ANGKASA

ANGKASA

Toko Roti

Sophia berjalan riang sambil memikul pel lantai, bersenandung sambil menari kecil.

"Ibu, ayah, kalian tidak perlu khawatir lagi pada aku dan Peter di sini, karena aku sudah punya pekerjaan dengan gaji yang lumayan besar. Kalian berisitirahat dengan tenanglah di atas sana, kami di sini tidak akan lelah untuk bertahan hidup untuk melanjutkan perjuangan kalian," ucap Sophia menatap langit-langit kamar mandi di tempat kerjanya.

Hari ini adalah tepatnya ke 1 tahun ayahnya meninggal, dan 6 bulan ibunya juga menyusul ayahnya. Ayahnya meninggal saat bekerja di sebuah proyek bangunan, sementara ibunya meninggal karena sakit yang dideritanya selama bertahun-tahun.

Orangtuanya tak meninggalkan harta sedikit pun, wajar saja karena keluarganya miskin. Namun meski begitu ia tidak mengeluh sama sekali, toh hidup bukan tentang harta tapi tentang sejauh mana kamu bisa bersyukur. Setidaknya itu makna hidup menurutnya.

Walaupun tidak munafik bahwa dirinya ingin sekali menjadi orang kaya supaya bisa menghidupi adik dan dirinya dengan baik.

"Sophia, jika sudah selesai di sana, tolong bantu kami di sini!" teriak Milly pekerja sekaligus pemilik dari toko roti.

"Ah, baik. Aku datang," balas Sophia meninggalkan segala alat pembersih di pojok kamar mandi, segera berlari untuk memenuhi panggilan bosnya.

"Hari ini kita kedatangan pelanggan yang cukup banyak. Sepertinya kamu harus bekerja lembur hari ini. Kamu jangan khawatir, aku akan menambah upahmu," jelas Milly sambil memegang nampan berisi makanan yang dipesan.

"Tentu," jawab Sophia langsung berlari ke dapur. Terkadang jika sedang banyak pelanggan seperti hari ini, dirinya akan membantu membuat roti.

Dirinya bisa membuat roti karena dahulu ibunya pun pernah menjadi seorang pembuat roti di toko roti juga. Ia menghabiskan masa kecilnya untuk ikut kerja bersama ibunya alih-alih bermain seperti anak kecil lainnya.

"Hai, Sophia kenapa kamu berseri-seri begitu?" tanya Eve, wanita paruh baya yang menjadi kokinya.

"Aku sangat bahagia karena hari ini kita kedatangan banyak pelanggan, meski aku tidak akan kebagian sisa roti tapi aku pasti mendapat uang tambahan dari bos, dengan begitu aku bisa membelikan Peter makanan yang enak sesekali. Aku sangat bahagia karena itu."

"Kamu kakak yang sangat baik, Sophia. Jangan lupa untuk membuat dirimu bahagia juga!"

"Ah, tentu saja. Terima kasih." Sophia memasukkan roti yang sudah dibentuknya ke dalam open.

Setelah beberapa bulan terus bekerja di tempat yang salah, akhirnya kini ia menemukan pekerjaan yang cukup membuatnya bahagia juga, selain itu gaji dan pekerjaannya pun sepadan.

Bos, teman kerja, bahkan pelanggan yang datang pun ramah-ramah, pokoknya ia sangat suka dengan toko roti ini. Semoga toko roti ini diberkati sehingga selalu banyak pelanggan.

"Sophia, datanglah ke sini! Aku perlu bantuan mu," perintah Milly

Sophia segera bergegas menemui bosnya.

"Tolong hantarkan minuman dan roti ini ke meja paling belakang!"

"Yang empat orang itu?" tanya Sophia memastikan.

"iya. Tidak perlu terburu-buru, hati-hatilah!"

"Baik." Sophia menerima nampan berisi 4 minuman juga satu nampan lagi ada 4 piring yang di atasnya jenis roti yang berbeda-beda.

Toko roti ini mungkin kecil, tapi tempat ini tidak hanya menyediakan roti saja, di sini juga bisa sambil minum jikalau itu hanya sekedar teh hangat atau pun kopi.

Sophia berjalan dengan langkah yang lambat karena berhati-hati, mulutnya tak berhenti bersenandung bahagia, pikirannya sibuk mencari menu makanan yang harus dibelinya untuk Peter nanti saat pulang.

Sophia memejamkan matanya sebentar untuk mencoba menghilangkan rasa lelahnya, kakinya tetap berjalan.

Suara piring dan gelas kaca yang pecah terdengar nyaring di seisi toko, pecahan gelas dan kaca juga roti yang masih utuh dan genangan air dari minuman begitu berserakan di atas lantai.

Itu adalah Sophia yang tanpa sengaja menubruk tubuh seseorang.

"Maaf! Tolong maafkan aku!" pinta Sophia terus membungkuk dan mengangkat badannya sebagai tanda permintaan maaf.

"Aku mohon, maafkan aku. Aku tidak sengaja melakukannya."

"Maafkan aku!"

"Maafkan aku!"

Celaka dirimu, Sophia. Batin Sophia dengan mulut yang terus meminta maaf.

"Berhenti meminta maaf. Maaf mu, tidak akan membuat pakaianku bersih kembali," ucap pria yang ditubruk Sophia begitu dingin sambil mengeprik-ngeprik pakaiannya.

Sophia berlari untuk mengambil tisu di atas meja, karena tergesa-gesa tanpa sengaja kakinya malah menginjak pecahan gelas dan piring, akan tetapi Sophia bertindak biasa seakan tak merasa sakit di kakinya.

"Izinkan aku untuk membersihkan pakaian mu, Tuan!" izin Sophia hanya terus menunduk. Dirinya terlalu takut untuk melihat seseorang yang ditabraknya. Laki-laki yang ada di hadapannya saat ini pasti orang kaya yang jahat.

Angkasa langsung mundur satu langkah ketika Sophia sedikit lagi akan menyentuh dirinya.

"Itu tidak perlu," ucap Angkasa dingin.

Laki-laki yang ditabrak Sophia baru saja tak lain dan tak bukan adalah Angkasa, seorang pengusaha muda yang amat kaya raya bahkan membuat namanya menjadi nama paling teratas di jajaran orang terkaya.

Angkasa terkenal akan kesuksesannya, juga karena sikapnya yang dingin dan tegas. Banyak yang menyukainya, namun hanya segelintir orang saja yang berani bertatap muka dan berbicara untuk waktu yang lama dengan Angkasa.

Rata-rata rekan bisnis atau orang biasa akan berbicara secara singkat dengan Angkasa, bukan karena tak suka akan tetapi mereka takut melakukan atau mengucapkan kalimat yang salah yang akhirnya akan membuat Angkasa marah.

"Sophia, bagaimana kamu bisa seceroboh ini? Kamu menabrak orang yang paling berpengaruh di kota ini. Aku tidak ingin terseret ke dalam masalah yang kamu timbulkan. Mulai saat ini kamu dipecat," putus Milly bahkan di hadapan Angkasa.

"Apa?" Mata Sophia melebar di waktu itu juga, bibirnya langsung terbuka, dan hatinya pun mulai bergemuruh dengan rasa sesak yang mendorongnya untuk menangis.

"Aku sungguh minta maaf atas kecerobohan ku! Aku mohon jangan keluarkan aku dari sini, aku butuh uang untuk,-"

"Sophia, pergilah! Aku tidak akan memberikanmu gaji terakhir karena kamu telah memecahkan barang-barang di toko ku. Pergilah, Sophia!" usir Milly menujuk ke arah pintu, namun kepalanya masih menunduk sebagai tanda hormat kepada Angkasa. Meski Angkasa lebih muda darinya, tapi ia tetap tidak bisa memperlakukan Angkasa seperti yang lainnya.

Sophia tak memiliki pilihan lain, dengan kaki yang tertatih-tatih, ia keluar dari toko, langsung disambut oleh gemercik air hujan yang turun begitu deras.

Satu tetes air mata mengalir membasahi pipinya, tak terlihat karena wajahnya sudah terkena cipratan air hujan.

"Tuhan, kenapa aku selalu sial di hari hujan?" Sophia menatap gelapnya langit malam, memeluk dirinya sendiri sambil menahan perih yang semakin menjalar ke seluruh tubuhnya.

Sophia duduk di depan sebuah toko pakaian yang letaknya tak jauh dari tempatnya bekerja, berteduh karena sudah tak kuat menahan dinginnya air hujan yang bercampur dengan rasa perih dari kakinya yang sampai saat ini mengeluarkan darah.

Mobil hitam yang dirinya kenal tiba-tiba berhenti di depannya, seorang wanita berumur 40 tahun keluar dari mobil tersebut sembari membawa seorang anak laki-laki di pangkuannya.

"Sophia, maafkan aku, tapi aku harus pergi ke rumah kerabatku yang meninggal. Aku tidak bisa membawa Peter ke sana," lirih Maria. Dia adalah tetangga sekaligus wanita yang dengan sukarela menjaga Peter ketika Sophia sedang bekerja.

"Tidak apa. Terima kasih karena sudah menjaga adikku. Aku turut berdukacita atas kepergian kerabatmu. Semoga kalian semua diberikan ketabahan. Maafkan aku karena sepertinya aku tak bisa ikut bersama mu."

Sophia berlagak baik-baik saja, berdiri dengan tegak lantas mengambil Peter dari pangkuan Maria.

"Amin. Doa mu sudah cukup. Kamu tidak perlu datang ke rumah kerabat ku. Aku memahami mu, Sophia."

"Pakailah ini!" Maria memberikan payungnya akan tetapi langsung ditolak Sophia.

"Aku juga memiliki payung hanya saja tadi dipinjam terlebih dahulu oleh pemilik toko ini untuk membeli makanan katanya. Kamu pergilah saja," bohong Sophia. Maria sudah sangat baik padanya, ia malu jika harus terus menerima kebaikannya.

Maria pun akhirnya pergi bersama dengan mobilnya, meninggalkan Sophia bersama Peter.

Sophia menatap Peter yang pucat wajahnya. Lagi-lagi air matanya menetes tak kuasa menahan sakit di hatinya. Saking dinginnya cuaca malam ini, bahkan air matanya pun terasa lebih panas dari biasanya.

"Maafkan aku karena aku tidak bisa menjadi kakak yang baik untukmu," lirih Sophia memeluk Peter.

"Aku sudah lelah dengan ketidakadilan Tuhan ini, Peter. Aku sungguh sudah lelah harus terus bertahan hidup di kesengsaraan ini."

"Aku membenci diriku sendiri karena aku tak bisa memenuhi satu janjiku pun padamu."

Sophia menerobos menerjang derasnya hujan, memeluk begitu erat Peter, air matanya tak berhenti mengalir membuat pandangannya menjadi kabur, jalannya tertatih-tatih menahan rasa sakit.

"Haruskah kita meninggal saja, Peter?"

"Ayo, kita bersama-sama menyusul ayah dan ibu! Mungkin jika bersama mereka jikapun kita tetap miskin, kita akan bahagia karena ada mereka bersama kita."

Sophia mencium kepala Peter sangat lama, pikirannya terus mencoba untuk meyakinkan hatinya untuk supaya dirinya pergi saja selamanya dari dunia ini.

Terpopuler

Comments

SUKARDI HULU

SUKARDI HULU

Nih sudah mampir kk, jangan lupa mampir juga y❣️🫰🙏

2023-09-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!