CHAPTER 9

Bunyi pedang kayu saling beradu menggema dari lapangan luas bagian Barat istana Ethereal. Ratusan pria berlatih ditempat yang sama. Ada yang saling bersaing dengan kecepatan lari, ada pula yang yang sedang bersaling mendapatkan poin dari baku tinju.

Banyak dari mereka yang melepas pakaian dan bertelanjang dada karena cuaca sudah mulai terik. Meski begitu, para prajurit serta jajaran Ksatria istana tak memiliki tingkat semangat yang menurun.

"Pangeran! Anda sejak tadi selalu melamun. Anda harus fokus."

Raiden membuang pedang kayunya ke tanah. Baju berlatih nya sudah basah menyerap keringatnya. "Aku ingin istirahat. Aku akan melewatkan sesi kedua." katanya seraya berjalan keluar dari lapangan.

"T-tapi, Pangeran..."

"Bilang saja pada Baginda Raja kalau aku yang meminta jam kosong."

Tiga Ksatria yang menemaninya berlatih hanya dapat menganga bingung. Sejak kepulangannya dari mansion Savero, Raiden entah mengapa tampak kehilangan suasana hati yang baik. Dia selalu diam dan mendesah kesal tiap dua menit sekali.

"Apa yang terjadi padanya?"

"Entahlah. Mungkin dia tidak berhasil mendekati Lady Quinn?"

"Tidak berhasil? itu malah aneh. Semua orang juga tahu bahwa Lady Quinn lah yang sangat tergila-gila pada Pangeran."

"Kenapa kalian yang sibuk berunding di sini? banyak prajurit lain yang harus kita tangani. Ayo pergi."

Raiden pergi berendam dalam kolam mandinya. Dia menenggelamkan seluruh tubuh hingga kepalanya ke dalam air. Dia terus terbayang peristiwa memalukan yang ia alami gara-gara Quinn. "Aku yakin dia sengaja melakukan itu," pikirnya.

Begitu Quinn menginjakkan kakinya ke ruang tamu, ekspresinya tidak lagi antusias seperti biasa yang ia tunjukkan ketika melihat Raiden. Yang ada hanya rasa canggung, tegang, dan sedih secara bersamaan. Mata Quinn terlalu jujur hingga Raiden bisa membaca apa yang tengah dirasakan gadis manis itu.

Raiden mengangkat wajahnya keluar dari dalam air ketika dia membutuhkan oksigen. Seseorang mendarat turun dari atap di atas ruang pemandian. Wajahnya tertutup kain hitam, kepalanya terus tertunduk dan berlutut di dekat Raiden. "Lapor, Yang Mulia. Lady Quinn mulai sekarang memilih tinggal bersama dengan Grand Duke Lombardia."

"Grand Duke?" Raiden mengangkat satu alisnya, seringai tipis terukir di bibir tipisnya. Mansion Grand Duke Lombardia cukup dekat dengan istana jika dibandingkan dengan jara antara mansion Shuvillian dan istana Ethereal. "Dia mencoba lebih dekat denganku? apa yang sebenarnya coba dia lakukan?"

"Dia tidak kelihatan seperti manusia cerdik. Apa yang ada di kepalanya sekarang tidak bisa ku tebak."

"Maaf apabila saya menyela, Yang Mulia. Sepertinya Lady Quinn memiliki hubungan yang kurang baik dengan Lady Penelope, perempuan yang Anda temui di mansion Count Shuvillian."

Raiden mengangkat tangannya menyuruh pasukan bayangannya itu pergi. Pemuda berwajah baby face itu menyisir rambut basahnya hingga menampakkan jidat sempit paripurna miliknya, "Haruskah aku membuat permainan sekarang? ah, tidak. Aku harus pastikan sesuatu dulu."

Di waktu yang sama, Quinn sskarang sedang mendatangi rumah Oddeth dengan membawa surat kontrak seperti yang sudah dia jelaskan sebelumnya, Quinn juga secara resmi mendapat stempel dari Bastien Lombardia, sang Grand Duke hebat dari Helldelune.

