Setelah Raiden mengantarkan Quinn pulang, gadis itu tidak beristirahat atau berhenti sejenak untuk memakan sesuatu. Apa yang dituju olehnya adalah perpustakaan dan mempersiapkan lima puluh lembar kertas beserta pena. "Hm, harus ku mulai dari mana dulu?" gadis itu menggosok dagunya sambil berpikir.
Quinn mulai mendata orang-orang yang dia ingat dari masa lalunya, tentu Quinn akan memilah siapa saja yang akan berguna untuknya. Selagi menulis, Quinn memikirkan siapa orang yang ingin dia ajak bergabung dengannya setelah membantu Oddeth. "Berarti selanjutnya aku butuh seorang ahli mikrobiologi untuk membantuku memproduksi di pabrik. Lalu, setelah itu aku juga harus mendatangi bibi Kennedy. Rumahnya jadi agak jauh dari sini, tapi tidak masalah."
Bastien yang mengintip nya dari celah pintu perpustakaan yang terbuka menutup mulutnya. "Hm, dia sangat giat belajar. Aku rasa dia memang benar-benar ingin memulai hidup baru." katanya dalam hati. Pria itu tersenyum hingga membuat keriput di sekitar pipi dan matanya tampak lebih jelas. "Dia sudah besar." ucapnya bangga.
"Mungkin aku bisa membantunya sedikit."
"Yang Mulia, maaf mengganggu waktu Anda. Sebenarnya ada yang ingin saya sampaikan." seorang pelayan datang mencegah Bastien masuk ke dalam perpustakaan.
Pria paruh baya itu menaikkan satu alisnya, "Kenapa kau kelihatan bingung begitu? ada masalah apa?" tanya nya setelah melihat pelayannya tampak tidak bisa menangani sesuatu di istananya. "Ada seseorang yang datang. Dia bilang ingin menemui Anda untuk membahas sesuatu yang penting."
"Huh?"
Bastien menemui tamu yang sudah dipersilakan menunggu di ruang tamu. Pria tua itu berusaha mengingat wajah tamunya "Aku seperti pernah melihatmu disuatu tempat."
"Ya, itu benar, Yang Mulia Grand Duke. Perkenalkan nama saya adalah Finn Han Blackbird. Saya tadinya bekerja pada Count Shuvillian sebagai pengajar sejarah untuk Lady Quinn." Pemuda berwajah ramah itu tersenyum lebar guna menurunkan tekanan yang dia rasakan.
Padahal Bastien adalah orang yang santai dan tidak kaku. Dia menganggukkan kepala, "Jadi, ada apa kau datang kemari, nak?" Bastien tetap meluangkan waktu untuk melayani tamunya dengan baik walau dia tahu tampaknya pemuda itu tak membawa masalah serius atau terkait tentang bisnis.
Finn memasang tampang paling menyedihkan yang pernah ia buat, "Yang Mulia, sejujurnya saya sudah dipecat karena Lady Quinn tiba-tiba meminta saya untuk tidak mengajarnya lagi, dia membuang saya begitu saja. Dan bagian yang lebih buruknya, saya jadi kehilangan pekerjaan."
Bastien menggaruk pelipisnya, "Jadi, apa masalahnya? kau bisa mengajar untuk anak keluarga la—"
"Kak Finn? apa yang kau lakukan di sini?!"
Quinn kehabisan tinta, dia ingin meminta tolong pada pelayan untuk mengambilkan nya lagi tetapi tidak ada satupun orang yang bisa dia temui di depan perpustakaan. Terpaksa Quinn berhenti menulis dan mencari tinta sendiri.
Quinn tidak menduga Finn datang ke istana Lombardia dan berhadapan langsung dengan kakeknya. Firasat gadis itu berubah menjadi kurang baik.
Quinn mendatangi sofa dan memelototi Finn. "Kakek, aku ingin meminta bantuan kakek. Aku tidak mengerti bagaimana cara pengelolaan jangka panjang yang baik untuk sebuah bisnis musiman."
Bastien melongo mendengar Quinn melontarkan pertanyaan berat yang selama ini tidak pernah dia bahas sama sekali. "O-oh bisa sa—"
Finn menggebrak meja pelan, dia menyeka sudut matanya. Berpura-pura menangis di depan Bastien adalah cara yang ampuh untuk membungkam Quinn. "Yang Mulia, saya tidak bisa mengajar lagi sebab Lady sudah menjelekkan saya sehingga tidak ada lagi keluarga bangsawan yang mau mempekerjakan saya."
Quinn mendelik tak terima dengan tuduhan yang diberikan oleh Finn. "Hei, hari masih terang. Mengapa kau melantur di rumah orang begini? apa kau sungguh punya sopan santun?"
Finn merengut mendengar ucapan Quinn, "Yang Mulia, Anda harus bertanggungjawab. Anda tahu betapa miskinnya saya, jadi pekerjaan yang benar-benar menghasilkan bagi saya hanya sebagai pengajar. Tapi Anda membuat saya kehilangan sumber penghasilan. Apakah Anda tidak berpikir ini sangat merugikan pihak saya?"
"Aku tidak melakukan apa-apa padamu. Berani-beraninya kau memfitnah ku."
Finn berpura-pura bersedih lebih parah dari sebelumnya. "Saya tahu Anda membenci saya, tetapi kalau sudah begini lalu bagaimana saya menghidupi keluarga saya? pikirkanlah itu, Lady."
Bastien menonton perdebatan diantara dua insan itu tanpa mengerti kemana alurnya mengarah.
"Bokongmu itu pasti iri mendengar semua omong kosong yang keluar dari mulutmu ini, Finn." memangnya siapa yang dituduh menghilangkan pekerjaan orang lain. Quinn membalas dengan penuturan pedas yang tidak pernah Bastien dan Finn bayangkan akan keluar dari bibir manisnya. Gadis polos dan lugu itu telah lenyap sepenuhnya ketika berdebat dengan Finn.
"A-apa yang baru saja dia katakan?" Bastien terguncang mendengar ucapan kasar cucunya. Selama ini Quinn tumbuh jadi gadis periang yang lemah lembut, seketika lidahnya berubah menjadi setajam mata pedang. "Cucuku sayang..."
"Anda harus bertanggungjawab, Lady. Anda telah melecehkan saya sampai nama saya menjadi buruk. Saya punya dua belas adik yang masih perlu saya biayai."
Pangkal hidung Quinn berkerut, dia melayangkan tatapan tajam pada akting buruk pemuda pemakai penutup mata itu. "Jangan membuatku terdengar seperti manusia kejam. Aku tidak melakukan apapun padamu."
Bastien memegangi kepala dan dadanya bergantian. "Sudah, sudah, mari bahas dengan cara kekeluargaan. Tuan Finn, duduklah. Anda sepertinya punya banyak protes yang tidak pernah didengar oleh cucuku."
Bastien meminta Quinn duduk disampingnya. "Katakan apa tujuanmu datang kemari dan bertemu dengan ku. Jangan bilang kau hanya ingin mengajukan keluhan pada cucuku saja."
"Saya ingin bekerja untuk Anda, Yang Mulia Grand Duke."
Quinn mengenggam tangan sang kakek sambil menggeleng lemah, meminta pada pria tua itu untuk tidak menerima Finn sebagai salah satu pekerjanya. Bastien kemudian mengamati Finn atas sampai bawah seolah mencari tahu sendiri kemampuan dan kualifikasi apa yang dia punya sampai membuatnya berani meminta pekerjaan secara langsung kepada dirinya.
"Kau lihai bermain pedang?"
Quinn tersentak kaget.
Pemuda beriris amber itu menyipit seiring lebarnya senyuman yang ia tunjukkan. "Sudah saya duga Grand Duke adalah orang yang sangat luar biasa. Anda mempunyai mata yang tajam dalam menilai seseorang." Finn menunjuk dirinya sendiri dengan jempol, "Saya bisa menunjukkan kebolehan berpedang saya sekarang juga. Bolehkah saya meminta salah satu Ksatria Anda untuk berduel?"
"Hoo... kau menarik juga. Aku tidak membenci orang sepertimu."
"Kakek?" bukannya anggukan Bastien tadi tandanya setuju dengan keinginan Quinn? lantas apa yang membuat Bastien jadi ingin menguji dan memberi pemuda pendusta itu kesempatan? gadis itu pun melirik Finn yang asyik cengar-cengir sambil mengobrol dengan kakeknya. "Seenaknya saja cengegesan disini padahal dia baru saja menjatuhkan reputasiku." batin Quinn dongkol.
"Pergilah ke lapangan duluan."
"Baik, Yang Mulia."
"Tunggu." Finn menjeda antusiasme nya dan menatap bangsawan berpangkat Grand Duke itu dengan kebingungan, "Apa ada sesuatu yang ingin dibicarakan lagi, Yang Mulia?"
"Aku yakin kau sadar betul apa yang telah kau katakan pada cucuku itu semua adalah kebohongan belaka. Tidakkah kau merasa perlu minta maaf kepadanya? kau menyakiti hati cucuku yang lembut ini." Bastien tersenyum hangat namun dia kemudian mengangkat pisau dari piring buah. Ia menempelkan pisau pada sudut bibir kanannya sambil memperagakan gerakan menyayat. "Kalau kau tidak mau mulutmu robek atau jantungmu berlubang, sebaiknya kau memohon ampunan dari cucuku dengan benar." tandas nya disertai ancaman.
Finn malah cengengesan sambil menggaruk belakang kepalanya. Sungguh konyol. "Saya mengerti, Yang Mulia." lelaki berusia dua puluh tahun itu berdiri di hadapan Quinn lalu membungkukkan badannya serendah mungkin. "Lady, saya meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kesalahan ucapan saya. Saya telah menuduh Anda demi kepentingan saya sendiri. Saya sungguh meminta maaf."
"...." Quinn tidak memiliki niatan menjawabnya. Alhasil Bastien lah yang mewakili, "Kalau begitu kita tidak perlu memperpanjang masalah lagi. Pergilah bersiap-siap. Aku akan menyusul."
"Terima kasih, Anda sangat bermurah hati, Yang Mulia. Kalau begitu, saya izin pergi duluan." Finn berjalan sambil sesekali melompat ringan menuju ke lapangan dengan dipandu oleh seorang Butler. "Cih. Dia benar-benar tidak tahu malu. Dasar pendusta." umpat Quinn dalam hati.
"Cucuku sayang, aku perlu membuktikan kemampuannya itu. Aku tidak memerlukannya kalau dia hanya pandai mengajar karena kau tidak butuh itu lagi."
Tangan Bastien bergerak menepuk puncak kepala Quinn lembut. "Aku akan membantumu nanti, ya."
"Kakek. Aku ingin ikut melihatnya."
"Oh sungguh? boleh saja, ayo kita pergi."
Quinn tidak bisa memikirkan hal baik ketika melihat Finn sengaja datang dan ingin menjadi salah satu orang Bastien. Apa yang sebenarnya ingin dia lakukan?
Quinn ingat betul bahwa Finn adalah orang yang sangat tidak suka terikat dengan sesuatu seperti pekerjaan. Mendadak dia yang memilih sendiri untuk bekerja di istana Lombardia. Quinn sudah tahu bahwa Finn adalah guru pilihan sekaligus mata-mata Killian yang akan terus melaporkan seluruh kegiatan Quinn.
"Apa Killian yang menyuruhnya bekerja di sini agar bisa terus memata-matai ku?" pertanyaan itu muncul saat Finn sering mencuri pandang ke arahnya sambil tersenyum miring saat sedang bersiap berduel dengan salah satu Ksatria kepercayaan Bastien.
Quinn memandang dari satu sudut ke sudut lain tiap jengkal lapangan latihan pasukan Bastien. Dia teringat akan masa lalunya. Walau hanya berlatih selama tiga bulan, Quinn sempat mempelajari dasar-dasar berpedang dan sudah cukup mahir karena Raiden yang membantunya dan itu membuat Quinn semakin bersemangat untuk berguru langsung pada calon Raja masa depan.
Rasa pilu yang menyertai Quinn saat ini, entah mengapa justru kembali menyulut semangat belajar berpedangnya. Untuk jadi kokoh, Quinn tidak hanya cukup memupuk harta dan menstabilkan kedudukan, dia juga perlu kemampuan bela diri untuk bisa melawan musuh licik yang punya banyak cara untuk menghancurkannya.
Iris bercorak Quinn membulat ketika mulut Finn bergerak membisikkan sesuatu dari jauh. Jika dilihat dari gerakan mulutnya, laki-laki itu seperti mengatakan 'perhatikan aku'.
Setahu Quinn, Finn hanya seorang pengelana yang terus berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Tidak ada yang Finn tunjukkan selain pintar mengamati situasi dan mengendalikan suasana disekitarnya.
Pemikiran itu seketika tersangkal begitu Quinn dengan mata kepalanya sendiri melihat kecermatan Finn dalam mencari celah dan bertahan dari serangan cepat Ksatria Bastien. Gerak pendaratan kakinya selalu mantap dan kekuatan lengannya sudah seperti mereka yang selalu melatih kekuatan ototnya. Salah satu perwakilan Ksatria dari kubu Bastien itu sedikit terhuyung ketika Finn mengincar bagian pinggang.
Finn bahkan tidak memberi jeda untuknya membenarkan pijakan. Dia melancarkan serangan begitu Ksatria tersebut menunjukkan celah besar, "Jika aku menang, bisakah kau memberiku posisimu?"
"Huh? maaf saja, aku tidak berniat mengalah!"
Bastien tercengang melihat lincah nya gerakan Finn dan ia mampu mengimbangi Ksatria terlatih miliknya. "Wah, dia lumayan juga." gumam Bastien masih menatap lekat pertarungan sengit itu.
"Oh iya, benar juga. Dia tidak mungkin asal berkelana jika dia tidak pandai bela diri. Sudah pasti dia sering menemui bandit atau semacamnya selama perjalanan." pikir gadis manis bertubuh mungil itu.
Duel itu berlangsung hingga satu jam lamanya dan hasil akhir adalah seri. Para penonton selain Quinn dan Bastien memberi tepuk tangan yang meriah untuk keduanya. Prajurit lain tampak terhibur melihat pertarungan mereka yang sangat menarik untuk dicermati lebih jauh.
"Sejak kapan Finn berlatih pedang? Finn tidak pernah meminjam lapangan maupun alat di mansion Shuvillian."
Bastien ikut memberikan tepuk tangan. "Kalian berdua hebat juga. Aku terhibur dengan pertarungan ini. Rasanya sudah lama aku tidak melihat Felix se-antusias ini dalam berduel." puji nya sembari memberikan bantuan berupa uluran tangan kepada kedua lelaki sebaya itu.
"Yang Mulia, apakah saya bisa diterima di sini?"
"Hahaha kau sangat tidak sabaran ya. Memangnya kenapa kau ingin aku segera memberi jawaban, eh?" Bastien tidak henti-hentinya dibuat terkejut dengan sikap Finn. Dia adalah satu dari segelintir manusia unik yang sangat menarik untuk terus diperhatikan perkembangannya.
"Jika Anda berkenan menerima saya, saya ingin menjadi lebih kuat agar saya bisa menjadi ksatria yang dapat melindungi Lady Quinn."
"Apa?" Bastien dan Quinn sama-sama memberi reaksi kaget yang sama. "Jadi tujuanmu ingin jadi Ksatria pribadi cucuku? setelah semua fitnah yang kau tujukan padanya tadi? aku tidak bisa membaca apakah kau serius atau tidak."
Finn memperlihatkan senyum ambigu nya. "Saya tidak pernah ingin terikat dengan apapun atau siapapun. Tetapi Lady Quinn membuat saya membuang prinsip hidup saya selama ini. Jadi itulah yang membuat saya ingin mengembangkan kemampuan bela diri ini hanya untuk melindungi Lady Quinn dari marabahaya."
"..." Bastien tidak bisa asal mengambil keputusan kalau sudah menyangkut tentang anggota keluarganya. Dia ingin mengulur waktu sampai semua informasi mengenai latar belakang sosok Finn. "Aku akan memberikan jawabannya besok. Pulanglah. Aku ada urusan dengan cucuku."
"Tapi, Yang Mulia..."
"Aku tidak akan mendengar permohonan mu untuk yang ketiga kalinya. Pergilah." tegas pria berusia tujuh puluh tahun itu seraya berbalik dan mengajak anak sulung Savero itu pergi, "Mari Quinn, aku akan bantu kau dengan persoalan tadi."
"Baik, kakek." Sebelum mereka benar-benar keluar dari area lapangan, Quinn menyempatkan diri untuk memastikan Finn. Lelaki itu masih tersenyum seperti biasa dan melambaikan tangannya pada Quinn.
Apa yang sedang dia rencanakan? aku kesulitan menebak.
Bastien meminta pada Butler nya untuk segera mengambil botol tinta baru setelah tahu cucunya kesulitan melanjutkan aktivitasnya. "Mereka ini memang terkadang kurang peka. Maaf ya, Quinn."
"Tak apa, kakek. Ini bukannya proyek yang memiliki tenggat waktu." meski sebenarnya ada.
"Jadi, apa yang ingin kau tanyakan?"
Bastien mengambil salah satu buku yang ditumpuk oleh Quinn di atas meja. Setahunya Quinn tidak suka membaca buku dengan topik yang berat. Dia terkesan dengan perubahan drastis cucunya.
"Kakek, di mana aku bisa mendapatkan bibit rosemary yang berkualitas bagus? sebenarnya aku sudah meminta tanah bagianku dari Ayah siang ini."
Bastien membelalak heran. "Untuk apa kau memintanya secepat ini?"
"Aku hanya ingin berkebun~. Oh iya, apakah kakek mengenal seseorang ahli meracik obat?" Bastien mengerjapkan matanya lalu mulai mengingat dan hanya ada satu orang yang muncul di benaknya. "Aku hanya mengenal satu dan dia bekerja di istana Ethereal untuk keluarga kerajaan."
"Namanya, kalau tidak salah..." Quinn mulai melihat kertas catatan pribadinya yang baru setenga jadi. Setidaknya dia sudah mencatatkan sebagian orang yang terkena musibah di masa lalunya. "Tuan Gray Morrison?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Daya Nurhidayah
lanjutannya dong
2023-09-07
1
Orreyoo
Hai
Semoga kalian masih paham ya sampai sini:")
Author masih amatir, jadi kalau ada saran dan kritik mohon gunakan bahasa yang bersahabat dikarenakan hati author selembut tofu ಥ_ಥ
2023-09-06
2