Sebenarnya apa yang terjadi disini? Aku jadi kehilangan hasrat bekerja. Aku ingin melanjutkan menyelidiki peristiwa ini. Tapi Maurine itu keras kepala sekali. Aku berharap mendapatkan petunjuk. Andai saja Maurine mau mendengarkan kataku, bukan manager.
"Banyu!"
"Apa? Maurine!"
"Kenapa kaget gitu lihat aku?"
"Kamu mau ganggu pekerjaanku yah?"
"Itu mangkanya aku gak suka kamu. Baru mau bicara, pikiranmu sudah negatif gitu."
"Bicara apa?"
"Gak jadi."
"Eh tunggu!"
"Apa?"
"Ayo bicara!"
"Aku berubah pikiran. Manager terkesan cuek dengan masalah ini. Bagaimana kalau kita berdua cari barang buktinya dulu?"
"Hahaha. Akhirnya kamu sadar juga."
"Sudahlah Banyu, ayo serius!"
"Aku serius kok."
Rasanya hanya membuang - buang waktuku saja. Si Maurine ini bisa-bisanya bertemu bu Arifa. Entah itu bu Arifa apa bukan. Ini akibat dia lembur sendirian di kantor. Maurine ini kadang lucu juga. Kalau bertengkar dengan dia, tanduknya sampai keluar. Biar saja kucandain dia terus. Bahkan sampai kepepet pun bakal kukerjai dia. Tapi kasihan juga, tak ada orang yang bisa dia bagi cerita. Aduh, Maurine! Masa iya aku ini seolah pahlawanmu. Apa lebih tepatnya angel buat kamu? Aduh.
"Mikir apa aku ini?"
"Pikiranmu itu kotor terus."
"Tuh bener kan, lagi-lagi si Maurine!"
"Kenapa salah?"
"Sedikit."
"Dasar Banyu!"
Aku tak kuasa menahan tawaku ini. Setiap dekat Maurine aku selalu ingin tertawa. Dia ini sebenarnya tidak terlalu lucu. Mukanya juga bukan muka komedian. Benar saja, aku suka dia? Tidak, Maurine ini sudah punya suami. Ih, masa aku suka sama istri orang. Kayaknya pikiranku lagi kacau. Sebaiknya aku cuci muka dulu.
"Mau kemana kamu?"
"Ke kamar mandi, mau ikut?"
"Ih jorok."
"Ke kamar mandi cuci muka kok."
"Pikiranmu maksudku."
"Hahaha. Sana kerja!"
***
Siang ini aku meeting di ruang rapat. Sangat menjenuhkan sekali hari ini.Seolah tidak terjadi apa-apa disini. Sikap manager pun sangat tenang. Tidak ada satupun gelagat yang mencurigakan. Aku yakin, kejadian di rekaman itu pasti ada orang dalam. Ada satu rekaman yang membuatku curiga. Tapi, nanti aku lihat lagi setelah meeting. Maurine pulang duluan gak yah? Atau sebaiknya aku ajak dia ke cafe dulu sambil tukar pikiran. Hey, Banyu! Kenapa seolah-olah aku ingin mengajak dia ngedate sambil pedekate?
"Maurine!"
"Ada apa?"
"Pulang nanti, kamu mau perlihatkan videonya lagi?"
"Kenapa?"
"Aku penasaran dengan video yang terpotong itu."
"Sama, aku juga. Kemungkinan itu kejadian saat bu Arifa teriak."
"Teriak?"
"Yah, dia minta tolong."
"Aku tidak aman kalau kita lihat disini. Gimana kalau kita lihat di tempat lain?"
"Dimana?"
"Cafe atau dimana?"
"Oke. Cafe coffee aja yah."
"Sip!"
Aduh, kok aku jawabnya semangat sekali. Sudahlah jangan berpikiran aneh. Ini untuk urusan dan kebaikan kantor.
"Maurine, kamu ada bicarakan lagi sama manager tentang ini?"
"Percuma. Manager seolah tak peduli dengan masalah ini. Hubungannya sama bu Arifa itu sangat dekat. Pikirku mustahil juga kalau ia tak tahu kabarnya. Kalau bu Arifa kesini, ia pasti tahu lebih dulu."
"Mereka itu kan tidak sedekat dulu lagi. Kamu gak tahu hubungan keduanya sudah berbeda."
"Tahu dikit sih. Tami pernah cerita padaku. Memang masalah apa yang membuat hubungannya renggang? Manager masih tetap mau bertahan di kantor ini. Mereka kan tidak sedekat dulu lagi."
"Kalau pun merenggang bukan berarti pak Kusuma akan berhenti. Tapi entahlah kalau seiring berjalannya waktu. Bisa jadi dia dipecat, bisa juga dia mengundurkan diri."
"Apa tidak tanyakan saja sama orang terdekat bu Arifa? Ada gak kira-kira orang yang bisa kita tanya tentang keberadaannya?"
"Ada. Aku bisa tanya mbak Trista, asisten bu Arifa. Dia katanya lagi ada di kantor pusat. Tapi aku takut, dia itu orang kepercayaan. Takutnya bu Arifa bisa saja pesan kepadanya untuk jaga rahasia."
"Benar juga. Gak ada yang lain yah?"
"Percuma. Mau ditanyakan, jawabannya pasti sama. Sama kayak aku."
"Kalau Tami?"
"Tami itu cuma tim creative. Masa iya, masih mending aku lah. Jabatanku di atas dia."
"Cuma jadi kepala cabang aja sombong."
"Apa sih, memang kenyataannya begitu."
"Huh!"
"Kenapa kesal gitu?"
"Gak lah. Pengen bilang huh aja."
"Kamu ini lucu."
"Lucu dari mananya?"
"Semuanya. Kamu itu koplak, suka aneh sendiri."
"Itu mangkanya bete kalau ngomong sama kamu!"
"Memang ngomongku kayak apa?"
"Kayak ngomong sama batu!"
"Hahaha. Bisa aja."
"Kok gak marah?"
"Kenapa harus marah?"
"Aku becandain kamu keras gitu loh."
Maurine ini aneh, dia becandanya keras begitu. Tapi, dia malah kaget sendiri. Takut kalau aku marah. Pantas saja dia dapat masalah serumit ini. Harus kuapakan dia sebaiknya biar bersikap wajar? Hahaha.
Tapi dia sendiri menilaiku selalu aneh. Mungkin kami berdua sama-sama aneh. Jangan sampai karena keanehan, masalah ini bertambah rumit.
"Diam aja kamu Banyu. Mikirin apa?"
"Aku ragu masalah ini bisa cepat kita ungkap."
"Kenapa bisa ragu sih?"
"Kita tidak ada orang yang tepat untuk membantu masalah ini."
"Kamu mau libatkan siapa lagi? Pak Yanip atau pak Budian?"
"Kalau bisa mereka rekan kerja kita."
"Jadi kamu mengharapkan siapa? Pak Yanip dan Budi menurutmu bukan rekan kerja?"
"Selain mereka."
"Kamu kok kayak gak yakin gitu bisa kita ungkap. Aku takut semakin banyak saksi, semakin banyak masalah yang berkembang."
"Kamu kok takut gitu. Kita ini sepertinya sama-sama aneh. Aku gak mau masalah ini sulit selesai."
"Kamu aja yang aneh. Masa aku dibawa-bawa. Aku normal yah, selama ini aku sudah berusaha menghadapimu!"
"Iya jujur, kita ini sama-sama aneh. Jadi kalau untuk mengungkap hal ini harus cerdas. Kalau aneh, masalah ini akan mengambang."
"Mengambang apanya? Kamu ajak saja Tami. Bila perlu seisi kantor kamu ajak. Gak habis pikir aku sama pemikiranmu."
"Haha. Yah sudahlah nanti kuurusi sendiri. Biar tidak ada banyak keanehannya."
Maurine langsung memukul bahuku dengan buku. Ia tampak kesal sekali. Sepertinya dia memang tidak mau dianggap aneh.
"Sudahlah. Bicara sama kamu kepalaku jadi berputar-putar. Hingga aku gak tahu harus finish sampai mana?! Coba saja jangan kamu yang tahu masalah ini. Biar aku ajak pak Yanip dan pak Budi saja. Berurusan sama kamu tambah rumit."
"Aku memang rumit. Tapi hanya aku saja yang tahu masalahmu kan? Bahkan tanpa kamu beri tahu."
"Gak usah bangga sampai senyum-senyum gitu! Kamu itu memang kepo, mangkanya ada saja masalah. Gak ada masalah, kamu malah cari-cari sendiri Banyu."
Maurine ini benar-benar melawanku. Padahal jabatanku di atasnya. Herannya aku tidak bisa marah sama dia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Nurgusnawati Nunung
masih abu abu
2023-10-24
0
Maria Elizabeth Pereira
Kepayang
2023-09-28
0