Bab 20 Bertemu dengannya

"Kamu yang tenang, Maurine. Simpan itu sebagai bukti!"

"Yah, akan kusimpan."

"Aku masih belum dapat petunjuk dengan pak Kusuma. Belum ada yang mencurigakan darinya. Padahal ia satu-satunya orang yang bisa kita kira."

"Itulah sebabnya kita gak bisa prasangka buruk dulu."

"Bisa jadi memang bukan dia."

Aku tak habis pikir ini semua terjadi. Rasanya aku ingin menumpahkan semuanya pada suamiku. Mas Alan mungkin bisa jauh lebih baik menenangkanku. Bagaimanapun dia seorang psikiater. Aku butuh perhatian darinya. Sampai kapan kupendam masalah ini pada mas Alan. Aku takut ia akan marah.

"Halo, Mas Alan?"

"Aku pulang larut malam hari ini. Pasienku minta di kontrol ketat."

"Kontrol ketat. Memangnya dia kenapa, Mas?"

"Dia tak bisa menenangkan diri. Hampir saja nyaris bunuh diri. Jadi keluarganya minta aku menanganinya."

"Yah, Mas. Lakukanlah yang terbaik. Aku baik-baik saja disini."

"Yah, Maurine."

Rasanya berat sekali. Aku harus jujur dengan Banyu. Sementara mas Alan, tidak. Mungkin aku memang harus jujur dengan mas Alan. Aku butuh ditenangkan dia.

Sudah larut malam, mas Alan belum pulang juga. Tadi ia bicara seolah panik sekali. Sepertinya ia sangat sibuk dengan pekerjaannya.

"Belum tidur juga Maurine?"

"Belum, Ma."

"Alan kenapa belum pulang?"

"Lagi ada klien yang harus ditangani, Ma. Kliennya mau bunuh diri dia bilang."

"Memang masalahnya apa?"

"Belum tahu. Dia kedengaran panik tadi."

"Kamu gak telepon lagi? Tanya kabarnya."

"Takut ganggu dia kerja, Ma."

"Dichat saja tak apa kan?"

"Yah."

Mama menyarankanku demikian. Sebaiknya memang harus kulakukan. Sudah pukul jam 11 malam. Lalu kucoba chat mas Alan.

Setelah kuchat, aku langsung tidur. Aku harus istirahat, kalau tidak aku bisa sakit lagi. Semoga mas Alan lekas pulang ke rumah. Aku harap dia baik-baik saja diluar. Terasa sangat sulit sekali. Aku tak dapat tidur. Pikiranku masih tertuju pada mas Alan. Ditambah lagi aku terus mengalami teror. Bahkan hal yang mengejutkan, Tami bisa terlibat.

Setelah beberapa jam, akhirnya mas Alan pulang. Aku bersyukur sekali ia sudah pulang. Hingga aku tak dapat tidur karena menantinya. Aku langsung terbangun dari kasur. Kemudian mas Alan mengajakku bicara.

"Belum tidur juga?"

"Gak bisa tidur lagi, Mas. Aku khawatir kamu belum pulang."

"Nanti kamu sakit lagi."

"Iya sekarang mau tidur. Setidaknya aku tenang Mas sudah pulang."

"Aku kan sudah telepon tadi. Aku pulang larut malam."

"Pasienmu gimana?"

"Dia sudah agak baikan."

"Syukurlah. Memang masalah apa sih, Mas?"

"Kamu jangan tanya sedetail itu tentang pekerjaanku. Bagaimanapun istri tidak boleh ikut campur."

"Yah, aku gak ikut campur selagi hal itu baik."

"Ya sudah."

"Mas, besok ada yang mau kubicarakan padamu."

"Bicara apa?"

"Besoklah kukasih tahu. Malam ini istirahat."

***

Hari minggu ini, aku dan mas Alan libur. Pagi ini aku mengajaknya joging. Kami berlari di sepanjang jalan. Jalanan ini sangat tenang. Banyak orang yang joging dan bersepeda disini. Apalagi udara pagi ini sangat sejuk.

"Mas, kita istirahat dulu disini."

"Ya."

Aku mengajak mas Alan istirahat. Kami duduk di taman. Sambil sesekali aku meneguk air putih. Kuminum untuk melepas dahagaku.

"Mas gak ngantuk menemaniku joging?"

"Gak apa. Olahraga sehat kok, kamu juga harus memulihkan kondisi kan?"

"Ya. Mas, aku mau bicara."

"Ayo bicara, aku akan dengarkan."

"Mas jangan marah yah."

"Kenapa aku harus marah?"

"Mungkin Mas akan marah setelah tahu."

"Memang masalah apa sih?"

Tiba-tiba ponsel mas Alan berdering. Ia kemudian mengangkatnya.

"Halo. Ada apa Mbak?"

Baru aku mau bicara, mas Alan sudah dihubungi seseorang. Katanya tadi mbak, memang siapa?

"Oke, nanti aku kesana."

"Siapa, Mas?"

"Klienku. Dia yang mau bunuh diri kemarin."

"Dikasih obat penenang saja. Memang kenapa dia, gila?"

"Depresi. Aku jam 9 ini harus kesana."

"Sekarang jam 8. Sebentar lagi."

"Yah. Kamu mau pulang jam berapa?"

"Sekarang saja, nanti Mas telat."

"Baiklah. Ayo pulang!"

"Mas gak capek? tahu gini aku urungkan niat tadi ajak joging."

"Gak apa. Kalau kelar, aku bisa istirahat sejenak di kantorku."

"Yah, Mas."

Kami pun pulang juga. Aku akhirnya mengurungkan niatku untuk jujur. Terpaksa aku pendam lagi. Nanti akan kucari waktu yang tepat. Selanjutnya akan kuceritakan dengan mas Alan. Aku sudah tak bisa menahannya lagi.

"Mas Alan pergi lagi, Ma."

"Hari minggu gini dia pergi? Seharusnya dia libur."

"Gak tahu, Ma."

"Nanti kamu mau gak Mama ajak ke Mall?"

"Ada yang mau Mama beli?"

"Daripada suntuk di rumah. Sekalian kita refreshing. Mama juga ada keperluan yang habis nih."

"Mama kalau belanja ribet. Nanti sampai malam pulangnya."

"Banyak belanjaan yang harus Mama beli. Yah, mau bagaimana lagi."

"Aku pengen mas Alan ikut juga bareng kita, Ma. Kapan yah bisa kayak gitu lagi?"

"Sabar sajalah. Suamimu kan lagi bagus kariernya. Barangkali saja, dia bisa jadi psikiater handal."

"Tapi gak enak, Ma. Semakin sibuk, semakin sulit cari waktu buat bareng."

"Yah, mau gimana lagi. Semoga Alam bisa meluangkan waktunya buat kamu."

"Ya."

"Gimana, jadi kan?"

"Ke Mall?"

"Yah."

"Hahaha. Mama pengen banget jalan-jalan yah."

"Ya iyalah. Suntuk di rumah terus. Sekali-kali pengen jalan ke mall."

"Oke Mama. Apa sih yang gak? Ayo lekas siap-siap!"

"Sip!"

"Hahaha."

Jangan sampai setelah mas Alan, mama yang terkena imbas. Aku akan terbiasa dengan teror ini. Asal jangan mamaku kalian ganggu. Cukup aku dan mas Alan saja yang menanggung kejadian itu. Tapi mencengangkan, paket bom kemarin bukan orang yang sama?

Kenapa mas Alan memutuskan kasus kemarin orang yang iseng saja? Padahal jelas aku sudah sering diteror.

***

Siang ini, aku dan mama menghabiskan waktu ke mall. Seperti biasa, setiap ke mall bawakan mama sibuk. Banyak sekali yang dibelinya. Sampai aku kelelahan mengikutinya. Mama memang jarang keluar seperti ini. Sekali ia keluar, rasa tak ada lelah di dirinya.

"Ma, gak capek apa mondar-mandir gitu?"

"Mau gimana lagi, banyak yang harus dibeli."

Aku rasanya mau duduk. Ternyata pegal juga lama berdiri sambil membawa troli. Kala itu, mataku seolah menangkap suatu celah. Aku seperti melihat bayangan orang yang kukenali.

"Erissa?"

Yah, benar itu dia. Tapi ia nampaknya hanya sendirian. Disaat weekend, dia hanya jalan sendiri? Memang tak ada teman, kerabat, atau pacar disisinya?

Tak mungkin ia seorang introvert. Lalu aku hendak mendekatinya. Aku ingin menghampirinya. Dia juga sudah kukenal. Lebih baik aku menegurnya.

"Erissa?"

"Yah, oh Mbak."

Dia tampak sangat elegan dengan setelan jas. Memang benar-benar jiwa desainer melekat di dirinya.

Terpopuler

Comments

Kustri

Kustri

perlu dicurigai sialan🤭

UP
UP
UP
💪💪💪

2023-10-13

0

Isli Herlina

Isli Herlina

lanjut thor,, 💪💪

2023-10-12

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Peristiwa Malam
2 Bab 2 Hal Tak Terduga
3 Bab 3 Terjebak Dalam Rasa Penasaran
4 Bab 4 Pengakuan Yang Tak Digubris
5 Bab 5 Kecurigaan
6 Bab 6 Perbuatan Orang Dalam (POV : Banyu)
7 Bab 7 Sedikit Petunjuk
8 Bab 8 Penghianatan Di Tengah Masalah
9 Bab 9 Dilema
10 Bab 10 Upaya Tak Sia - Sia
11 Bab 11 Teror yang Berlanjut
12 Bab 12 Menemukan Jejak
13 Bab 13 Menyelidiki Keluarga Direktur
14 Bab 14 Kontak Ponsel Direktur
15 Bab 15 Melacak Keberadaan Direktur
16 Bab 16 Kedatangan Sosok
17 Bab 17 Siapa?
18 Bab 18 Akibat dari Teror
19 Bab 19 Orang Dalam yang Tak Disangka
20 Bab 20 Bertemu dengannya
21 Bab 21 Hilang Rasa
22 Bab 22 Perlahan Terungkap
23 Bab 23 Aku Tak Ingin Pulang
24 Bab 24 Jejak yang Terhapus
25 Bab 25 Mengambil Kesempatan
26 Bab 26 Jawaban
27 Bab 27 Bukan Dia
28 Bab 28 Bisikan
29 Bab 29 Kembali Terulang
30 Bab 30 Maafkan
31 Bab 31 Aku Masih Penasaran
32 Bab 32 Ternyata Selama ini
33 Bab 33 Praduga Tak Bersalah
34 Bab 34 Pasrah
35 Bab 35 Bebas
36 Bab 36 Kembalinya Manager
37 Bab 37 Ingin Tahu Tentangnya
38 Bab 38 Telepon Misterius
39 Bab 39 Ancaman
40 Bab 40 Trauma
41 Bab 41 Penyesalan
42 Bab 42 Kesaksian Pertama
43 Bab 43 Tentang Dia
44 Bab 44 Patung Briana
45 Bab 45 Mencari Tahu
46 Bab 46 Mengungkap Misteri
47 Bab 47 Tak Menyangka
48 Bab 48 Aku Melihatnya
49 Bab 49 Kejadian Aneh
50 Bab 50 Kesaksian Kedua
51 Bab 51 Pengakuan Asisten
52 Bab 52 Sebuah Pilihan
53 Bab 53 Menyerahkan Bukti
54 Bab 54 Weekend
55 Bab 55 Pindah Kantor
56 Bab 56 Bangkit
57 Bab 57 Pertama Disini
58 Bab 58 Kiriman
59 Bab 59 Gambar dan Kode
60 Bab 60 Alamat
61 Bab 61 Mencoba Mengartikan
62 Bab 62 Memberi Alasan
63 Bab 63 Menjenguk Tami
64 Bab 64 Upaya Keluar dari Teror
65 Bab 65 Tak Bersua
66 Bab 66 Resign
67 Bab 67 Mulai Terbaca
68 Bab 68 Arti dari Surat
69 Bab 69 Arti Kode Berikutnya
70 Bab 70 Telah Lama Tak Bertemu
71 Bab 71 Di Sebuah Villa
72 Bab 72 Peristiwa di Villa
73 Bab 73 Pulang
74 Bab 74 Jejak
75 Bab 75 Benar Pelaku Orang Dalam (POV : Banyu)
76 Bab 76 Hubungan Rahasia
77 Bab 77 Terulang Lagi
78 Bab 78 Prasangka
79 Bab 79 Siapa Pelakunya?
80 Bab 80 Misteri Gudang
81 Bab 81 Alibi
82 Bab 82 Happy Ending
Episodes

Updated 82 Episodes

1
Bab 1 Peristiwa Malam
2
Bab 2 Hal Tak Terduga
3
Bab 3 Terjebak Dalam Rasa Penasaran
4
Bab 4 Pengakuan Yang Tak Digubris
5
Bab 5 Kecurigaan
6
Bab 6 Perbuatan Orang Dalam (POV : Banyu)
7
Bab 7 Sedikit Petunjuk
8
Bab 8 Penghianatan Di Tengah Masalah
9
Bab 9 Dilema
10
Bab 10 Upaya Tak Sia - Sia
11
Bab 11 Teror yang Berlanjut
12
Bab 12 Menemukan Jejak
13
Bab 13 Menyelidiki Keluarga Direktur
14
Bab 14 Kontak Ponsel Direktur
15
Bab 15 Melacak Keberadaan Direktur
16
Bab 16 Kedatangan Sosok
17
Bab 17 Siapa?
18
Bab 18 Akibat dari Teror
19
Bab 19 Orang Dalam yang Tak Disangka
20
Bab 20 Bertemu dengannya
21
Bab 21 Hilang Rasa
22
Bab 22 Perlahan Terungkap
23
Bab 23 Aku Tak Ingin Pulang
24
Bab 24 Jejak yang Terhapus
25
Bab 25 Mengambil Kesempatan
26
Bab 26 Jawaban
27
Bab 27 Bukan Dia
28
Bab 28 Bisikan
29
Bab 29 Kembali Terulang
30
Bab 30 Maafkan
31
Bab 31 Aku Masih Penasaran
32
Bab 32 Ternyata Selama ini
33
Bab 33 Praduga Tak Bersalah
34
Bab 34 Pasrah
35
Bab 35 Bebas
36
Bab 36 Kembalinya Manager
37
Bab 37 Ingin Tahu Tentangnya
38
Bab 38 Telepon Misterius
39
Bab 39 Ancaman
40
Bab 40 Trauma
41
Bab 41 Penyesalan
42
Bab 42 Kesaksian Pertama
43
Bab 43 Tentang Dia
44
Bab 44 Patung Briana
45
Bab 45 Mencari Tahu
46
Bab 46 Mengungkap Misteri
47
Bab 47 Tak Menyangka
48
Bab 48 Aku Melihatnya
49
Bab 49 Kejadian Aneh
50
Bab 50 Kesaksian Kedua
51
Bab 51 Pengakuan Asisten
52
Bab 52 Sebuah Pilihan
53
Bab 53 Menyerahkan Bukti
54
Bab 54 Weekend
55
Bab 55 Pindah Kantor
56
Bab 56 Bangkit
57
Bab 57 Pertama Disini
58
Bab 58 Kiriman
59
Bab 59 Gambar dan Kode
60
Bab 60 Alamat
61
Bab 61 Mencoba Mengartikan
62
Bab 62 Memberi Alasan
63
Bab 63 Menjenguk Tami
64
Bab 64 Upaya Keluar dari Teror
65
Bab 65 Tak Bersua
66
Bab 66 Resign
67
Bab 67 Mulai Terbaca
68
Bab 68 Arti dari Surat
69
Bab 69 Arti Kode Berikutnya
70
Bab 70 Telah Lama Tak Bertemu
71
Bab 71 Di Sebuah Villa
72
Bab 72 Peristiwa di Villa
73
Bab 73 Pulang
74
Bab 74 Jejak
75
Bab 75 Benar Pelaku Orang Dalam (POV : Banyu)
76
Bab 76 Hubungan Rahasia
77
Bab 77 Terulang Lagi
78
Bab 78 Prasangka
79
Bab 79 Siapa Pelakunya?
80
Bab 80 Misteri Gudang
81
Bab 81 Alibi
82
Bab 82 Happy Ending

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!