Banyu langsung mengeluarkan file yang dipinjam perusahaan. Ia menyerahkannya pada bu Trista.
"Saya tujuan kesini mau kasih file, Bu. Ini yang kemarin dipinjam oleh perusahaan." Ujar Banyu sambil menyerahkannya.
"Oh, baik. Nanti kalau bu Arifa sudah pulang dari Paris, akan saya beri tahu." Kata Bu Trista.
"Ini filenya menyangkut keseluruhan produk."
"Oke."
Aku hanya diam saja disini. Tanpa satu kata pun. Mau bicara dan melakukan apa, aku juga bingung. Banyu tampak memandangku terus. Seolah ia heran melihatku diam layaknya patung. Mengapa aku jadi tidak berguna sama sekali disini?
"Bu Arifa.."
Aduh, rasa haluku terlalu tinggi. Aku tiba-tiba menyebut nama bu Arifa.
"Ya, ada apa dengan bu Arifa?" Tanya Bu Trista.
"Eh, itu Bu. Maaf saya cuma pengen lihat bu Arifa saja." Jawabku.
Huh! Memang dasar aku. Terlalu jujur dengan jawabanku sendiri.
"Kamu ini bu Arifa terus dalam pikiranmu. Kamu sudah kangen yah sama bu Arifa?"
"Aku belum ketemu kok sudah kangen! Maaf Bu Trista, saya tidak ada maksud apa-apa bicara gitu. Banyu suka usil ngomongnya." Ujarku.
"Yah saya tahu Pak Banyu. lagipula, dia pimpinanmu. Kalau bisa panggil dia dengan nama Pak. Biar kita bisa saling menjaga hubungan. Walaupun Pak Banyu ini masih muda, dia tetap atasanmu." Ungkap Bu Trista.
Hatiku langsung tersentak mendengarnya. Ini juga jadi sindiran halus untukku. Namun yang dikatakan bu Trista ini benar. Ini salahku juga, aku seperti tak menghargai Banyu. Tapi Banyu sendiri yang buat aku bersikap seperti ini. Aku sadar selama ini salah. Nasehat bu Trista akan kudengar.
"Iya, maaf. Lain kali saya akan bersikap lebih sopan pada pak Banyu, Bu." Jawabku.
"Nah begitu. Saya suka kamu mau mendengar kritik." Ujar Bu Trista.
"Iya."
Aku langsung mengalihkan pandanganku pada Banyu. Dia seolah bergumam dalam hatinya. Melihatnya aku rasa tak tahan. Dia seraya menutup mulutnya dengan tangan. Raut wajahnya seperti hendak menertawakanku. Banyu saja orangnya seperti ini. Masa iya aku bisa langsung nyaman bersamanya. Adanya kami seperti Tom dan Jerry.
"Kami berdua pulang dulu yah, Bu." Pamit Banyu.
"Sudah mau pulang?"
"Iya Bu Trista. Masih ada banyak urusan kantor yang harus dikerjakan."
"Oh baiklah."
"Kami permisi pulang, Bu." Ujarku.
"Yah hati-hati!"
Aku dan Banyu bersalaman dengan bu Trista. Bu Trista kemudian mengantarkan kami hingga pintu ruangannya. Lalu, aku dan Banyu berjalan menuju lift. Kami hendak turun ke lantai dasar. Aku masih saja terus memerhatikan di sekitar. Seolah berharap aku bisa melihat bu Arifa.
"Ada apa lihat-lihat terus? Bu Arifanya jelas gak ada." Kata Banyu.
"Aku hanya memastikan saja."
"Kalau benar bu Arifa hilang, beritanya pasti sudah heboh. Apalagi keluarganya, pasti terus mencarinya."
"Kamu mau sempatkan ke rumah beliau gak?" Tanyaku.
"Aku mana tahu rumahnya." Jawab Banyu.
"Coba kita tanya sama reseptionis."
"Memang segampang itu tanya sama resepsionis?"
"Dicoba saja, lagipula kamu kepala cabang masa gak tahu."
"Duh. Aku ini baru beberapa bulan diangkat jadi kepala cabang."
"Hahaha, masih bau kencur dong."
"Enak aja."
"Yah memang enak!"
"Kamu saja tanya sendiri yah!"
"Kamu kok pelit gitu. Barangkali saja, kalau mereka tahu kamu kepala cabang di kasih tahu."
"Masa iya?"
"Ya iyalah." Ujarku sambil tersenyum.
Banyu langsung menghampiri meja resepsionis. Dia hendak bertanya alamat bu Arifa.
"Permisi, Mbak."
"Yah ada apa, Pak?"
"Saya kepala cabang Jee Enbiye Fashion."
"Baik, ada yang bisa dibantu Pak?"
"Saya mau tanya alamat rumah pimpinan bu Arifa boleh? Kebetulan ada keperluan dengannya."
"Maaf Pak. Bu Arifa sudah pesan pada kami. Beliau bilang, alamat rumah pribadinya termasuk privasi. Jadi, tidak bisa kita beri tahu."
"Walaupun saya ini kepala cabang tetap tidak boleh?"
"Yah. Beliau berpesan demikian, hanya manager dan asistennya yang boleh tahu."
Aku terperangah setelah tahu jawabannya. Manager dan asisten? Berarti manager pusat, bu Trista, dan pak Kusuma yang tahu rumah pribadi bu Arifa. Kenapa bisa seketat itu?
Akhirnya kami pulang dengan tangan kosong. Hanya mendapatkan petunjuk bu Arifa masih di Paris.
"Masa kamu gak boleh tahu alamatnya? Seprivasi itukah pimpinan perusahaan ini?"
"Setiap orang memang berbeda. Bu Arifa mungkin ada alasan menjaga privasinya."
"Berarti bu Arifa memang masih di Paris. Jadi siapa yang kulihat itu?"
"Jangan-jangan dia punya kembaran."
"Masa?"
"Tapi bohong."
"Bisa serius dikit gak kamu? Eh maaf Pak Banyu."
"Tumben mau panggil Banyu."
"Yah gitu deh."
"Berkat bu Trista. Akhirnya dia insyaf."
"Kamu yakin nyaman kupanggil bapak? Kedengaran tua loh!"
"Tua. Kita aja hampir seumuran. Panggil waktu lagi di kantor aja!"
"Hahaha."
"Berarti yang kamu lihat itu orang lain yah atau..."
"Atau apa? Sudahlah. Aku juga belum yakin bu Arifa di Paris."
"Sudah jelas kayak gitu, masih gak percaya."
***
Kami keluar dari gedung perusahaan. Saat menuju parkiran, kami dikagetkan dengan keadaan mobil.
"Aduh, mobilku kenapa? Masa bisa kempes sih bannya!"
"Iya. Kok di parkiran bisa kempes? sebelum kesini gak kan?"
"Aku gak tahu juga."
"Gimana sih Banyu. Masa mobilmu sendiri gak tahu? Jadi gimana ini?"
"Apa aku panggil mobil derek aja yah."
"Aduh. Masa iya aku dapat teror lagi."
"Teror?"
"Iya. Kemarin di rumah, jendela kamarku dilempar pakai kayu. Terus besoknya lagi, ada yang lempar atap rumah."
"Apa?"
"Kata suami dan mamaku, itu kemungkinan hanya angin atau binatang. Anehnya kejadian itu berturut-turut. Masa itu bisa kualami."
"Tapi kenapa sekarang mobilku yang jadi sasaran? Harusnya kan mobilmu."
"Mangkanya kamu ingat-ingat. Waktu kita sampai sini ban mobilmu sudah kempes belum?"
"Kayaknya gak, aku biasanya ngerasain sih kalau kempes."
"Iya, ini kan ban mobil. Kalau kempes tadi, masa kita gak tahu. Berarti ini baru kempesnya. Jangan-jangan tadi waktu kita di dalam ada yang kempesin!"
"Bentar, aku tanya dulu security sini."
"Security lagi. Lihat saja nanti, ujung-ujungnya pasti CCTV!"
"Aduh kok aku jadi apes gini!"
Banyu langsung menghampiri security. Ia bertanya apa ada yang mengempeskan mobilnya. Security bilang sama sekali tak ada. Kami pun melihat CCTV untuk memastikannya.
"Gak ada kan Mas." Kata Security.
"Iya, gak ada. Jadi kempes sendiri." Ujar Banyu.
"Mungkin ban mobil Mas sudah tipis."
"Saya baru ganti seminggu yang lalu kok Pak."
"Masa iya bisa kempes sendiri?" Gumamku.
Lalu akhirnya Banyu memutuskan mengganti sendiri ban mobilnya. Kebetulan ia ada ban mobil serep. Security sesekali ikut membantunya.
"Yakin kamu bisa Banyu?" Tanyaku.
"Bisalah. Gini-gini aku kan anak gunung." Pungkas Banyu.
"Apa hubungannya? Memangnya kamu makhluk gaib!"
"Mungkin."
"Kacau! Yakin gak panggil mobil derek nih?"
"Gak usah, aku bisa kok."
"Tenang, Mbak. Saya bantuin." Ungkap Security.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Kustri
scandal asisten & manager nih
2023-10-13
0