Oddeth tampak ragu mengambil kertas tersebut. Quinn tetap menunggunya dengan sabar, "Kau bisa membaca semua perjanjian nya dengan seksama. Aku tidak akan memburu mu."

Gadis sederhana itu tak berani menatap langsung mata Quinn, dia terus memandang ke bawah agar dirinya tidak gugup berkepanjangan. "Saya sangat penasaran mengapa Anda begitu mengejar saya padahal saya tidak sehebat itu untuk didukung langsung oleh bangsawan sekelas Grand Duke."

Quinn terkekeh mendengar Oddeth yang masih mencurigainya. "Begitukah?" tidak bisa dipungkiri, tiba-tiba didatangi oleh bangsawan dan ditawari untuk bekerja padanya. Situasi itu sangat membingungkan dan seperti ada rencana dibaliknya.

"Apakah Anda bisa menjelaskan pada saya mengapa Anda begitu mempercayai rakyat biasa yang tidak berpengalaman sama sekali?"

Tidak mungkin aku mengatakan ini semua ku lakukan demi menebus dosaku padamu, kan? lagipula kau memang sungguhan berbakat.

Putri Savero itu mengangguk mengerti, dia paham atas kecurigaan yang dirasakan Oddeth. "Simpel saja, aku ingin menambah hartaku dan kau butuh aku untuk membantumu mencapai impianmu. Kita akan saling menguntungkan, bukan begitu? aku jamin setelah kontrak ini kau terima, kau akan memiliki harta sebanyak yang tidak pernah bisa kau bayangkan."

Oddeth terkesan dengan pernyataan Quinn yang terus terang walau terdengar sedikit kasar.

Quinn menepuk bahu gadis yang tiga tahun lebih tua darinya itu bersahabat, "Percaya dirilah. Hanya kau satu-satunya yang memiliki kemampuan melukis luar biasa di Helldelune. Emas sepertimu tidak seharusnya selalu terpendam di dalam tanah."

Oddeth justru semakin merasa tertekan. "Oddeth, percayalah padaku. Kau akan sukses dengan bakatmu. Kau tidak mau melihat keluargamu hidup bergelimang harta? kau bisa membeli apapun yang kau mau, menjelajahi dunia Baru yang belum pernah kau datangi, membahagiakan kedua orang tuamu."

"I-itu..."

"Tidak usah malu mengakuinya. Semua manusia memang membutuhkan uang untuk hidup." Quinn tidak ingin menunjukkan sisi lemahnya yang dulu. Dia yang sekarang tidak akan ragu mengambil keputusan yang baik.

Oddeth berkaca-kaca membaca tiap butir ketentuan dalam kontrak yang tertulis di sana, tidak satupun memberatkan dirinya. Quinn sendiri yang menulis semua perjanjian itu, dia tahu Oddeth adalah manusia loyal yang rela membela keadilan meski harus mengorbankan nyawanya sendiri.

"Rasanya saya tidak pantas mendapat kepercayaan Anda, Yang Mulia." Oddeth segera bersujud di depan Quinn, dia memutuskan untuk mengambil sumpah memperjuangkan semua kebaikan yang telah Quinn dan Bastien berikan kepadanya, seorang manusia rendahan yang tak pernah bisa membayangkan dirinya akan menjadi pelukis terkenal. "Saya berjanji saya akan berjuang sebaik-baiknya demi Anda, Yang Mulia."

"Perlukah aku memberimu waktu lagi untuk berpikir?"

"Tidak. Saya akan menandatanganinya sekarang juga, Yang Mulia."

"Keputusan yang bijak."

Setelah penandatanganan kontrak kerja itu Quinn segera mengajak Oddeth keluar berkeliling sekitar kota. Quinn tidak menjelaskan apapun, dia hanya terus berjalan, kepalanya sibuk menoleh kesana kemari mencari alamat.

"Yang Mulia Quinn, sebenarnya kita mau pergi ke mana?"

"Untuk bekerja tentu saja kau butuh studio lukis agar kau bisa melukis dengan nyaman."

Oddeth sampai kehilangan kata-kata. Quinn begitu mendukungnya tanpa ragu, "Dia bahkan baru memesan satu lukisan dariku, tapi dia sudah sangat percaya."

Gadis bersurai hitam panjang itu menengok Oddeth. "Aku memang bukan ahli seni, tapi aku tahu kualitas lukisanmu bisa bersaing dengan pelukis yang sudah terlanjur terkenal di kota ini."

Oddeth segera menunduk malu sebab Quinn berhasil membaca pikirannya meski tidak sedang menatap dirinya.

Sepuluh menit berjalan, Quinn berhenti pada sebuah bangunan kosong berkaca besar. "Ini tempat yang aku maksud."

Quinn membukanya dan mempersilakan Oddeth masuk duluan untuk melihat dalam ruangan yang akan resmi menjadi ruang kerjanya. Semua sudah Quinn lengkapi mulai dari meja, kanvas dengan beragam ukuran, hingga berbagai jenis cat yang dibutuhkan. Oddeth benar-benar hanya tinggal bekerja tanpa perlu memikirkan modal.

Gadis itu menangis terharu. Dia tidak menyangka mimpinya selama ini untuk bekerja sebagai pelukis menjadi kenyataan.

Melihat itu membuat hati Quinn berdenyut nyeri. Dulu dia begitu tega secara tidak langsung merusak semua usaha yang sudah Oddeth bangun susah payah, membuatnya kehilangan semua harta benda yang ia miliki, bahkan harus mati tanpa sempat melihat keluarganya untuk yang terakhir kalinya hanya demi memberitahu Quinn kebenaran tentang Raiden dan Penelope yang ingin menusuknya dari belakang.

Tangisan Oddeth begitu tulus. Dia sungguh memimpikan semua ini sejak berusia sepuluh tahun. Kini semua ada di depan mata, dadanya berdebar amat bahagia namun juga bersyukur, pertemuannya dengan Quinn membawa keberuntungan besar terbaik selama dua puluh tahun Oddeth hidup.

"Yo, Lady. Apa yang sedang kau lakukan di sini?"

Quinn terperanjat karena mendengar suara Finn di dekat telinganya. "Kak Finn? kenapa kau ada di sini?"

Finn, pemuda berkulit tan itu menunjukkan cengiran lebar sambil melambai. "Aku tidak sengaja lewat, hanya sedang berjalan-jalan saja dan aku melihatmu di sini. Bagaimana bisa kau bolos tanpa memberitahuku?"

"Apakah ada murid bolos yang melapor pada gurunya?"

"Oh, kau benar. Wah ternyata kau sudah pintar sekarang."

"Mengganggu saja."

Lalu Finn memandang Oddeth yang masih menangis lirih di tengah-tengah ruangan. Alisnya saling bertaut. "Lady, apa yang kau lakukan padanya sampai dia menangis begitu?" tanya Finn sambil memberi Quinn tatapan heran.

"Aku baru saja memukulnya." Quinn lalu melirik tajam Finn yang berdiri tepat di sebelahnya, "Dan mungkin selanjutnya aku akan mematahkan leher seseorang." Finn kesulitan menelan ludah melihat tatapan membunuh yang Quinn layangkan padanya.

Anak ini sikapnya semakin hari semakin buruk saja, pikir Finn tak berhenti bertanya-tanya. Kemana sikap manisnya yang dulu pergi? Finn tidak bisa mencari jawabannya.

"Yang Mulia, maaf atas ketidaksopanan saya. Saya terlalu emosional sampai melupakan Anda."

Oddeth telah berhenti menangis. Dengan mata merahnya kini dia membungkuk di depan sang penyelamat impiannya. "Tak apa, tak perlu kau pikirkan itu. Kau sudah mengingat tempatnya kan?"

"Ya, Yang Mulia."

"Pulanglah. Besok pagi aku akan datang ke pembukaan studio ini bersama kakekku. Terima kasih sudah mau bekerjasama dengan kami, Oddeth."

