Phoenix

Sophia turun dari mobil, oleh Arthur ia di dudukan di kursi roda, kemudian Arthur membawa Sophia masuk ke dalam pekarangan rumah. Dan Peter duduk di atas pangkuan Sophia.

Sophia tak mampu mengatupkan bibirnya melihat kemewahan rumah yang disambanginya. Mungkin bukan rumah lagi, namun sebut saja itu istana.

Pekarangan rumahnya saja luasnya amat sangat besar, dan rumahnya pun bukan rumah pada umumnya. Tampak luar saja sangat mewah. Benar-benar seperti istana.

Dan yang lebih uniknya adalah rumah semewah ini tidak berdiri di tengah kota, justru malah di sebuah pelosok di mana di sekelilingnya hanya ada hutan. Tidak ada bangunan lagi selain dari pada rumah ini.

Dua maid membuka pintu rumah yang besar untuk menyambut kedatangan Sophia, maid lainnya berjajar menyambutnya juga.

Sophia di dorong masuk ke dalam rumah.

"Selamat datang di kediaman, Tuan Muda," sambut para maid dengan hormat.

Sophia tersenyum pada satu persatu maid. Matanya benar-benar dimanjakan dengan kemewahan di dalam rumah.

"Siapa namamu?" tanya Sophia pada Arthur yang berdiri di sampingnya.

"Panggil saja Arthur," ucap Arthur sambil memegang dadanya sebagai tanda rasa hormat.

"Arthur, cubit aku!" pinta Sophia memajukan pipinya.

"Maaf, tapi aku tidak ingin menyakitimu," lirih Arthur.

"Aku hanya meminta mu untuk mencubit pipiku, bukan mengelupasi kulit ku. Itu tidak akan sesakit itu. Ayo, lakukan saja!"

Dirinya hanya ingin tahu apakah kali ini memang benar kenyataan atau hanya delusinya. Dirinya sudah 23 tahun hidup di dunia ini, dan baru kali ini melihat bahkan hingga menyambangi rumah mewah.

Jika yang terjadi saat ini hanyalah mimpi semata, maka dirinya berharap mimpi ini tidak akan pernah berakhir untuk selamanya.

Arthur pun mencubit pipi Sophia, namun hanya pelan saja.

"Tidak sakit tapi cukup menyadarkan ku bahwa ini memang nyata," kata Sophia pada dirinya sendiri.

Sophia mendengar desas-desus para maid di sampingnya, namun tak begitu ia hiraukan. Selain itu ini kali pertama dirinya ke sini, maka alangkah baiknya untuk menciptakan citra baik di hadapan yang lainnya.

"Halo, perkenalkan namaku adalah Agatha, aku kepala pelayan perempuan di sini. Selamat bergabung dan semoga betah bekerja di sini."

Agatha seorang wanita berumur 40 tahun. Sama halnya dengan Arthur, ia telah lama mengabdikan dirinya di keluarga ini sehingga ia pun dipercaya untuk menjadi kepala pelayan di rumah ini.

"Siapa namamu?" tanya Agatha tersenyum lebar.

"Aku Sophia dan ini adikku Peter."

"Nama yang cantik, seperti orangnya," puji Agatha membuat Sophia tertunduk tersipu malu.

"Agatha, tuan muda memerintahkan supaya tidak mempekerjakan Sophia sebelum dia sembuh. Tolong bawa Sophia dan adiknya ke tempat istirahat, sementara aku akan melihat pekerjaan apa yang cocok untuknya nanti," ungkap Arthur kemudian pergi meninggalkan Sophia bersama Agatha dan yang lainnya.

Para maid lainnya tak lagi bersikap formal, mereka langsung mengerumuni Sophia dan menyapanya.

"Apa aku akan bekerja di sini?" tanya Sophia pada Agatha yang kini sedang mendorong kursi rodanya.

"Ya, kamu akan bekerja seperti kami. Tapi spesifikasi pekerjaanmu akan ditentukan setelah kamu pulih."

"Berapa gaji bekerja di sini?" tanya Sophia menurunkan nada suaranya. Dirinya akan merasa malu jika orang lain sampai mendengarnya.

Pertanyaan tersebut harus diajukan karena itu menyangkut tentang keberlangsungan kehidupannya untuk kedepannya. Jika gajinya kecil, mungkin dirinya lebih baik keluar dari rumah besar ini dan mencari pekerjaan lain.

Namun dugaannya gaji di sini akan sangat kecil. Melihat dari pegawainya yang sangat banyak bahkan mengalahkan banyaknya pegawai di sebuah restoran atau hotel mungkin.

"Itu tergantung pada jenis pekerjaan dan jabatan mu di rumah ini. Gaji seorang kepala pelayan berkisar lima ribu dollar, sementara para maid biasa digaji sebesar tiga ribu dollar. Adapun yang bekerja sebagai tukang kebun, mereka digaji empat ribu dollar. Kelebihannya bekerja di sini, uang gaji tersebut bersih. Soal makan, tempat tidur, dan kebutuhan kita sehari-harinya itu ditanggung langsung oleh tuan muda," jelas Agatha.

"Kenapa gajinya sangat besar? Memang sebanyak apa harta kekayaan yang dimiliki oleh tuan muda?" tanya Sophia tercengang mendengar gaji para pekerja di sini.

Bahkan dirinya pernah bekerja menjadi seorang pembantu di rumah orang kaya tapi gajinya tidak sampai sebesar itu.

"Kita tidak bisa menghitung total kekayaan tuan muda karena kekayaan yang ditinggalkan oleh kedua orangtuanya pun tak terhitung, ditambah saat ini tuan muda memiliki perusahaan yang maju hasil kerja kerasnya sendiri."

