"Toloooooooooong!"
Belum lagi aku membuka pintu mobil, terdengar jeritan. Ada perempuan yang menjerit minta tolong. Aku berlari sekencang - kencangnya ke sumber teriakan itu. Sepertinya itu teriakan dari bu Ariefa. Tidak salah lagi itu teriakan beliau. Saat aku berada di pintu masuk, pintu itu sudah tertutup rapat. Aku benar - benar kaget dan bingung harus berbuat apa. Seluruh badanku gemetaran. Lalu, tanpa pikir panjang kuhubungi nomor telepon polisi. Sayangnya saat ingin menelepon, ponselku kehabisan baterai. Mengapa di saat seperti ini ponselku malah ngedrop?
Andai security dan Pak Yanip masih berada disini. Mereka bisa kumintai pertolongan. Baru saja aku berkenalan dengan pimpinan perusahaan ini secara tak terduga. Sekarang malah terjadi hal demikian. Sebenarnya apa yang terjadi di dalam? Saat ini aku tampak seperti orang yang sangat kebingungan. Hanya bisa mondar - mandir, sekujur tubuhku berkeringat. Aku mencoba mencari celah untuk meminta pertolongan. Aku harus meminta tolong siapa lagi? Tetangga sebelah kantor tidak ada, sudah tutup semua.
Aku bingung harus berbuat apa. Hingga menyalahkan diriku sendiri karena lembur larut malam. Aku menunggu di luar terlalu lama. Hingga tak ada kejelasan, aku memilih pulang. Perasaanku teramat kalang kabut saat itu. Sebaiknya besok pagi kulaporkan ke polisi mengenai kejadian ini. Namun aku tak ingin gegabah. Sebelum memutuskan, hendaknya aku berpikir panjang. Sebaiknya besok aku minta bantuan pada pak Yanip. Minta tolong memeriksa keadaan kantor besok pagi. Tidak, sebaiknya aku beri tahu dulu pada manager. Walaupun nantinya aku akan mendapatkan sanksi atas kejadian ini. Kesalahanku tidak memberi tahu manager, jika aku lembur malam ini.
***
Tengah malam itu, aku kembali memasuki area parkir mobil. Dalam langkah tergesa-gesa kuhampiri mobil dan masuk ke dalamnya. Kemudian kukunci pintu mobil. Secepat mungkin kukemudikan mobilku. Aku melaju dengan sangat kencang. Pikiranku hanya ingin secepatnya pergi dari sani. Perasaanku bercampur aduk antara takut dan penasaran. Ini salahku yang masih nekat lembur sendiri hampir tengah malam.
Sesegera mungkin aku ingin tiba di rumah. Akhirnya aku sampai ke rumah. Sangat banyak tanda tanya yang ada dalam pikiranku. Apa benar wanita itu direktur di perusahaan tempatku bekerja?
Aku memasuki kamarku, tampak mas Alan tengah tertidur pulas. Ia masih bisa tidur tanpa menanyakan kabarku di luar sana. Bahkan telepon saja tidak. Walaupun aku sudah minta izin untuk lembur di kantor. Setidaknya ia menanyakan kabarku. Tapi ini salahku belum pulang hingga tengah malam. Aku hanya berpikir positif. Mungkin saja ia kelelahan sehabis bekerja tadi. Aku juga sadar sebagai istri hanya sibuk dengan pekerjaanku.
Rumah tanggaku bersama mas Alan, memang belum sempurna. Setiap kali kami selalu ditanyakan tentang anak. Aku pun juga sama. Sangat ingin dianugerahi buah hati bersama mas Alan. Namun nasib kini berkata lain. Mungkin belum waktunya kami dititipkan buah hati. Saat ini kami berdua masih hidup berpindah tempat tinggal. Terkadang, kami tinggal di rumah mertuaku. Kadang pula aku tinggal di rumah ibuku sendiri. Tahun ini, aku sedang berada di rumah ibu.
Keadaan ini membuatku harus giat bekerja. Sementara mas Alan seorang psikiater yang belum laku. Ia masih belum mendapatkan klien. Selama ini aku sudah sangat mengimpikan bisa memiliki anak. Mas Alan masih belum menginginkan hal itu. Alasannya ia belum bisa memberikan nafkah lebih dalam rumah tangga kami. Kenyataan ini tentu membuatku sangat kecewa. Aku menjadi tidak bersemangat untuk melanjutkan hidup. Namun aku sadar, jika aku tak berusaha, kebahagiaan itu tak mungkin dapat kuraih.
***
Keesokan harinya, aku kembali memulai bekerja di kantor. Aku tak lupa memberitahukan pada pak Yanip. Kemudian kuceritakan tentang masalah yang terjadi tadi malam.
"Pak Yanip, boleh aku minta waktunya sebentar untuk bicara?"
"Yah, Ada apa Mbak Maurine?"
"Bapak kemarin malam ada lihat orang masuk kantor gak?"
"Gak ada, Mbak Maurine. setahu Bapak, Mbak aja yang di dalam."
"Bapak kemarin malam pulang jam berapa?"
"Jam 10, Mbak. Anak saya di rumah lagi sakit."
"Oh, ya. Yaudah Pak kalau gitu."
"Memang ada apa, Mbak?"
"Kemarin malam ada direktur ke kantor."
"Bu Arifa?"
"Iya."
"Beliau sudah pulang, Mbak?"
"Kayaknya sudah, dia langsung cek kantor. Tapi kok, dia bisa tahu nama saya yah?"
"Mungkin dia tanya karyawan sini, Mbak."
"Tapi yang tahu saya lembur kan cuma Pak Yanip sama satpam."
"Pak Budi pulang bareng saya waktu itu. Dia juga gak tahu kalau bu Arifa sudah pulang."
"Yah, sudah Pak. Mungkin memang benar ada yang tahu saya lembur. Terus kasih tahu direktur."
"Iya, Mbak. Tapi aneh yah, biasanya saya tahu kalau direktur sudah pulang. Orang kantor pasti sudah buat persiapan buat menyambut kedatangan bu direktur."
"Nanti saya juga akan tahu sendiri. Yah udah, Pak Yanip maaf ganggu kerjaannya."
"Gak apa-apa, Mbak. Memang itu tugas saya cari tahu informasi. Nanti kalau saya dapat info, pasti saya sampaikan ke Mbak Maurine."
"Yah, Pak. Makasih yah."
"Sama-sama."
Aku tertegun dalam hati. Pikiranku tersentak, tatkala mengetahui pak Yanip tidak terlibat. Apalagi ia tidak tahu kalau bu Arifa sudah pulang. Aku ingin menanyakan pada rekan kerjaku yang lain. Namun aku takut, mereka akan marah. Seandainya mereka aku lembur sendiri di kantor. Percuma juga kalau tak bilang, mereka juga akan tahu sendiri nanti. Bu Arifa pasti akan memberitahukan ke salah satu pihak, tentang kelakuanku. Jadi, siapa yang memberi tahu bu Arifa? Kemungkinan bisa saja ia datang sendiri ke kantor secara mendadak. Lalu, ia sengaja membawa-bawa pak Yanip. Apa mungkin benar begitu?
Rasa penasaranku tak bisa terbendung lagi. Aku mencoba mencari bukti-bukti. Di dalam kantor pun suasananya sama seperti biasa. Tak ada yang mencurigakan. Seperti tidak terjadi apa-apa tadi malam. Padahal kemarin, aku sempat mengalami kejadian tak terduga. Barang bukti hanyalah sebuah pot yang terjatuh, serta meja yang bergeser akibat tekanan dariku yang hampir terjatuh kemarin. Aku datang lebih awal untuk memastikan kondisi disini. Aku benar-benar takut, rasa takutku kian berkecamuk. Peristiwa apa yang kualami tadi malam, mengapa seperti tidak ada tanda-tanda?
Aku hanya bertemu saja dan berbicara dengan bu Arifa kemarin. Sebaiknya aku tunggu rekan-rekan kerja kudatang. Seandainya bu Arifa telah pulang, pasti mereka akan perbincangan pagi ini. Aku baru sadar, sebaiknya aku minta rekaman CCTV tadi malam pada security. Akan tetapi, aku tidak ingin sampai terjadi kegaduhan karena ini. Apa sebaiknya aku cari alasan saja agar bisa melihat rekaman CCTV nya? Aku harus mencari alasan yang masuk akal agar diizinkan untuk melihatnya.
Saat itu aku coba memanggil pak Budian, ia salah satu security yang saat itu bertugas jaga malam bersama pak Yanip. Aku juga ingin bertanya langsung dengannya. Barangkali saja ia tahu tentang kejadian tadi malam. Perasaanku mulai canggung. Aku takut jika mereka semua tahu kalau aku lembur tadi malam. Apalagi tentang kejadian semalam. Mudah-mudahan bu Arifa baik-baik saja. Aku berharap demikian. Berharap tidak terlibat peristiwa buruk di malam itu.
"Pagi, Pak Budian."
"Eh, Mbak Maurine. Tumben sudah datang pagi-pagi begini?"
"Kemarin malam Pak Budi pulang bareng pak Yanip yah?"
"Iya, Mbak. Pak Yanip ngajak pulang, anaknya mendadak sakit, jadi sekalian pulang sama dia."
"Kemarin malam waktu sendirian lampunya mati, Pak. Saklar ampernya turun."
"Jadi Mbaknya gimana kemarin?"
"Saya coba mau hidupin, eh tiba-tiba sudah ada yang naikin saklarnya."
"Iya maaf, Mbak. Kami mendadak pulang kemarin. Maaf gak bilang Mbak dulu."
"Gak apa-apa kok, Pak. Saya cuma penasaran, kemarin siapa yang naikin ampernya?"
"Siapa yah, Mbak?"
"Gini Pak Budi, aku boleh gak lihat rekaman CCTV kemarin. Aku penasaran selain aku, kemarin malam siapa yang di kantor."
"Boleh, Mbak. Demi keamanan kantor pasti boleh."
"Makasih yah, Pak."
"Yah sama-sama, Mbak Maurine."
Akhirnya saya bisa melihat rekaman cctv kemarin. Setelah memperhatikan rekaman itu, aku tidak mendapatkan sesuatu yang mencurigakan. Hanya saja aku belum memperhatikannya secara detail. Lalu, aku meminta untuk mencopy file rekaman itu. Syukurlah pak Budian dengan baik mau mencopy rekaman cctv itu. perasaanku masih terasa sangat cemas memikirkan masalah ini. Entah siapa yang berada di kantor semalam, selain Bu Arifa. Tidak mungkin saklar listrik itu naik dengan sendirinya. Tidak mungkin kalau yang kulihat itu hantu. Rasanya buku kudukku merinding, tatkala harus membayangkan kejadian semalam itu adalah horor.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Kustri
lanjuuuut
2023-10-12
0
me drogo 🥵🤙
Serius, baru kali ini gue terpesona sama cerita setebal ini!
2023-09-15
0