Aku curiga, manager saja tidak percaya padaku. Bahkan, ia terkesan cuek. Mungkin ia menganggapku ini masih karyawan baru. Bisa jadi seperti itu. Aku tak harus memikirkan pendapat orang seperti Banyu ini. Jangan sampai aku tersesat karena dia.
"Maurine!"
"Apa sih?"
"Kamu ini diam saja. Ya sudahlah."
"Selesaikan saja sana pekerjaanmu!"
"Kamu ini payah. Tadi kamu yang mintaku untuk sadar."
"Sadar gimana maksudmu?"
"Kalau seandainya ini akan menjadi kasus, Bagaimana?"
"Manager saja bilang tidak ada apa-apa."
"Kamu tidak bilang ada bu Arifa?"
"Sudah. Dia bilang mungkin itu orang lain yang mengaku-ngaku."
"Ya sudahlah. Aku banyak kerjaan."
Banyu tampak kecewa, aku pun masih ragu. Rasanya memang ada yang mengganjal. Mustahil sekali di tengah malam itu, ada orang lain yang menyusup. Aku lekas mencari tahu bukti lain. Satu-satunya orang yang bisa kumintai tolong hanya Banyu. Tapi ia seperti sudah sangat kecewa padaku.
Aku memperhatikan di sekitarku. Setiap sudut kuperhatikan dengan detail. Sebenarnya apa yang terjadi? Aku jadi ingin lebih tahu tentang manager. Kurasa manager terlibat dengan kejadian malam itu. Hujan di kala itu sangat deras. Aku kurang jelas mendengar apa yang terjadi.
"Hey, Maurine!"
"Banyu."
"Banyu?"
"Oh, Tami!"
"Kok Banyu, sih? Ada apa ayo sama Banyu?"
"Ada apa? Gak kenapa-napa kok."
"Hahaha."
"Idih! emang kenapa sama cowok tengil itu?"
"Kamu tiba-tiba panggil dia. Kulihat kamu ngelamun aja dari tadi. Kupanggil malah sebut Banyu."
"Peduli amat, gak penting dia."
Aku jadi kaget, Tami memanggilku sedari tadi. Tapi naifnya kenapa aku kira Banyu. Mungkin otakku sudah dipenuhi oleh masalah ini. Banyu pun sampai tahu semuanya. Tapi ia sekarang seolah menyerah.
"Kamu tadi ke ruang manager yah?" Tanya Tami.
"Iya. Kamu lihat aku masuk ke ruangan manager?" Tanyaku balik.
"Gak. Banyu tadi bilang kepadaku."
Aduh! Banyu kok bilang ke Tami. Nanti Tami malah banyak tanya ke aku. Memang anak itu tidak bisa jaga rahasia. Tapi sudahlah, manager juga akan membicarakan kepada yang lainnya. Kelak orang seisi kantor juga akan tahu.
"Tidak usah dipikirkan omongan Banyu. Kamu gak tahu aja dia kayak gitu."
"Masa iya Banyu gak bagus orangnya. Anaknya ganteng kok. Memang sih agak sedikit urakan. Orangnya juga baik banget."
"Kamu yakin bilang dia baik, Mi?"
"Memang iya, dia sangat manis orangnya."
"Jangan-jangan kamu suka sama dia..hayo!"
"Aku suka lihat kepribadiannya aja."
"Hati-hati, nanti dari suka sifatnya malah ke orangnya."
"Masa iya?"
"Hahaha."
Sekarang malah aku yang berbalik meledek Tami. Tapi bisa jadi ia memang suka. Wajar saja, mereka juga sama-sama single. Jadi tak apa kalau saling suka. Malah aku yang aneh. Idih, jangan sampai aku suka orang kayak gitu. Aku ini sadar sudah jadi istri orang.
"Aku ke meja kerja dulu yah. Ada laporan yang harus kuselesaikan." Ujar Tami
"Yah." Jawabku.
Dari kejauhan, aku melihat Banyu. Ia tampak seperti orang yang galau. Entah apa yang dipikirkannya. Mungkinkah ia masih bimbang memikirkan masalah ini?
Masa sampai segitunya ia memikirkannya. Seharusnya aku yang bimbang dengan masalah ini. Aku sangat kaget ketika Banyu melihat ke arahku. Sepertinya ia sadar kalau aku melihatnya dari tadi.
***
Saat pulang, aku tak mendapati mas Alan di rumah. Tak tahu dia kemana saat ini. Aku coba menyakanya pada mamaku.
"Ma, mas Alan kemana yah?"
"Gak tahu. Dia belum pulang dari tadi."
"Belum pulang?"
"Ya. Kamu itu harusnya jangan terlalu sibuk dengan pekerjaan. Aku pulang sendiri pakai mobil. Alan juga, Mama heran kalian jalan masing-masing. Mama bukannya mau nakuti kamu. Zaman sekarang ini berbeda dengan dulu. Sekarang ini pelakor sudah menyebar dimana-mana. Mama takut kalau kamu jarang jalan sama Alan. Hati-hati loh, Maurine!"
"Duh Mama, jangan bilang kayak gitu. Aku jadi parno kan jadinya."
"Mangkanya kamu itu harus terus waspada. Mau secantik apapun kamu. Kalau yang namanya pelakor tetap pelakor. Tidak ada ruang batasnya."
"Yah, Ma. Makasih sudah ingatin aku."
Mama terus menasehatiku tentang hubungan kami. Aku sadar hubungan aku dan mas Alan sedikit merenggang. Rasanya jadi khawatir mas Alan bisa berubah. Aku juga seharusnya lebih pengertian. Tak seharusnya aku sesibuk ini.
Di kamar, aku masih melihat rekaman cctv itu. Berulang kali terus memutarnya. Masalah ini sungguh rumit. Benar-benar membuatku kehabisan nyali. Tanpa kuketahui, tiba-tiba ada seseorang yang melempar jendela kamar.
Tek!
Aku langsung berlari melihat asal suara itu.
"Hey, siapa?"
Aku langsung membuka gordyen jendela. Kuperhatikan di sekitar pekarangan rumah. Tak ada satupun orang. Detak jantungku berdenyut kencang. Tubuhku ini rasanya gemetaran. Mungkinkah aku mulai mengalami teror?
Aku langsung berlari keluar kamar. Kemudian kuambil segelas air putih dan meneguknya. Nafasku terasa sesak dan berkeringat.
"Ada apa Maurine? Kenapa kamu ngos-ngosan gitu?" Tanya Mamaku.
"Tadi ada orang yang melempar jendela kamar, Ma. Aku gak tahu siapa. Dia sepertinya melempar pakai benda tumpul.
"Coba lihat keluar, barangkali ada orang diluar sana!"
"Iya coba lihat, Ma."
Secara bersamaan, mas Alan pulang. Mobilnya tampak baru masuk ke dalam pagar. Aku langsung khawatir dan spontan membuka pintu. Mamaku jadi mengurungkan niatnya mengintip dari jendela. Aku takut terjadi apa-apa pada mas Alan.
"Mas!" Panggilku.
Ia langsung turun membuka pintu mobilnya.
"Ada apa? Ayo cepat buka garasinya!" Pinta Mas Alan.
"Tadi kayaknya ada orang mau menerorku."
"Masa sih? Jangan berpikir yang aneh-aneh deh."
"Benar Mas."
Aku langsung keluar mendekat ke arah mas Alan.
"Mas tahu gak? Tadi ada yang melempar jendela kamar."
"Mungkin angin."
"Coba kita lihat ke arah luar jendelanya."
"Ayo."
Kami langsung melihat ke arah jendela. Aku kaget bukan kepalang. Ada sebuah balok kayu kecil tergelatak. Benda tergelatak di depan jendela kamar.
"Ini ada. Siapa yang lempar?"
"Mungkin sudah ada dari tadi."
"Tapi jelas ada yang melempar, Mas."
"Sudahlah ayo masuk! Gak baik lama-lama diluar."
"Yah."
"Tolong bukakan pintu garasinya!"
"Sebentar."
Aku secepat mungkin membuka pintu pagar. Setelah pintu terbuka, mas Alan langsung memasukkan mobilnya.
"Lain kali dilihat yang jelas. Jadi kamu tak salah kira."
"Tapi benar kok ada yang lempar jendelanya, Mas."
"Ya sudah. Kamu hati-hati saja. Kalau ada yang lempar lagi, kamu langsung lihat!"
"Tadi itu aku langsung lihat, Mas. Tapi tak ada orang diluar."
"Mungkin benar perasaanmu saja."
"Gak mungkin!"
"Besok-besok aku mau pasang cctv saja."
"Yah terserah kamu."
Aku benar-benar takut dengan kejadian ini. Aku merasa terancam. Bagaimana kalau ini ada hubungannya dengan Bu Arifa?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Nurgusnawati Nunung
hayuuu... siapa yaaa
2023-10-24
0
Kustri
mantabb
2023-10-12
0
Cesar Cesar
Kagum maksimal😍
2023-09-25
0