Saksi Di Balik Hujan
Titik – titik air berderai turun jatuh ke permukaan bumi. Bunyinya seakan mengalihkan kesunyian yang terpatri. Teramat derasnya rintikan air yang membasahi. Aku menjadi enggan untuk keluar ruangan. Cuaca dingin membuat sekujur tubuhku gemetaran dan membeku. Selayaknya bongkahan es yang menyergap di setiap kenyamananku.
Drezzzz..drezzhhh..
Hujan bertambah deras dikala malam ini. Aku tak bisa fokus untuk melanjutkan pekerjaan. Tampak sekali aku seperti orang malas. Aku hanya bisa menjalankan hari ini saja. Tak memikirkan nasib kehidupanku yang akan datang. Petir bersahut - sahutan menggelegar seiring datangnya hujan. Keberanianku seketika mengendur sesaat. Aku menyingkapkan kupluk jaket hoody putih yang kukenakan. Kemudian kutarik lengan panjangnya. Sehingga menutupi seluruh pergelangan tanganku sampai keujung jari.
Tek!
Tiba - tiba terdengar bunyi saklar ampere listrik diiringi dengan lampu padam. Pandanganku menjadi gelap karena tiada cahaya. Aku pun beranjak ke arah ampere listrik. Lalu dengan bantuan cahaya senter ponsel. Aku tertatih sendiri untuk menghidupkannya. Ampere listrik itu di luar ruangan. Tak terbayangkan, segenap keberanian ini bisa kukumpulkan. Rasanya ingin sekali aku meminta bantuan teman. Aku harus mengahadapi kenyataan lembur ini sendirian di kantor. Kantor redaksi ini memang tak terlalu besar. Namun untuk perempuan sepertiku, suasana ini begitu mencekam dan sangat luar biasa kualami. Perlahan kuturuni anak tangga. Lalu aku segera keluar menghidupi saklar listrik. Ampere listrik berada di luar lantai dasar. Bodohnya aku baru tersadar. Ada pak Yanip dan security yang berjaga malam ini. Huh, kenapa aku tak minta bantuan mereka sedari tadi?!
Tanpa pikir panjang, aku berlari ke tempat pak Yanip dan security. Belum lagi aku sampai ke tempat mereka. Tiba-tiba kakiku tersandung dan menabrak sesuatu. Hingga membuatku terjatuh. Ponsel yang kupegang tadi, terhempas jatuh pula entah kemana. Aku mendelik ke penjuru sekat dan perkakas kantor. Terlihat sangat buram di pandanganku. Dalam kesunyian yang mengerjap, aku mendengar teriakan. Teriakan yang seolah memanggilku. Tapi nyatanya lagi - lagi teriakan itu terdengar sangat samar.
"Maurine!"
Terdengar suara teriakan perempuan. Aku tak tahu siapa dan dimana teriakan itu berasal. Aku hanya menerka - nerka dan bertanya dalam hati. Sebenarnya peristiwa apa yang telah terjadi?
Aku coba menoleh ke arah suara itu berasal. Sayangnya aku tak dapat melihat dengan jelas. Kemudian aku berbalik menjawab teriakan yang memanggilku. Ketika aku menyahutnya, suara itu semakin jelas terdengar. Mungkin saja perempuan itu sedang mencari keberadaanku. Rasa penasaran bercampur aduk disertai takut berkecamuk dalam hatiku. Sehingga aku pun reflek untuk melawan rasa cemas ini. Lalu kupanggil pegawai kantor yang sedang berjaga malam.
"Pak Yanip, tolong aku Pak!"
"Percuma, mereka sudah pulang Maurine." Aku terkejut dan beralih ke suara itu. Benar saja rupanya ada sosok perempuan yang mencariku. Dia ada di dekatku saat ini. Dalam hati ini terasa amat kesal. Sejenak muncul rasa penyesalanku yang bersikeras untuk lembur malam ini. Hatiku menggerutu, seharusnya aku tak mengejar deadline demi mencapai target. Beban pikiranku semakin berat, kala mengetahui pak Yanip memutuskan untuk pulang. Ia tak memberi tahuku terlebih dahulu. Tapi, perempuan saat ini yang berada di dekatku siapa? Dia juga tahu kalau pak Yanip sudah pulang. Aku tidak mengenali suaranya. Saat ini ruangan gelap, aku tak dapat melihat dengan jelas.
***
Perempuan ini suaranya seperti wanita paruh baya. Tampak dari karakternya ini adalah wanita tegas dan berwibawa. Aku yakin dia bukan hantu, ujarku dalam hati yang terkesan naif rasanya. Namun aku heran, orang ini kok bisa mengenaliku? Langsung saja aku berdiri. Aku melupakan keberadaan ponsel yang jatuh tergeletak. Perlahan aku mendekati sumber suara itu. Seraya berjalan dengan hati - hati. Sambil meraba benda sekitar, agar tidak tertabrak lagi. Secara bersamaan, listrik yang semula padam, kini kembali menyala. Terlihatlah seorang wanita paruh baya. Gayanya sangat glamor dan terkesan elegan.
"Anda siapa?" Tanyaku setelah melihat sosoknya.
"Oh, Kamu belum mengenaliku yah?"
"Iya. saya baru 3 bulan bekerja disini, Bu."
"Baru selesai training ternyata. Tapi, kamu sudah berani lembur sendirian yah."
"Maaf saya ada deadline, Bu. Pekerjaan ini harus diselesaikan agar bisa sampai target."
"Kenapa tidak kamu copy saja datanya di flash disk? Jadi bisa kamu lanjutkan di rumah."
"Tidak bisa Bu, karena aplikasinya ada di kantor. Saya juga tidak diizinkan untuk menginstallnya di luar kantor."
"Baik, saya maafkan kali ini, karena kamu karyawan baru. Lain kali, kamu harus tepat waktu dalam bekerja."
"Baik, Bu. Akan saya laksanakan!"
"Saya akan perkenalkan diri, nama saya Ariefa Tania. Saya pemilik perusahaan ini."
"Senang berkenalan dengan ibu Ariefa. Nama saya Maurine." Sapaku sambil menyalaminya.
"Saat tiba disini, saya heran tampak ada yang lagi sibuk bekerja di ruangan karyawan."
"Iya, Bu sekali lagi maaf. Saya tidak akan mengulanginya lagi!"
"Terus saya tanya sama satpam, siapa yang sedang bekerja di dalam? Dia jawab namanya Maurine."
"Iya, Bu. Saya sudah minta izin manager untuk lembur. Tapi tak diizinkan."
"Kamu tidak takut dijaga dengan satpam dan Yanip?"
"Saya sudah mengenali mereka, Bu. Pak Yanip juga orangnya sangat baik."
"Hal seperti itu tidak bisa menjadi pedoman buat kamu. Kalau seandainya mereka ada kunci serep gimana?"
"Iya, saya salah Bu. Tapi pintu ruangannya sudah saya kunci dari dalam."
"Lantas setelah kejadian yang kamu alami barusan, kamu bisa ambil pelajaran sekarang?"
"Sudah Bu. Saya janji tidak akan mengulanginya lagi."
"Oke. Kalau manager tidak memerintah lembur, sebaiknya jangan kamu lakukan sendiri yah lain kali!"
"Iya, Bu. Saya mengerti."
"Baik, saya maafkan. Semoga jangan kamu ulangi lagi."
"Terima kasih, Bu."
Wajahku menjadi memerah dan malu. Ternyata pimpinan kantor sudah memantauku sejak dari tadi. Apalagi aku karyawan yang baru bekerja 3 bulan. Sekarang malah buruk di mata pimpinan. Akhirnya kudapati ponselku sudah tergeletak di sudut ruangan dekat pot tanaman. Kemudian kuraih ponselku. Kugenggam dan langsung kutaruh dalam saku baju. Aku memutuskan untuk segera pulang. Rasa tak enak hati dengan ibu direktur. Kurapikan semua berkas dan barang kerjaanku tadi. Lalu, aku langsung pulang sambil membawa tas kerja. Aku tak lupa pamit pulang terlebih dahulu ke ibu Ariefa.
"Permisi, Bu. Saya mau pulang dulu."
"Oke. Kamu bawa kendaraan?"
"Iya, Bu. Saya ada bawa mobil."
"Hati - hati di jalan."
"Baik, Bu."
Aku bergegas ke arah tempatku memarkirkan mobil. Kulihat hujan sudah sedikit reda. Di sekitar suasananya sangatlah lengang dan sunyi. Jam di tangan sudah menunjukkan pukul 11 malam. Masih tak habis pikir, aku telah lembur semalam ini. Hingga nyaris dini hari. Tapi, Bu Ariefa kenapa bisa kesini hampir dini hari? Mungkin ada urusan yang ingin dilakukan di kantornya sendiri. Aku baru menyadari, sepertinya bu Ariefa tidak datang sendirian. Ketika ia memergokiku berada sendirian di kantor. Tiba - tiba ampere listriknya sudah dinaikan seseorang. Tapi siapa yang menyalakannya, aku tidak tahu. Di dalam ruangan, aku hanya melihat bu Ariefa saja. Pak Yanip dan security juga sudah pulang dari tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Kustri
cover'a sama ky novel, klu g salah judul'a wanita sebatang kara
2023-10-12
0
Mukmini Salasiyanti
salken Thor
let's read
2023-10-11
0