Cantik,
Tinggi,
Berkarisma,
Menawan,
Elegan,
Dan anggun.
Itulah sosok dari Abigail Phoenix. Adik dari Angkasa yang saat ini berkuliah di negeri orang. Jarang sekali ia pulang ke rumahnya. Dalam setahun mungkin terhitung hanya satu kali ia mengunjungi kakaknya.
Abigail merasa nyaman, suka, dan betah tinggal di sana, semua temannya juga ada di sana, di sini ia hampir tak punya teman, jadi ia tak punya alasan untuk sering pulang ke rumahnya. Dan lagi ia malas dengan sikap kakaknya yang seperti kulkas satu miliar pintu padanya. Satu pintu memang tidak cukup.
Meski penampilannya anggun, bukan berarti sikapnya juga anggun. Abigail itu,
Petakilan,
Ceria,
Banyak bicara,
Pelupa,
Pemarah,
Menggemaskan,
Mengesalkan,
namun meski begitu ia memiliki hati yang baik. Sifatnya kebalikan dari Angkasa.
Abigail menapakkan kakinya ke tanah rumahnya. Setelah satu tahun tak pulang, tepatnya hari ini akhirnya dirinya pun pulang. Itu pun karena kakaknya yang menyebalkan berhenti mengirimnya uang tanpa motif apa pun. Terpaksa dirinya harus pulang dan meminta penjelasan.
Abigail membuka kacamatanya tatkala turun dari mobil, niatnya ingin terlihat keren oleh orang rumah namun matahari sangat bermusuhan dengannya. Matahari sialan itu malah menyilaukan matanya dan membuat dirinya terpaksa memakai kacamatanya lagi.
"Nona Abigail, selamat datang!" sambut Agatha menghampiri Abigail dan mengambil semua barang bawaannya.
"Arthur, aku membawa coper, tolong ambilkan, ya!" pinta Abigail kemudian melanjutkan langkahnya.
"Tempat ini tidak banyak berubah, ya," ucap Abigail melihat sekitarnya.
"Tuan Muda memang tidak menyukai perubahan,-"
"Apa kalian masih memanggil Angkasa itu tuan muda? Dia bukan lagi tuan muda, seharusnya panggil saja dia tuan tua karena umurnya pun sudah tua," sergah Abigail menyilangkan tangannya di dada.
Ia lantas masuk ke dalam rumah. Terkejut? Tidak. Terkesima? Apalagi itu. Tidak sama sekali. Semuanya sama saja seperti setahun yang lalu, setahun yang lalu lagi, dan setahun yang lalunya lagi.
Para maid berjajar di ruang tengah, termasuk Sophia dan adiknya.
Abigail melihat pada Sophia. Ia melepaskan kacamatanya sambil berjalan mendekati Sophia.
"Sepertinya di sini ada yang berubah," celetuk Abigail menatap dari atas sampai bawah Sophia.
"Apa kau maid baru di sini?" tanya Abigail pada Sophia dengan mendekatkan wajahnya pada Sophia untuk mengintrogasi nya.
"Iya, N-nona?" Sophia tak berani untuk membalas tatapan Abigail.
"Apa ini anakmu?" tanya Abigail menujuk Peter.
"Dia adikku," jawab Sophia melepaskan genggaman tangannya bersama Peter.
Abigail diam menatap silih berganti Sophia dan Peter, membuat yang lainnya ikut takut tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Mereka sangat berharap kalau Abigail tidak melakukan apa pun terhadap Sophia, karena jika Angkasa sampai tahu maka mungkin semua maid akan kena getahnya.
"Oho...gemasnya makhluk kecil ini," puji Abigail mengacak-acak rambut Peter. Ia berjongkok demi melihat jelas wajah Peter.
Para maid bernapas lega. Bersyukur karena Abigail menyukai Peter.
"Oh, astaga. Hatiku langsung jatuh cinta padamu. Pipimu chubby sekali. Gemasnya..." Abigail tak berhenti mencubit pipi Peter yang gembul dengan hati yang gereget. Jika itu makanan pasti dirinya sudah memakannya.
"Siapa namanya?" tanya Abigail menengadahkan kepalanya untuk menatap Sophia.
"Peter," jawab Sophia sopan.
"Ugh, nama yang sangat jelek untukmu. Seharusnya namamu Bakpao, Cake, atau Jelly juga bagus. Itu nama paling cocok untukmu."
Tapi adikku bukan makanan. Sophia membatin.
"Oh, iya. Siapa namamu?" tanya Abigail berdiri berhadapan dengan Sophia.
"Sophia."
"Kamu cukup cantik, tapi masih kalah cantik denganku sih." Abigail menebar pesona dengan mengibaskan rambutnya.
"Perkenalkan, namaku,-"
"Kau sudah datang?" tanya Angkasa yang baru saja masuk rumah, membuat Abigail tak melanjutkan perkenalannya. Ia menatap Sophia sekilas.
"Oh, kekasihku yang malang. Kasihan sekali kamu harus selalu bekerja siang dan malam untuk menafkahi ku. Ke mari! Akan kuberikan kamu pelukan yang dapat menghilangkan semua rasa penat mu." Abigail datang pada Angkasa, dirinya langsung bergelayut manja pada Angkasa.
Angkasa meletakkan tangannya di punggung Abigail ketika Abigail bergelayut manja padanya, namun matanya melihat pada Sophia. Akan tetapi Sophia menundukkan kepalanya.
Sophia mengigit bibir bawahnya. Ia tak senang dengan apa yang dilihatnya, entah kenapa. Mengetahui tuannya sudah punya kekasih, hati mungilnya terasa dicubit. Sophia segera menggelengkan kepalanya. Tidak, apa yang baru saja dipikirkannya. Dirinya hanya pelayan, mana boleh ikut campur urusan tuannya.