"Tidak sembarang orang bisa bekerja di sini. Karena itulah tuan muda memberikan gaji yang cukup besar kepada para pelayan rumah ini yang memang mampu untuk bertahan," jelas Agatha.

"Apa ada syarat tertentu untuk bekerja di sini?"

"Sebenarnya penilaiannya hanya dari segi keterampilan dan penampilan tubuhnya. Selain itu siapa pun yang mau bekerja di sini maka harus siap untuk meninggalkan keluarganya untuk waktu yang lama karena tuan muda hanya akan mengizinkan maid nya pulang dalam satu tahun mungkin hanya satu kali atau bahkan tidak sama sekali."

"Ini tempat tidur mu," ungkap Agatha membuka pintu kamar lalu mendorong kembali kursi rodanya.

"Apa aku tidur di sini sendiri?" tanya Sophia. Ia kembali dibuat terpukau. Sepertinya banyak kejutan di rumah ini.

Kamar tidur untuk seorang pelayan saja semewah ini, tak terbayang seberapa mewahnya kamar pemilik rumah ini.

Ternyata surga dunia itu nyata.

"Ya, karena kamu bersama adikmu, jika tidur bersama kami takutnya adikmu tidak nyaman."

"Apa itu tidak apa?" tanya Sophia. Sejujurnya jika dirinya pengecualian dari pelayan lainnya, ia tidak mau. Yang ia takuti pelayan lainnya akan iri dan membencimu dirinya. Dalam segala hal pun ia ingin sama seperti pelayan lainnya saja.

"Tentu saja tidak masalah karena ini adalah perintah langsung dari tuan muda. Kami tidak akan bertindak tanpa diperintah," ungkap Agatha.

Arthur masuk ke kamar, memberi isyarat kepada Agatha supaya meninggalkan kamar ini untuk memberinya ruang supaya dapat berbicara empat mata dengan Sophia.

"Arthur akan berbicara denganmu. Peter biar bersamaku saja," ucap Agatha mengambil Peter dari pangkuan Sophia kemudian pergi meninggalkan kamar.

"Sophia, sebelum kamu bekerja di sini ada beberapa hal yang perlu kamu ketahui tentang keluarga ini supaya di kemudian hari kamu tidak melakukan kesalahan," ucap Arthur mendorong kursi roda Sophia keluar.

Tidak jauh dari kamar yang disambangi Sophia tadi, kini Arthur membawa masuk Sophia ke dalamnya.

"Karena kamu karyawan baru, maka sangat penting untuk kamu tahu seluk-beluk tentang keluarga ini."

Di kamar yang cukup luas dengan tempat tidur, meja kerja, meja santai, hingga meja rias, rak buku, yang tertata rapi seakan tak pernah ada yang menyentuh satu benda pun yang ada di sini.

Di dinding atas terdapat lukisan burung Phoenix yang sedang melebarkan sayapnya dengan gagah. Dan di dinding lainnya terdapat foto keluarga yang cukup besar. Di dalam poto tersebut terdapat ayah dan ibu, juga dua anak kecil berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.

"Poto yang sedang kamu tatap adalah poto dari keluarga Phoenix. Mereka adalah orangtua dari tuan muda Angkasa dan nona Abigail. Orangtua mereka meninggal dalam sebuah kecelakaan."

"Tidak pernah diketahui dengan jelas apa penyebab kecelakaan tersebut, namun dugaan sampai saat ini kecelakaan tersebut terjadi atas konspirasi musuh dari keluarga ini."

"Bukan hal asing di keluarga Phoenix memiliki musuh. Mereka kaya raya, sukses, dan menjadi keluarga terpandang, bukan satua atau dua yang iri pada kehidupan keluarga ini."

"Setelah kedua orangtuanya meninggal tuan muda dan nona dibesarkan oleh kami. Adapun kepribadian tuan muda itu tidak kami bentuk, melainkan terbentuk oleh dirinya sendiri. Dia tegas dan dingin, namun jika kamu mengenalnya dengan baik maka kamu akan tahu bahwa dia adalah orang yang baik."

"Selama kamu bekerja di sini, maka kamu dilarang untuk membicarakan atau mengungkit soal orangtua tuan muda. Baik di depan tuan muda maupun di belakangnya."

"Kenapa?" tanya Sophia penasaran.

"Orangtuanya adalah salah satu kelemahannya tuan muda. Aku berharap kamu tidak membocorkan informasi ini kepada musuh, karena tentang ini hanya orang-orang di rumah ini saja yang tahu."

"Baik," ucap Sophia mengangguk paham.

"Dan burung apa itu?" tanya Sophia menujuk lukisan burung yang sejak tadi terus mencuri perhatiannya.

"Itu adalah burung Phoenix. Burung tersebut sudah dijadikan lambang bagi keluarga ini bahkan sejak nenek moyang mereka hingga saat ini."

"Kenapa burung Phoenix?" tanya Sophia.

"Mungkin kamu sudah tidak asing dengan cerita dibalik burung Phoenix. Selain itu mereka mengambil nama Phoenix dengan harapan keluarganya dapat seperti burung yang terbang dengan kebebasan."

"Selalu ada di atas, dan layaknya burung Phoenix yang mengepakkan sayapnya di langit, berharap keluarga ini selalu dapat memukau semua mata yang melihatnya. Dikagumi dan disanjung banyak umat manusia."

"Karena Itulah tuan muda diberi nama Angkasa. Agar dia selalu berada di atas di setiap kehidupan yang dia lewati. Dan itu pun menyatu dengan makna nama keluarga ini."

"Phoenix."

Terpopuler

Comments

Yuuko Ichihara

Yuuko Ichihara

Tidak hanya cerita, tetapi juga pengalaman hidup. 🤗

2023-09-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!