Selagi Quinn berbincang dengan Oddeth membahas mengenai kesepakatan kerja dan sebagainya, jujur Finn sama sekali tidak melihat sosok Quinn dalam diri gadis manis itu lagi. Cara dia menyikapi orang lain tampak sangat dewasa dan berwibawa.

Finn membaca nama studio seni lukis itu "Kenapa ini menggunakan nama Grand Duke?"

"Karena ini memang studio milik kakekku."

Finn tak peduli jika Quinn risih atau kesal karena terus dia ekori. Sampai pada saat di mana Finn teringat ingin menanyakan sesuatu tentang kejelasan pekerjaan Finn. "Kau berencana berhenti mengikuti kelasku?"

"Entahlah. Aku rasa aku tidak butuh lagi pembelajaran dari mu." Quinn bersikap sangat acuh. Gadis itu bahkan enggan memandang lawan bicaranya.

"Aku tadi pergi ke rumahmu, tapi aku baru tahu dari Tuan Muda Killian mengenai kepindahan mu."

Finn melihat tubuh Quinn sempat berjengit. Langkahnya terhenti, "Bagaimana keadaan Killian?"

"Dia baik. Aku rasa hanya kurang bersemangat seperti biasanya."

"Oh, begitu."

"Dan saat aku pergi, aku melihat sesuatu yang sangat luar biasa. Kau mau tahu, Lady?"

Finn sedikit mencondongkan tubuhnya agar bisa berbisik di dekat telinga murid satu-satunya yang dia punya, "Aku melihat Pangeran Putra Mahkota datang ke sana dan bertemu dengan sepupumu."

Finn tidak menduga Quinn langsung menatap dirinya dengan mata yang terbuka lebar, "Kau yakin?"

"Tentu saja. Aku tidak sedang mabuk sampai salah melihat seseorang di siang bolong begini."

Apa yang Raiden bicarakan? apa mereka berdua sudah mulai menjalin hubungan?

"Kenapa kau kelihatan panik?"

"Huh? apa? tidak."

Finn menjadi tertarik setelah melihat respon tak biasa dari Quinn. "Apa kau takut Pangeran berselingkuh darimu?" tanyanya setengah meledek.

"Berselingkuh, jangan membuat kami seperti sudah berpacaran. Aku dan Raiden tidak memiliki hubungan spesial atau semacamnya."

Quinn tidak bisa mengendalikan sisa perasaan yang terselip dalam lubuk hatinya. "Kenapa aku harus penasaran? biarkan saja mereka melakukan apa yang mereka inginkan. Aku akan ambil jalanku sendiri."

Episodes
1 PROLOG + Visual Characters
2 CHAPTER 1
3 CHAPTER 2
4 CHAPTER 3
5 CHAPTER 4
6 CHAPTER 5
7 CHAPTER 6
8 CHAPTER 7
9 CHAPTER 8
10 CHAPTER 9
11 CHAPTER 10
12 CHAPTER 11
13 CHAPTER 12
14 CHAPTER 13
15 CHAPTER 14
16 CHAPTER 15
17 CHAPTER 16
18 CHAPTER 17
19 CHAPTER 18
20 CHAPTER 19
21 CHAPTER 20
22 CHAPTER 21
23 CHAPTER 22
24 CHAPTER 23
25 CHAPTER 24
26 CHAPTER 25
27 CHAPTER 26
28 CHAPTER 27
29 CHAPTER 28 Biro Informasi Rahasia
30 CHAPTER 29: FLASHBACK RAIDEN
31 CHAPTER 30
32 CHAPTER 31
33 CHAPTER 32
34 CHAPTER 33 Menyusup Masuk
35 CHAPTER 34 Rahasia Masa Lalu Gray
36 CHAPTER 35
37 CHAPTER 36
38 CHAPTER 37
39 CHAPTER 38
40 CHAPTER 39
41 CHAPTER 40
42 CHAPTER 41
43 CHAPTER 42
44 CHAPTER 43
45 CHAPTER 44
46 CHAPTER 45
47 CHAPTER 46
48 CHAPTER 47
49 CHAPTER 48
50 CHAPTER 49
51 CHAPTER 50
52 CHAPTER 51 PENJEMPUTAN VINCENT
53 Pengumuman: Curhat Author
54 CHAPTER 52 PENGHAKIMAN (1)
55 CHAPTER 53 PENGHAKIMAN (2)
56 CHAPTER 54 PENGKHIANATAN DAN PEMBALASAN QUINN
57 CHAPTER 55 Rencana Kedua
58 CHAPTER 56 Kebingungan
59 CHAPTER 57 Gambaran Masa Depan
60 CHAPTER 58 Spirit Keempat
61 CHAPTER 59 Meracuni Pikiran
62 CHAPTER 60 Kematian Gray
63 CHAPTER 61 Langkah yang Tepat
64 CHAPTER 62 Rencana Serangan Balik?
65 CHAPTER 63 Bisnis Baru
66 CHAPTER 64 NEFELI, Kota yang indah dan menenangkan
67 CHAPTER 65 NEFELI, Kota Yang Indah dan Menenangkan (bagian 2)
68 CHAPTER 66 Rahasia Finn
69 CHAPTER 67 Penurunan Kedudukan
70 CHAPTER 68 Kontrak Kelima
71 CHAPTER 69 Istana Pixie
72 CHAPTER 70 Pertemuan Sirena dan Savero
Episodes

