"Arvin," suara Aurora terdengar begitu pelan.
Seketika itu juga Tristan menoleh pada sosok yang saat ini berdiri di pintu. Terlihat Arvin sedang memperhatikan mereka berdua, lalu berjalan memasuki ruangan.
Arvin tidak suka, tapi tatapannya masih terlihat meneduhkan bagi Aurora. Gadis itu pun hanya terdiam menunggu Arvin menghampirinya.
"Kamu udah selesai kuliahnya Vin?" tanya Aurora ketika Arvin telah berdiri di sisi ranjangnya.
"Udah sayang," jawabnya lalu mencium dahi Aurora. Kemudian ia menatap Tristan yang terlihat masih enggan beranjak dari posisinya.
"Maaf ada keperluan apa Anda datang kesini?" tanya Arvin kepada Tristan dengan sopan.
"Aku hanya ingin melihat keadaannya, karena tadi aku yang memaksanya berlari," jawab Tristan dengan gayanya.
"Oh begitukah? Tapi apakah harus dengan posisi seperti ini?" tanya Arvin menatap Tristan.
Tristan yang baru menyadari itu pun segera beranjak dari duduknya dan turun dari ranjang Aurora.
Kini Tristan pun berdiri berdampingan dengan Arvin lalu tersenyum smirk.
"Sorry aku terlalu bersemangat tadi," sahutnya lalu beranjak pergi dari ruangan itu.
Aurora dan Arvin menatap Tristan hingga laki-laki itu menghilang dari pandangannya.
"Kok dia bisa ada di sini sama kamu Ra?" tanya Arvin yang sangat penasaran.
"Iya tadi dia datang mungkin dia merasa bersalah deh," jawab Aurora sekenanya.
"Oh gitu, tapi kenapa dia naik ke kasur kamu sih?" tanya Arvin lagi, tak habis pikir.
"Kamu tahu sendiri lah Vin, dia itu orang aneh yang bertindak sesuai keinginannya sendiri, mau aku usir berapa kali juga kalau dia mau begitu dia akan tetap begitu," jawab Aurora.
"Tapi kenapa sepertinya dia sudah terlihat akrab dengan kamu Ra? Bukankah kalian baru kenal?"
"Iya Vin, tapi sebelum aku bertemu dengannya di kampus, aku telah berkenalan terlebih dahulu dengannya, ternyata dia anaknya Om Arya, teman lama papaku," Aurora menjelaskan singkat.
Arvin sedikit terkejut, jadi rupanya Aurora dan Tristan sudah saling mengenal sebelumnya? Pantas saja sikap Tristan seperti tak ada jaimnya terhadap Aurora.
"Vin?" panggil Aurora ketika melihat perubahan raut wajahnya Arvin.
"Kamu gak berpikir macam-macam kan?" tanya Aurora lagi. Ia takut jika Arvin memikirkan yang bukan-bukan tentang dirinya dan Tristan.
Arvin menatap Aurora lalu tersenyum mengusap wajah Aurora. "Nggak sayang, aku percaya sama kamu."
"Kamu memang yang terbaik Vin, aku beruntung deh punya pacar seperti dirimu," sahut Aurora senang lalu memeluk Arvin.
"Eh iya ini meja makan nya mengganggu sekali," ucap Aurora karena dengkul kakinya terpentok bawah meja kecil yang saat ini menjadi tempat makannya itu.
"Oh iya aku sampai gak kepikiran untuk menyingkirkan ini," sahut Arvin lalu segera menyingkirkan meja tersebut dari atas paha Aurora.
Setelah itu Arvin pun membantu Aurora untuk membenarkan posisi ranjangnya agar gadis itu bisa tiduran.
"Makasi sayang," ucap Aurora ketika sudah di posisi tidurnya.
"Gimana sekarang? Udah membaik?" tanya Arvin sambil memegang tangan Aurora.
"Aku udah gak apa-apa, aku boleh pulang hari ini kan?" tanya Aurora.
"Aku gak tau Ra, tapi kamu gak istirahat saja dulu?"
"Aku gak suka di sini Vin, rasanya aku seperti orang yang sakit parah saja, dan lagipula aku tak mau orang tua ku tahu," sahut Aurora.
"Baiklah, akan ku tanyakan pada dokter atau perawat yang bertugas ya, kamu tunggu di sini dulu," jawab Arvin lalu bergegas pergi ke bagian administrasi.
Sementara Arvin pergi, Aurora menanti di ruangannya sendiri. Tiba-tiba terdengar bunyi ponselnya yang entah berada di mana.
Aurora mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, mencari tas nya karena seingatnya ia menaruh ponsel dalam tasnya.
"Ah dimana sih ponselku," gerutu Aurora karena tak menemukan ponselnya.
Akhirnya Aurora pasrah menunggu Arvin untuk mencarikan ponselnya nanti.
Tak lama kemudian Arvin muncul dengan seorang suster ke ruangan Aurora.
Aurora yang melihat itu pun sangat antusias. "Saya udah bisa pulang Sus?"
"Nona bisa pulang hari ini, namun menunggu infusan habis ya, dan nanti kami akan memberikan obat agar jantung nona tak sakit lagi," jelas suster itu lalu memeriksa infus Aurora.
"Baiklah suster, terima kasih banyak ya," jawab Aurora ramah.
"Terima kasih kembali nona, kalau begitu saya permisi dulu," pamit suster tersebut.
"Vin, tolong carikan ponselku dong, tadi berdering tapi aku gak tahu ada dimana. Kamu menyimpannya dimana?" tanya Aurora ketika suster telah menghilang dari balik pintu.
"Oh ada di lemari Ra, sebentar aku ambilkan," sahut Arvin lalu beranjak mengambil tas Aurora yang ada di dalam lemari.
Ia mengambil ponsel itu lalu memberikannya kepada Aurora.
"Terima kasih," ucap Aurora tersenyum Pepsodent.
"Iya sama-sama," sahut Arvin mengusap rambut Aurora.
Aurora segera mengecek ponselnya, lalu menemukan panggilan tak terjawab dari nomor yang tak dikenalnya. Ia pun mengerutkan kening.
"Siapa ini?" batinnya.
"Kenapa Ra?" tanya Arvin yang melihat ekspresi wajah bingungnya Aurora.
"Oh enggak Vin, ini ada panggilan tak terjawab tapi aku gak tahu siapa, nomornya tak dikenal," jawabnya lalu memberikan ponselnya kepada Arvin.
Arvin melihat nomor itu dan mencari di kontak ponselnya, siapa tahu ada. Namun ia tak menemukannya juga di ponselnya.
"Ini dia belum lama nelpon kamu ya?" tanya Arvin
Aurora menganggukkan kepalanya. "Tadi, sewaktu kamu pergi ke bagian administrasi."
Tak lama ponsel Aurora berdering kembali, panggilan masuk dari nomor yang sedang mereka selidiki.
Arvin menerima panggilan tersebut. Terdengarlah suara si penelpon yang tidak lain adalah Tristan.
"Halo," jawab Arvin.
"Kenapa ponsel Aurora penerimanya laki-laki?"
"Maaf ini dengan siapa?"
"Tristan. Oh kamu pasti Arvin ya? Masih bersama Aurora rupanya."
Ekspresi wajah Arvin langsung berubah tak suka. "Ada apa kamu menelpon pacarku?"
"Jangan terlalu bangga dengan statusmu Arvin. Aku hanya ingin menyampaikan bahwa aku akan mengantar Aurora pulang nanti malam."
"Tak perlu repot-repot, aku yang akan mengantarnya pulang."
"Aku tak membutuhkan persetujuan mu Arvin, aku hanya menyampaikan pesan yang diberikan papanya, Om Harun. Jadi sesuai dengan amanah Om Harun, aku akan menjemput Aurora pada pukul 19.00 WIB," ucap Tristan lalu memutuskan ponselnya sepihak.
Aurora yang mendengar itu pun menjadi sangat kesal. Ia bermaksud ingin menyembunyikan ini dari orang tuanya tapi Tristan malah memberitahukannya.
"Dia ini kenapa sih?" ucap Aurora kesal.
"Apa dia menyukai kamu Ra?" tanya Arvin menatap Aurora.
Aurora terperangah. Menyukainya? Dibandingkan itu akan lebih masuk akal jika menyebut Tristan ingin menghancurkannya.
"Menyukai siapa Vin? Kamu gak lihat sikap nya saja menyebalkan, seperti membenciku. Apalagi setiap dia melihatku," jawab Aurora tertawa.
"Tapi kenapa sepertinya dia repot-repot mengurus mu dan mengunjungimu?"
"Dia tidak mengurusku Vin, dia hanya menggangguku."
"Ya baiklah, aku takut dia punya maksud lain sama kamu Ra," ucap Arvin setenang mungkin.
"Dia memang memiliki maksud lain Vin, tapi bagaimana aku menyampaikan ini padamu ya?" ucap Aurora dalam hatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments