Keesokan harinya, seperti biasa kegiatan ospek mahasiswa baru masih dilaksanakan. Tristan yang pagi-pagi sudah berada di kampus bergegas turun ke lapangan bersama Indra. Tujuannya apalagi kalau bukan mengerjai gadis sombong bernama Aurora. Karena sesungguhnya Tristan sangat malas mengurus kegiatan seperti itu. Itulah sebabnya ia tak mengikuti organisasi apapun di kampus nya.
Ia memiliki uang di atas rata-rata mahasiswa yang berkuliah di sana, bahkan orang tuanya adalah donatur utama pada Universitas tersebut.
Tapi karena seorang wanita yang begitu angkuhnya, yang tanpa disadari telah berhasil menginjak harga dirinya, membuatnya ingin sekali melakukan hal-hal yang tak pernah dilakukannya. Seperti saat ini misalnya, ia sampai harus ke lapangan hanya untuk mencari Aurora dan mengerjainya lagi.
Sesampainya di lapangan, semua mata tertuju padanya. Bahkan anggota organisasi tertunduk hormat padanya dan mempersilahkan dia untuk berbicara dan bertindak atas para mahasiswa baru tersebut.
Tristan mulai mencari sosok Aurora. Tapi dia tak menemukan wanita itu. "Kemana gadis sombong itu?" pikirnya
Tak lama kemudian terlihat seorang gadis berambut coklat diikat kucir kuda sedang berjalan cepat. Karena mobilnya sempat mogok tadi saat berangkat, Aurora jadi terlambat tiba di kampusnya.
Tristan yang menangkap sosok itu tersenyum misterius.
"Hei kamu, udah tau terlambat kenapa gak berlari?" hardik Tristan menatap Aurora yang masih berjalan.
Aurora yang mendengar itu hanya menatap Tristan sambil terus berjalan. Ia memang tak bisa lelah karena penyakit jantung bawaannya, tapi Tristan kan tidak tahu?
"Cepat!" bentak Tristan.
Aurora masih berjalan tanpa berniat berlari. Karena berjalan cepat seperti ini saja rasanya begitu lelah dan engap engap. Melihat Aurora yang sangat lambat itupun membuat Tristan semakin marah dan membenci Aurora.
Bahkan di hadapan seluruh mahasiswa ini wanita itu masih saja menunjukkan sikap membangkangnya? Benar-benar tak bisa dibiarkan.
"Maaf kak saya terlambat," ucap Aurora ketika telah tiba di hadapan Tristan.
Indra yang saat ini mendampingi Tristan itu pun memperhatikan temannya itu. Memaklumi mengapa Tristan sangat kesal pada wanita cantik yang saat ini berdiri tak jauh darinya.
Selama mengenal Tristan, ia sangat paham bahwa lelaki itu adalah sosok yang mendominasi. Tak ada yang pernah membantah apalagi berani melawannya dengan terbuka.
"Bagus ya, sudah datang terlambat tapi bukannya buru-buru malah jalan bersantai," ucap Tristan dengan suara meninggi.
Aurora baru saja ingin mengatakan bahwa ia memiliki penyakit sehingga tak bisa berlari namun langsung disanggah oleh Tristan.
"Biasakan jangan membantah jika saya sedang berbicara, Nona Aurora Zanita," ucapnya membuat mata mereka yang berada di sana menoleh ke arah Tristan.
Bagaimana ia bisa tahu nama lengkap gadis itu?
Kira-kira begitulah yang terlihat dari tatapan mereka saat itu.
Aurora terdiam. Ia tak jadi berbicara. Percuma saja kalau pun ia bicara pasti akan dibilang alasan. Jadi biarkan saja.
"Sekarang kamu patuhi hukuman dari saya!" perintah Tristan menjentikkan jarinya. Pertanda Aurora harus lebih mendekat kepadanya.
Aurora berjalan mendekatinya lalu berdiri di hadapan lelaki itu.
"Kamu lihat pohon yang ada di sana?" tanya Tristan dengan menunjuk pohon yang berjarak 10 meter darinya.
Pohon itu besar dan rindang, memang sengaja dibiarkan tumbuh di tempat itu untuk tempat berteduh dari aktivitas kampus yang melelahkan. Di sekelilingnya terdapat kursi yang terbuat dari bata dan semen namun sudah dicat dengan baik sehingga terlihat rapih.
Aurora melihat sejenak ke arah yang ditunjukkan Tristan lalu menganggukkan kepala.
"Kamu pergi ke pohon itu, lalu berteriak lah," ujar Tristan memerintah.
Aurora mengerutkan dahi nya bingung, melihat Tristan bergantian dengan pohon itu. "Maksudnya berteriak di depan pohon tuh bagaimana?" pikirnya tak mengerti.
Melihat Aurora yang malah melamun membuat Tristan semakin kesal.
"Kamu dengar gak?" bentak Tristan membuat Aurora kaget.
"Kau menyuruhku berteriak di depan pohon itu?" tanya nya memastikan.
"Ya. Berteriak dan tanyakan pada pohon itu kamu cantik atau tidak."
Aurora membelalakkan matanya. Bertanya pada sebatang pohon? Bagaimana mungkin pohon bisa menjawabnya? Pria sinting.
"Ayo lakukan, kenapa malah berdiri bengong di sini?" perintah Tristan tak sabaran.
Dengan muka menahan amarah dan perasaan kesal bukan main, ia menuruti perintah tak masuk akal Tristan. Ia meletakkan tasnya begitu saja lalu berjalan mendekati pohon itu dan menatap Tristan sebentar. Kemudian mulai berteriak. "Hai pohon aku cantik gak?"
Melihat itu Tristan tersenyum puas. Indra dan yang lainnya pun ingin tertawa namun ditahan. Mereka takut jika tertawa terbahak-bahak akan membuat Tristan marah.
"Lu gila ya Tan, mana mungkin pohon bisa jawab pertanyaan dia," protes Indra dengan memperhatikan Aurora merasa kasihan.
"Biar aja, dia kira bisa main-main dengan Tristan," sahut Tristan tak peduli.
Indra melihat Aurora kasihan. Lagian cantik-cantik kenapa mau berurusan dengan Tristan, pikirnya.
"Kalian ingat, perhatikan gadis itu, jangan boleh berhenti jika belum ada perintah dariku," pesan Tristan kepada ketua organisasi yang berada di dekatnya.
"Baik kak, kami akan mengawasinya terus," jawab Ketua itu.
Tristan dan Indra pun pergi ke ruang khususnya yang biasa diberi nama pangkeng itu.
Aurora melihat Tristan yang sedang berjalan itu dengan tatapan semakin benci. "Dasar laki-laki sinting!" teriaknya dalam hati.
Lalu ia berteriak kembali menanyakan apakah dirinya cantik atau tidak kepada pohon yang ada di depannya itu.
"Ah kesal sekali boleh gak sih ini teriaknya aku ganti aja dengan Tristan sinting," teriaknya dalam hati.
Baru juga setengah jam berteriak yang tak kunjung dijawab, ia merasa suaranya sudah akan habis. "Sial, sampai kapan aku harus berteriak seperti orang gila begini? Sampai kiamat juga pohon ini gak akan bisa jawab!" teriaknya kesal lalu menendang pohon itu.
Tristan yang baru saja tiba di belakangnya pun tertawa puas. "Gimana? Udah dapat jawaban dari pohon tentang kecantikan kamu?"
Aurora membalikkan tubuhnya menghadap Tristan. "Aku gak nyangka ternyata selain sombong dan mau menang sendiri, kamu juga gila!"
Tristan tersenyum Arogan. "Aku udah peringatkan kamu dari awal nona, jangan pernah membangunkan macan yang sedang tertidur, sekarang gak ada jalan untuk kamu kembali lagi dan nikmati saja peranmu!"
"Kamu gak waras!" teriak Aurora tepat di depan wajah Tristan.
Tristan menarik pinggang Aurora hingga menempel pada tubuhnya. "Kamu akan lebih menerima ketidakwarasan dariku mulai saat ini nona."
Tristan merekatkan tubuh Aurora agar semakin dekat. Aurora pun mencoba melepaskan diri dengan memukul dada Tristan.
Tristan yang merasa risih lalu menangkap kedua tangan Aurora. Karena tenaganya tak sebanding dengan Tristan, Aurora pun hanya pasrah menghadapi manusia rimba di hadapannya itu.
"Jadilah pacarku," ucapnya menyentuh dagu Aurora.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Rabiatuladawia Ade
edan memang si tristan.
mana mau aurora klu bgtu.
dia sangat membenci mu sampai di tulang tulang nya😅
2023-11-15
0
jelita
bisa bisa nya habis ngehukum minta jadi pacar 😧
2023-09-27
1