"Aku akan pergi ke kebun," izin Sophia pada Agatha. Lantas Agatha pun menyetujuinya.
"Kenapa kau pulang?" tanya Angkasa berjalan sambil memasukkan dua tangannya ke saku celana.
"Oh, kau Kakak sialan. Kenapa kau tidak lagi mengirimkan uang padaku? Apa kau pikir aku bisa hidup tanpa uang di sana? Segalanya perlu uang, Angkasa Phoenix. Andai daun bisa dipergunakan, maka aku pun tak akan meminta uang padamu," gerutu Abigail menyilangkan tangannya di dada.
Angkasa membuka kancing jasnya, duduk di kursi ruang santai dan menumpang kakinya seraya menatap Abigail dengan tatapan datarnya.
"Panggil aku dengan sopan!" peringat Angkasa.
"Oh, sial. Apa itu masih berlaku di jaman sekarang?" bantah Abigail menghempaskan tubuhnya ke kursi. Sebab inilah ia tak suka kakaknya. Seperti orangtua saja.
"Berbicaralah dengan sopan!" peringat Angkasa enggan berbicara dengan benar sebelum adiknya tersebut berbicara dengan sopan.
"Phew." Abigail meletupkan bibirnya seraya menghela napas.
"Kakak, kenapa kau berhenti mengirim uang padaku? Maaf karena aku hanya membebani mu, tapi aku butuh uang untuk membayar kuliahku," ucap Abigail sangat sopan seperti yang diinginkan kakaknya, meski jauh dalam hati ia menahan emosi.
"Aku sengaja supaya kau pulang," jawab Angkasa menyentil kening Abigail.
"Kau pikir aku tidak tahu dengan apa yang kau lakukan di sana? Kau tidak belajar dengan benar. Kau menghabiskan uangku hanya untuk bersenang-senang. Aku tidak menafkahi mu untuk itu."
"Memang apa salahnya bersenang-senang setelah belajar? Itu satu-satunya caraku menghilangkan stres karena belajar, Kak."
"Oh, benarkah begitu? Lalu kenapa harus setiap saat? Padahal kuliah mu pun tidak setiap hari." Angkasa berjalan menuju meja makan.
"Itu,-" Abigail menggaruk kepalanya. Ia bingung harus menjawab bagaimana. Kakaknya benar-benar batu sekali. Tidak mengetahui kesenangan menjadi seorang remaja.
"Oooy, Kak." Abigail mengacak-acak rambutnya di kursi meja makan.
"Berhenti menggaruk kepala mu di depan makanan. Menjijikan," cibir Angkasa memandang musuh adiknya sendiri.
"Maaf," lirih Abigail menyandarkan tubuhnya ke kursi agar sedikit menjauh dari makanan.
"Tinggallah di sini selama satu minggu. Setelah itu aku akan mengirim mu lagi uang," pinta Angkasa kemudian menyeruput cangkir teh hangatnya.
"No, aku ada perjalanan tour bersama teman-teman kuliahku besok. Aku harus kembali ke sana sekarang juga," alibi Abigail. Memang benar itu hanya akal-akalan saja demi bisa langsung pergi lagi dari rumahnya. Dirinya tak mau tinggal lama bersama kakaknya.
"Pergi saja jika begitu, tapi jangan minta uang padaku."
"Kak, kenapa kau sangat pelit pada adikmu sendiri? Aku berjanji setelah lulus kuliah aku tidak akan meminta uang padamu lagi."
"Sekarang kau sudah berencana untuk bekerja di perusahaan seperti ku?" tanya Angkasa antusias. Akhirnya adiknya memiliki niat juga untuk menjadi pengusaha setelah sekian lama dirinya bujuk namun terus menolak.
"Tidak. Sampai kapanpun aku tidak mau menjadi pengusaha. Ketika aku lulus aku akan memutuskan Morgan dan mencari sugar daddy yang dapat mencukupi kebutuhan ku seumur hidup," celetuk Abigail seketika langsung dipukul dengan sendok oleh Angkasa mengenai kepalanya.
"Otakmu ternyata masih tak bekerja sampai sekarang," cibir Angkasa tak memakai lagi sendok bekas memukul Abigail.
Angkasa tak peduli dengan suara rintihan Abigail.
"Kakak ku tercinta, aku mohon berilah aku uang dan izinkan aku untuk kembali ke sana! Morgan akan merindukanku," pinta Abigail menggoyang-goyangkan tangan Angkasa.
Sophia melintas melewati kakak beradik yang sedang makan itu, tak sengaja dirinya mendengar perkataan mereka. Ia melihat sekilas pada Abigail, ternyata wanita itu bukan kekasihnya namun adiknya. Ah, dirinya lupa kalau Angkasa memiliki adik.
Ini pertama kali dirinya melihat Abigail, karena itu ia salah sangka. Senang rasanya mengetahui bahwa Abigail itu adiknya Angkasa.
Dia baik dan ceria, berbanding terbalik dengan kakaknya.
"Sophia, makanlah bersama kami!" ajak Angkasa.
"Tidak, aku sudah makan bersama yang lainnya tadi," tolak Sophia langsung melenggang pergi.
"Sejak kapan kau mengajak maid makan bersama mu?" tanya Abigail sedikit terkejut dengan yang baru saja terjadi. Wajar saja karena yang dirinya ketahui selama ini kakaknya tidak peduli pada para maid selain pada Agatha dan Arthur.
"Jangan ikut campur," tandas Angkasa.
"Oh, i see."
^^^Follow Ig : maeee331^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments