"Sudah aku katakan jangan terlalu membanggakan statusmu Tuan Arvin. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari."
Arvin heran mendengar Tristan mengatakan hal itu. Tadi juga ia sempat mengatakan itu.
"Apa maksud dibalik kalimat yang kamu lontarkan Tuan?" tanya Arvin menatap Tristan.
"Tidak ada, aku hanya mengatakan apa yang ingin aku katakan," jawab Tristan acuh.
"Ternyata benar yang Aurora bilang, kamu memang orang yang aneh," ucap Arvin kesal.
"Oh begitu kah? Terima kasih pujiannya nona Aurora," sahutnya tersenyum memandang Aurora.
"Itu bukan pujian Tristan," jawab Aurora malas.
"Aku menganggap itu pujian, artinya kalian memperhatikan aku," jawab Tristan lagi.
"Terserah kau saja," sahut Aurora acuh.
"Vin tolong bantu aku turun dong," ucapnya manja sambil mengulurkan tangannya pada Arvin.
Arvin pun dengan sigap membantu Aurora agar dapat turun dengan mudah.
"Terima kasih," ucap Aurora dengan kedua tangan masih diletakkan di pundak Arvin.
"Sama-sama Ra," sahut Arvin lalu membantu Aurora melangkah.
Tristan menahan Arvin lalu menarik tangan Aurora agar mendekat kepadanya.
"Aku yang akan mengantarkan Aurora pulang, kau ingat?" Tristan mengingatkan.
"Aku tahu, tak perlu kau mengingatkan ku seperti itu, tapi aku yang akan mengantarkannya sampai ke mobilmu."
"Oke, tak masalah," jawab Tristan lalu pergi mendahului Arvin dan Aurora.
Baginya yang terpenting Aurora bisa pulang bersamanya, karena janjinya terhadap ayah Aurora.
Masalah bagaimana teknisnya Aurora bisa masuk ke mobilnya, ia tak mempermasalahkannya.
Mereka bertiga pun berjalan hingga loby rumah sakit.
"Kalian tunggu di sini, aku akan mengambil mobil terlebih dahulu," ucap Tristan lalu pergi meninggalkan mereka menuju tempat parkir.
"Kamu memang lebih baik pulang bersamanya Ra, karena kondisi kamu masih belum stabil begini," ucap Arvin ketika Tristan tak terlihat lagi.
"Memangnya kenapa? Sama kamu harusnya lebih baik Vin," jawab Aurora menatap Arvin.
"Kondisi kamu belum stabil Ra, kalau bersamaku kamu naik motor, kamu akan gak nyaman, kalau kamu pulang bersama Tristan kamu bisa duduk dengan nyaman di mobilnya," jawab Arvin yang juga menatap Aurora.
Ada rasa cemburu dalam sirat mata Arvin saat bicara seperti itu. Tapi Arvin tak bisa berbuat banyak, karena Tristan telah mendapatkan amanah dari ayah Aurora. Sedangkan dirinya hingga saat ini belum pernah bertemu dengan Harun, ayah Aurora.
Aurora memperhatikan raut wajah Arvin dan ia jadi merasa bersalah karena harus pulang bersama Tristan.
"Vin? Maaf ya, kamu nggak apa-apa kan?" tanya Aurora menggandeng lengan Arvin.
"Nggak apa-apa Ra, aku cuma merasa sedih aja karena gak bisa antar kamu pulang setelah kamu dirawat," jawab Arvin masih dengan suara yang tak bersemangat.
"Aku bilang Tristan aja deh kalau aku pulang sama kamu, papa aku pasti gak akan marah kok Vin," sahut Aurora.
Arvin menoleh ke Aurora. "Jangan Ra, kamu masih lemah, dokter bahkan meminta kamu istirahat kan? Kalau naik motor bagaimana kamu bisa beristirahat, kamu pasti lelah Ra."
"Tapi aku gak mau kamu sedih Vin, aku gak mau kamu jadi berpikir macam-macam tentang aku dan Tristan," sahut Aurora meyakinkan Arvin.
"Aku gak berpikir macam-macam Ra, aku percaya kok sama kamu. Kita kan bukan baru kenal, tapi udah lama," jawab Arvin berusaha tersenyum.
Baru saja Aurora ingin menjawab perkataan Arvin, terlihat mobil Tristan telah tiba di hadapannya.
Tristan membuka kaca jendela mobil lalu berbicara pada Arvin dan Aurora.
"Ra, ayuk naik," panggil Tristan tanpa turun dari mobil.
"Kalau bukan karena papa, aku malas sekali naik mobilmu!" sahut Aurora ketus. Rasanya menyebalkan sekali melihat tingkah Tristan seperti itu.
Arvin pun membantu Aurora untuk masuk ke dalam mobil Tristan hingga gadis itu duduk dengan nyaman. Sebelum menutup pintunya, Arvin menyempatkan diri untuk berbicara kepada Aurora.
"Nanti kalau udah sampai di rumah, kamu kabari aku ya Ra," ucap Arvin lalu menutup pintu mobil Tristan.
Aurora hanya menganggukkan kepala, lalu Tristan pun menutup kaca jendela mobilnya. Mobil Tristan pun segera berlalu meninggalkan Arvin seorang diri.
Arvin menatap kepergian Aurora dengan hati yang tak menentu. Lalu ia pun pergi dari tempat itu untuk mengambil motornya dan kembali pulang.
Dalam perjalanan, Aurora merasa bersalah karena meninggalkan Arvin. Selama berhubungan dengan Arvin, ia tak pernah sekalipun meninggalkan laki-laki itu apalagi untuk pergi bersama laki-laki lain.
"Harusnya kamu gak perlu nelpon papa Tristan, jadi kamu gak perlu mengantar aku pulang seperti saat ini," protes Aurora.
"Memangnya kenapa? Kamu kan pacar aku," jawab Tristan asal.
"Berhenti menyebutku pacar kamu Tristan, aku gak menyetujui itu!" ketus Aurora.
"Lagian kamu bisa meminta gadis manapun untuk jadi pacar kontrak kamu kan, aku yakin gak akan ada yang menolak kamu," ucapnya lagi.
"Aku gak mau orang yang gak jelas Ra, aku pilih kamu karena kamu udah dikenal oleh orang tuaku, aku gak perlu lagi menjelaskan banyak hal tentang kamu pada mereka," jawab Tristan tenang.
"Apa susahnya kamu mengarang bebas? Bukankah hanya pacar kontrak? Kamu bebas menceritakan yang baik-baik saja pada mengenai perempuan pilihan kamu kan?" tanya Aurora tak habis pikir.
"Kamu ini selain keras kepala juga bodoh ya. Kalau aku menjelaskan asal tentang perempuan, lalu keluargaku mencari tahu bagaimana? Sudahlah jangan ajak aku berdebat, aku tak mau ada tawar menawar!" jawab Tristan tegas.
"Dan satu lagi Aurora, aku gak suka selama kamu jadi pacar kontrakku, kamu masih berhubungan dengan laki-laki lain. Karena jika nanti keluarga ku tahu atau melihat kamu besama laki-laki lain, mereka akan curiga mengenai hubungan kita," Tristan memperingatkan.
"Gimana sih caranya kamu ini biar paham kalau aku gak mau! Aku gak mungkin ninggalin Arvin demi kamu!"
"Benarkah?" sahut Tristan menyeringai.
"Ya! Dan ini sudah yang ke sekian kali aku mengatakannya. Aku menolak menjadi pacar kontrakmu. Terserah apa katamu, terserah apa yang mau kamu lakukan, aku tidak peduli. Aku akan tetap menjalani hidupku seperti biasa, hidup sesuai dengan keinginanku," jawab Aurora menggebu-gebu.
"Baiklah baik, kita lihat saja nanti nona," jawab Tristan masih tersenyum misterius.
"Oke," sahut Aurora menantang.
"Kamu sendiri yang nanti akan datang kepadaku nona."
"Oh ya? Jangan terlalu percaya diri Tuan Tristan Herdiansyah."
"Apa kau mau taruhan denganku?"
"Kau pikir ini permainan? Kau menyebalkan," sahut Aurora lalu mengalihkan pandangannya kesal.
"Kamu sendiri nanti yang akan mendatangiku Aurora, kamu tak akan bisa menolak ku karena aku bisa melakukan apapun untuk mengacaukan hidup kamu. Hidup yang kamu impikan," batin Tristan penuh rencana licik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments