekuatan relik naga dengan lebih baik"

Elysia memandu Faelan melalui serangkaian latihan bela diri dan berpedang yang intens. Mereka berlatih Stance atau kuda-kuda dasar, Thrust atau tusukan, Slash atau sayatan, Parry atau pertahanan, Lunge atau gerakan maju dengan satu kaki untuk mencapai lawan, Feint atau gerakan palsu untuk mengecoh lawan, Retreat atau gerakan ke belakang untuk menjaga jarak, Counterattack atau serangan balik, Circle Parry atau pertahanan berputar, dan Spin Attack atau gerakan memutar tubuh dan pedang untuk membuat serangan

berputar yang kuat.

Tak perlu waktu lama, Faelan menguasai semuanya dalam waktu yang singkat.

Elysia sampai terheran.

Apakah anak ini benar-benar hanya penduduk desa biasa? Meskipun ia adalah seseorang yang diberkahi, tapi tingkat penguasaannya di luar nalar. Ia justru lebih terlihat seperti ahli pedang yang sedang mengalami amnesia. Seakan-akan aku tidak mengajarkan apa-apa selain hanya membangkitkan ingatannya tentang pedang yang telah lama ia kuasai.

“Hahaha. Bagaimana Elysia? Bukankah aku ini benar-benar berbakat?”

Elysia terhentak dari lamunannya. “Jangan terlalu sombong. Itu adalah hal yang berbahaya di medan pertempuran yang sebenarnya. Sekarang mari kita lihat, apa kau masih bisa sombong atau tidak”

Elysia berjalan menjauhi Faelan.

Faelan tampak bingung.

“Apa yang kau tunggu? Cepat ikuti aku!” ujar Elysia.

Faelan tampak bersemangat. Ia berjalan sambil mengibaskan pedangnya menebas angin.

***

Faelan berdiri di tepi danau yang tenang di dalam hutan, dan Elysia berdiri di belakang beberapa meter jauhnya. Cahaya matahari menyinari permukaan air yang jernih, menciptakan pantulan cahaya yang indah dan menawan. Suasana damai itu tiba-tiba terputus oleh suara menggelincir yang muncul dari dalam air.

"Ada sesuatu di dalam air!"Pekik Faelan.

“Aku tahu” ucap Elysia, “itu sebabnya kita kesini” Elysia lalu melesatkan sebuah sihir ke arah danau itu.

Danau itu tiba-tiba berubah menjadi keruh dan berombak.

"Fae, ini kesempatan bagus untuk membuktikan keangkuhanmu tadi. Itu adalah kumpulan Slime yang telah dirasuki kekuatan jahat. Mereka telah lama mencemari danau ini. Mereka adalah lawan yang bagus untukmu. Ingatlah, hindari serangan mereka dengan cermat!"

Faelan tersenyum mengangguk. Ia lalu menggenggam pedang kayu yang diberikan Elysia.

Puluhan Slime tiba-tiba muncul dari dalam air, masing-masing memiliki warna yang berbeda-beda dan terlihat kenyal dan lengket. Mereka melesat ke arah Faelan dengan sangat cepat.

Pertarungan dimulai dengan cepat. Faelan bergerak dengan gesit, menghindari serangan lengket Slime yang terus menerus mencoba merayap pada dirinya. Salah satu Slime hijau melemparkan dirinya ke arah Faelan, menciptakan suara gemericik lendir yang menjijikkan.

Faelan dengan cermat menghindari serangan itu, dan dengan pedang kayunya, dia menebas slime hijau itu.

Slime hijau itu pecah dan meledak seperti ledakan balon yang berisi air.

Merasa menghadapi lawan yang mudah, Faelan lalu menyerang setiap Slime itu satu per satu.

Meskipun Slime adalah makhluk yang relatif lemah, tapi mnghadapi musuh yang banyak seperti itu membutuhkan ketenangan yang luar biasa. Seiring pertarungan, tiap gerakan dan serangan Faelan menjadi semakin terampil dan efisien.

Selama pertarungan, ketegangan dan adrenalin mengalir melalui tubuh Faelan. Dia merasakan bagaimana pertarungan ini membantunya mengembangkan fisik dan keterampilan berpedangnya.

Beberapa saat kemudian, pertarungan ini pun berakhir. Faelan mengehempaskan tubuh lelahnya di atas rerumputan hijau yang sejuk. Ia telah berhasil mengalahkan semua Slime yang menyerangnya. Danau yang tadinya bergemuruh kembali menjadi damai.

Elysia memberikan senyuman bangga sebagai bentuk penghargaan atas usahanya.

Faelan tersenyum balik dan mengangkat pedang kayunya tinggi-tinggi. Ia lalu berteriak keras sekali, “Lihatlah Elysia! Sudah kubilang, aku itu berbakat. Setiap syaraf dan ototku seperti sudah lama terbiasa dengan pedang”

“Ini!” Elysia melemparkan sebilah pedang berwarna putih, “Kali ini gunakan pedang sungguhan, Pertarungan sesungguhnya akan segera dimulai”

Faelan cepat-cepat menangkapnya.

“Bangunlah, Fae. Kita tidak punya waktu untuk bersantai”

“Mau kemana kita sekarang?”

“Hutan dalam. Ada sekumpulan goblin yang harus kau kalahkan!”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!