Updated 72 Episodes

1
PROLOG + Visual Characters
2
CHAPTER 1
3
CHAPTER 2
4
CHAPTER 3
5
CHAPTER 4
6
CHAPTER 5
7
CHAPTER 6
8
CHAPTER 7
9
CHAPTER 8
10
CHAPTER 9
11
CHAPTER 10
12
CHAPTER 11
13
CHAPTER 12
14
CHAPTER 13
15
CHAPTER 14
16
CHAPTER 15
17
CHAPTER 16
18
CHAPTER 17
19
CHAPTER 18
20
CHAPTER 19
21
CHAPTER 20
22
CHAPTER 21
23
CHAPTER 22
24
CHAPTER 23
25
CHAPTER 24
26
CHAPTER 25
27
CHAPTER 26
28
CHAPTER 27
29
CHAPTER 28 Biro Informasi Rahasia
30
CHAPTER 29: FLASHBACK RAIDEN
31
CHAPTER 30
32
CHAPTER 31
33
CHAPTER 32
34
CHAPTER 33 Menyusup Masuk
35
CHAPTER 34 Rahasia Masa Lalu Gray
36
CHAPTER 35
37
CHAPTER 36
38
CHAPTER 37
39
CHAPTER 38
40
CHAPTER 39
41
CHAPTER 40
42
CHAPTER 41
43
CHAPTER 42
44
CHAPTER 43
45
CHAPTER 44
46
CHAPTER 45
47
CHAPTER 46
48
CHAPTER 47
49
CHAPTER 48
50
CHAPTER 49
51
CHAPTER 50
52
CHAPTER 51 PENJEMPUTAN VINCENT
53
Pengumuman: Curhat Author
54
CHAPTER 52 PENGHAKIMAN (1)
55
CHAPTER 53 PENGHAKIMAN (2)
56
CHAPTER 54 PENGKHIANATAN DAN PEMBALASAN QUINN
57
CHAPTER 55 Rencana Kedua
58
CHAPTER 56 Kebingungan
59
CHAPTER 57 Gambaran Masa Depan
60
CHAPTER 58 Spirit Keempat
61
CHAPTER 59 Meracuni Pikiran
62
CHAPTER 60 Kematian Gray
63
CHAPTER 61 Langkah yang Tepat
64
CHAPTER 62 Rencana Serangan Balik?
65
CHAPTER 63 Bisnis Baru
66
CHAPTER 64 NEFELI, Kota yang indah dan menenangkan
67
CHAPTER 65 NEFELI, Kota Yang Indah dan Menenangkan (bagian 2)
68
CHAPTER 66 Rahasia Finn
69
CHAPTER 67 Penurunan Kedudukan
70
CHAPTER 68 Kontrak Kelima
71
CHAPTER 69 Istana Pixie
72
CHAPTER 70 Pertemuan Sirena dan Savero

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!