Banyu terus mengancamku setelah kejadian itu. Kadang ia minta traktir makan. Pernah satu waktu ia minta dibelikan barang branded. Aku rasa tak tahan lagi dengan kondisi ini. Sebaiknya apa kuakui saja semua pada manager. Ini demi kebaikan kantor. Kendatipun aku harus menerima sanksi atas ini. Sekalipun sanksi itu surat pemberhentian kerja. Akhirnya kukumpulkan segenap keberanianku. Akan aku ceritakan semua yang menimpaku kemarin. Setelah dua hari berlalu aku baru jujur. Aku menyesal baru mau jujur sekarang.
"Maurine, hey mau kemana?"
"Aku capek Banyu. Dari pada jadi ATM berjalanmu terus!"
"Lagian aku tak minta. Aku hanya butuh saja."
"Tapi memang kamu berharap aku beri terus kan?"
"Sudahlah, percuma kamu jujur sekarang."
"Tidak ada kata terlambat."
"Pak manager akan menganggap ceritamu lelucon."
"Toh aku punya barang bukti!"
"Coba kau pikirkan, CCTV itu tidak terlalu jelas."
"Maksudmu?"
"Hanya ada rekaman buram di sekitar kantor."
Banyu menyunggingkan senyumannya. Seolah ia meremehkan barang buktiku. Memang dalam rekaman itu, tak ada teriakan dari perempuan. Namun dalam rekaman CCTV itu ada sosok perempuan. Jelas itu pasti manusia, bukan wujud hantu. Aku ingat baju yang dikenakan, sama seperti baju Bu Arifa.
"Aku hanya ingin memberi laporan pada manager. Ini demi kebaikan perusahaan."
"Kebaikan apa sih? Manager juga pasti tahu kalau bu Arifa kemari."
"Iya berhak tahu kejadian semalam. Semua rekan di kantor tidak tahu Bu Arifa kesini."
"Iya aneh, kok manager gak bilang ke kita yah?"
"Mangkanya itu aku mau kasih tahu."
"Bu Arifa kemarin gak suruh kamu bilang ke manager?"
"Kenapa?"
"Mana tahu manager memang belum tahu dia kemari."
"Gak ada."
"Masa iya hantu?"
"Tidak, jelas bukan hantu."
"Hahaha. Kamu takut kan?"
"Gak lah. Jangan bercanda Banyu!"
"Jelas tak ada yang tahu bu Arifa ke kantor."
"Sebab itu aku mau jujur pada manager."
"Ya sudahlah terserah kamu. Tapi jangan bawa-bawa namaku yah!"
"Dasar kamu! giliran kepo aja tingkat tinggi."
"Hahahaha."
"Katanya kamu mau jadi saksi."
"Aku mundur aja deh."
"Walau suatu saat nanti ini akan jadi kasus. Kamu tetap tidak mau?"
"Kok kamu yakin?"
"Aku hanya memikirkan kemungkinan buruknya saja."
"Memang kamu sukanya pikir buruk terus."
"Apa sih?"
"Hahaha."
***
Akhirnya aku memberanikan diri untuk menemui manager. Pak Kusuma managerku, ia memberi waktu untukku menemuinya. Aku bersyukur pak Kusuma ada di ruangannya. Akan kumanfaatkan kesempatan ini sebaik mungkin. Semoga saja ia tidak menghardikku tentang ini. Sangat menyesal sekali aku tidak jujur padanya kemarin.
"Permisi, Pak."
"Yah, silahkan masuk!"
"Ada yang ingin saya sampaikan pada Bapak."
"Apa yah?"
"Saya minta maaf kemarin lembur sendiri di kantor, Pak."
"Lembur?"
"Iya. Saya mengaku khilaf, Pak."
"Ok. Asal jangan kamu ulangi lagi."
"Bapak tidak marah?"
"Saya maklumi karena kamu masih baru."
"Terima kasih, Pak."
"Sama-sama."
"Pak sebelumnya saya mohon maaf."
"Kenapa?"
"Kemarin lembur waktu malam, saya bertemu Bu Arifa."
"Bu Arifa kan belum pulang."
Bu Arifa belum pulang? Tidak mungkin. Pak manager saja tidak tahu bu Arifa telah pulang. Jadi, kemarin yang di kantor itu siapa?
"Hey, Maurine?"
"Maaf, Pak. Bu Arifa benar-benar ada disini kemarin. Kalau bapak tidak percaya, saya ada bukti CCTV nya."
"Tak usahlah. Mungkin orang lain yang kamu lihat itu. Mangkanya, jangan kamu ulangi lagi lembur semalaman di kantor."
"Yah, Pak."
"Ini Bapak boleh lihat CCTV nya."
"Tidak perlu, saya banyak kerjaan. Bisa saya lihat sendiri nanti sama security."
Dalam benakku tertegun mendengar jawaban pak Kusuma. Ternyata benar, usahaku sia-sia. Pak Kusuma bahkan tak ingin mengetahui kesaksianku. Aku harus bagaimana ini? Seolah pak Kusuma tak peduli. Dia hanya cuek, atau karena ia banyak kesibukan. Ia sama sekali tak menggubris pengakuanku. Bisa saja nanti ia akan melihat sendiri rekaman cctv itu. Aku hanya melamun saja disini. Bingung nanti apa yang akan terjadi setelah ini. Kemungkinan malah sebaliknya. Takkan ada jawaban dan hasilnya suatu waktu nanti. Hingga masalah ini menghilang dengan sendirinya. Akankah aku hanya duduk dan diam saja. Sampai nanti aku menunggu bu Arifa muncul di hadapanku.
Aku keluar dari ruangan manager dengan pikiran kosong. Seolah-olah aku tak berguna menceritakan semua ini. Terasa dangkal hasratku untuk mengakui semuanya. Percuma, sesuatu yang penting saja tidak digubris pak Kusuma. Banyu sudah berdiri di dekat meja kerjaku. Dalam hatiku kian menggerutu. Ah, mau apa lagi dia?
"Maurine. Hey Maurine!" Banyu memanggilku.
"Apa lagi?" Tanyaku kesal.
"Gimana?"
"Apanya yang gimana?"
"Kamu habis dari ruang manager kan?"
"Terus kamu kira apa?"
"Manager jawab apa tentang CCTV itu?"
"Katanya kamu mundur jadi saksi?"
"Aku mau tahu kelanjutannya dulu."
"Kamu ini aneh."
"Jujur, terus terang aku curiga sama perusahaan ini."
Aku mendelik dan terperangah dengan pendapat Banyu. Anak ini pikirannya kemana-mana aneh terus. Memang dasar sangat keterlaluan. Bisa-bisanya rahasiaku diketahui orang seperti ini.
"Kamu ini pikirannya aneh terus."
"Tunggu, jangan nilai aku negatif dulu!"
"Gimana gak nilai negatif? Kamu saja bilang hantu terus. Kebanyakan nonton horor kamu. Awas nanti kalau benar-benar bu Arifa muncul di hadapan kita. Lalu ia muncul dengan keadaannya yang masih sehat dan bugar. Kamu masih percaya dengan pemikiranmu yang tahayul itu?"
"Oke. Soal hantu aku memang bercanda. Tapi kamu harus tahu. Jauh sebelum kamu bekerja disini. Dulu memang di perusahaan ini sempat ada masalah."
"Masalah? Tahu dari mana?"
"Jangan anggap remeh gitu. Aku sudah lama berkerja disini. Hampir 6 tahun."
"Yah aku sadar."
"Sadar?"
Melihat anak ini saja rasanya tak percaya bisa bertahan. Orang yang urakan dan aneh begini bisa selama ini. Aku tak sangka ia mampu berkerja disini selama 6 tahun.
"Sudah lanjutkan saja. Aku paham kok kamu sudah lama disini!"
"Sebab itu aku tertarik untuk menyelidikinya. Rasanya memang sangat aneh. Biasanya tak selama ini bu Arifa tidak muncul di perusahaan. Sekalipun ini hanya cabang. Beliau selalu memantau perusahaannya. Bahkan hingga di cabangnya."
"Sebenarnya masalah apa sih?" Tanyaku penasaran.
"Aku masih belum tahu. Hanya samar-samar yang kuketahui."
"Samarnya memang kayak gimana?"
"Aku melihat hubungan bu Arifa sedikit renggang. Biasanya mereka selalu bersama. Aku selalu melihat pak manager selalu meneleponnya. Setiap ada bu Arifa disini, pasti selalu bersama manager."
"Yah pastilah bersama manager. Namanya juga manager."
"Hubungan mereka itu sangat dekat. Mereka sudah seperti saudara sendiri. Kamu boleh tanyakan Tami kalau tidak percaya."
"Tapi yang seperti itu belum bisa dipercaya."
"Mangkanya kubilang masih samar."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Nurgusnawati Nunung
masih teka-teki
2023-10-24
0
Kustri
jangan" bener nih bu arifa sdh meninggal, pelaku'a pa kusuma, malam itu hantu bu arifa minta tolong ama maurine spy bs mengungkap kematian'a wkwkkkk
💪💪💪
2023-10-12
0