Aku dengan cekatan melihat satu persatu daftar kontak telepon. Kemudian ada yang menelepon resepsionis. Saat dia lengah, aku langsung membolak-balik lembaran buku telepon. Aku mencari kontak handphone bu Arifa. Kulihat Banyu tak ada lagi di sisiku. Anak itu sebenarnya sedang apa?
Banyu bisa jadi mengambil kesempatan ini. Mungkin ia takut akan akan dicurigai. Bisa jadi ia yang menelepon resepsionis untuk mengulur waktu. Salahku juga sampai berlari kesini.
Akhirnya aku menemukan kontak ponsel bu Arifa. Sebagai atasan, mereka tentu sering menghubunginya. Aku sangat bahagia sekali saat menemukannya. Kemudian aku pergi setelah mendapatkannya.
"Yes! Akhirnya kudapatkan kontak bu Arifa." Seruku dengan nada pelan.
"Kamu ini cepat sekali larinya. Aku sampai tersengal-sengal ini."
"Kenapa? Aku tak harus jadi atlit kok untuk cepat!"
"Gak nyambung bicaramu."
"Yah terserahlah. Lihat aku dapat kontak ponsel bu Arifa!"
"Dicoba dulu, mana tahu gak aktif. Bisa jadi itu nomor lama."
"Ya. Tadi kamu ada telepon ke resepsionis yah?"
"Gak ada. Ngapain aku buang waktu telepon kesana?"
"Jadi bukan kamu?"
"Yah. Hanya menghabiskan waktuku saja. Resepsionis juga tahu nanti. Ngapain aku disini kurang kerjaan telepon. Malah ngabisin pulsaku."
"Mungkin tadi memang aku lagi beruntung yah. Waktu aku mau lihat buku telepon, ada yang menghubungi resepsionis."
"Yah semoga kamu memang sedang beruntung."
"Apaan sih Banyu?"
"Nomor ini nanti jangan lupa kamu hubungi."
"Yah. Tapi aku mungkin akan pakai nomor lain. Aku tak ingin nanti dicurigai."
"Oke. Gimana bagusnya menurutmu. Yah sudah aku ke ruang kerjaku dulu. Banyak kerjaan nih."
"Iya kamu jangan terlalu sibuk denganku. Sebaiknya utamakan pekerjaanmu dulu."
"Yah."
Lalu, aku kembali ke meja kerjaku. Rasanya kegalauanku berkurang. Aku merasa tenang sekarang. Untung saja tak ada penghalang saat aku mencarinya.
"Maurine!"
"Eh, Tami ada apa?"
"Manager manggil kamu tuh. Tadi kamu dicariin."
"Dia tadi cari aku?"
"Yah. Waktu aku mau memanggilmu, kamu gak ada. Jadi kukatakan, kalau kamu ada akan kuberi tahu."
"Yah, makasih."
"Ke toilet yah tadi?"
"Gak. Aku ke lantai bawah barusan."
"Ngapain?"
"Mau tanya nomor telepon servis AC."
"Buat apa?"
"Biasalah urusan rumah."
"Oh.."
"Kulihat kemarin ada servis AC. Kebetulan aku lagi cari tukang servis yang bagus."
"Yah. Buruan ke ruang manager. Kamu tadi dicariin!"
"Duh, iya. Aku kesana dulu yah. Kayaknya dia nanyain tugas kerjaku deh."
"Oke."
***
Aku sudah menyerahkan tugasku pada manager. Hari ini pula aku sudah mendapatkan nomor bu Arifa. Sepulang kerja, aku mampir ke counter handphone. Niatku ingin membeli kartu perdana. Aku ingin menelepon bu Arifa dengan nomor lain. Beliau jangan sampai tahu aku yang meneleponnya.
Setelah membeli kartu perdana, aku lantas mendaftarkannya. Malam harinya, aku coba tes menelepon beliau. Aku hendak memastikan nomornya aktif atau tidak.
"Maaf, nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Cobalah beberapa saat lagi."
"Apa gak aktif?"
Betapa kagetnya aku, ternyata yang dikira Banyu itu benar. Saat kutelepon, nomor bu Arifa malah tidak aktif. Hanya ada pesan suara dari operator. Aku lantas menelepon Banyu tentang hal ini.
"Halo?"
"Ada apa Maurine? Tumben telepon aku malam begini?"
"Kamu benar Banyu. Sudah kucoba telepon nomor ponsel bu Arifa. Kutelepon berkali-kali nyatanya tidak aktif."
"Tuh kan apa kubilang. Bu Arifa itu sangat tertutup sekali. Dia bisa saja menyelidikimu. Lalu, dia langsung menonaktifkan ponselnya."
"Masa iya? Kamu jangan nakutin aku kayak gitu!"
"Sejak dari awal kamu gak merasa apa? Mangkanya aku masih pikirin cara yang benar agar dapat kontaknya. Tapi kamu malah gak sabaran."
"Apa nomornya memang gak digunakan lagi yah?"
"Orang penting bisa ganti nomor handphone? Jelas-jelas bu Arifa itu banyak rekan bisnis. Mana mungkin dia ganti nomor terus. Sudahlah jangan dipusingkan. Besok kamu coba tes telepon lagi. Mungkin hari ini kamu lagi apes aja. Bisa jadi ponsel bu Arifa ngedrop kan? Lalu ia charger dulu ponselnya."
"Yah, benar. Besok kucoba telepon lagi."
"Oke."
Sudah lewat beberapa hari kuhubungi nomor bu Arifa, namun tak kunjung aktif. Aku sampai heran dibuatnya. Kemana bu Arifa?
Aku jadi bertambah khawatir dengan keadaannya. Jangan sampai apa yang kutakutkan benar terjadi. Aku tak ingin ada kasus di balik peristiwa kemarin.
Kucoba kembali menghubungi nomornya. Namun masih tidak aktif. Berkali-kali kutelepon jawabannya tetap sama. Hingga aku jenuh dan kehabisan akal. Aku terus saja tak bosan menghubungi bu Arifa.
"Gimana sudah aktif nomornya? Maaf aku sibuk akhir-akhir ini. Tugasku banyak sekali."
"Gak apa kok, Banyu. Aku juga gak mau tugasmu jadi terbengkalai karena ini."
"Sini aku saja yang telepon!"
"Pakai sim 2 yah."
"Ya."
Tuut..tuut..
Aku dan Banyu saling berpandangan. Kami langsung terkaget ketika tahu nomor bu Arifa aktif.
"Aktif?" Tanyaku.
"Iya. Mana mungkin itu operator!"
"Kok belum diangkat?"
"Entahlah. Sudah kuduga, kita sabar dulu. Bu Arifa itu orang sibuk. Wajar kalau nomor ponsel bisa dinonaktifkannya."
"Sssstt... jangan bersuara!"
Tiiit...tiit...tiit...
"Ditolak teleponnya!" Ujar Banyu.
"Bu Arifa ini sombong sekali. Segitu tertutupnya dia."
"Kita maklumkan saja. Mungkin dia memang ada masalah. Bisa jadi juga dia sibuk."
"Sudahlah. Berarti jelas tidak ada masalah kan? Bu Arifa tidak hilang. Nomornya pun aktif. Dia memang orangnya tertutup. Kita maklumkan saja! Besok aku akan segera mengundurkan diri. Aku sudah pusing dengan masalah ini."
"Kamu ini mudah sekali menyerah. Aku kan bilang kamu harus tetap bertahan. Kalau gak, kamu bisa mengalami hal buruk."
"Sekarang saja aku sudah sering diteror."
"Mangkanya dari itu, kamu harus selidiki. Itu benar teror atau bukan. Jangan kamu ambil kesimpulan karena nomor yang aktif. Kita tidak tahu yang terjadi sebenarnya."
"Mau bagaimana lagi, aku sudah jenuh. Kamu tidak tahu rasanya jadi istri. Gara-gara aku bekerja, suamiku malah menunda punya momongan."
"Kok bisa?"
"Aku baru bekerja disini. Mas Alan gak mau nanti cutiku ditolak."
"Pantas saja kamu mau mengundurkan diri."
"Ya."
Aku tak tahan menahan air mata. Tiba-tiba kutumpahkan saja linangan air mataku. Aku malu harus mengakui semuanya di hadapan Banyu. Ia malah memberikanku selembar tissue.
"Buat apa?"
"Usap air matamu."
"Gak usah repot gitu, Banyu. Aku punya sendiri."
"Ini aku ambil di mejamu kok!"
"Oh ya. Kamu pergi sana. Bukannya banyak kerjaan?"
"Ini barusan selesai kukerjakan. Mangkanya kusempatkan menanyakan masalahnya padamu."
"Ya."
"Aku akan cari tahu lagi keberadaan bu Arifa. Kalau lewat jalur telepon tak berhasil, kita cari tahu rumahnya."
"Gimana caranya bisa tahu? Tanya bu Trista?"
"Entahlah. Lihat saja nanti."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Kustri
ngebut baca'a ampe g komen"
yg pasti sll kirim👍
2023-10-13
0