"Oh lihat siapa yang datang, cucuku~"
Bastien merentangkan kedua tangannya membuka jalan bagi Quinn untuk memeluk kakeknya.
"Selamat malam, kakek." Quinn memeluk singkat tubuh kakeknya, Bastien Lombardia. Quinn mendongak menatap wajah keriput Bastien, "Kakek tidak terkejut aku datang kemari. Ayah sudah memberitahumu?"
Bastien cukup terkesan dengan hal itu. Bagaimana tidak, Quinn yang dia kenali biasanya abai akan hal-hal kecil. "Iya, ayahmu sudah mengirim surat dan itu sudah sampai sejak sore. Kenapa kau terlambat sekali? kau membuatku khawatir."
"Maaf, kakek. Aku mampir ke makam ibu dulu sebelum kemari. Oh, dan aku juga sibuk berjalan-jalan dipasar sebentar."
"Astaga, kau kan bisa lakukan itu nanti setelah sampai."
Quinn tersenyum seraya memegang tangan Bastien, "Kakek, aku punya sesuatu untuk diberikan kepadamu."
Quinn kemudian meminta sang kusir untuk membawakan masuk satu kotak hadiah berukuran lumayan besar. Bastien mengerut bingung, "Apa yang kau bawa itu, nak?"
"Kakek bisa membuka dan melihatnya sendiri. Anggap saja ini sogokan agar kakek mau menampung ku di sini," Quinn mengerlingkan mata menggoda kakeknya.
"Ohohoho dari mana kau belajar menyuap seseorang, eh? masuklah sekarang. Kau boleh tinggal disini selama yang kau mau."
Segera setelah itu Quinn dipandu untuk pergi ke lantai dua dan istirahat dikamar sebentar sampai waktu makan malam tiba. Rumah seorang Grand Duke besarnya nyaris menyaingi istana, Bastien punya banyak sekali kamar tak terpakai. Quinn jujur masih kesulitan mengingat letak tiap ruangannya, terlebih dia hanya sesekali pergi ke rumah kakeknya ini.
Bastien sengaja membiarkan Quinn beristirahat dengan diantar oleh pelayan dan bukannya dia. Di surat yang dikirim anak bungsunya itu tertulis bahwa kondisi Quinn sedang kurang baik yang di mana dia mengalami depresi berat yang membuat gangguan tidurnya memburuk, sama seperti yang dialami mendiang ibunya.
Jika Bastien membuatnya lelah, maka bisa jadi malam ini Quinn akan mengalami gangguan tidur yang sama. "Cucuku yang malang," gumamnya cemas.
Sejujurnya Bastien juga merasakan apa yang Savero rasakan. Seolah ada yang lain dengan Quinn, dia memancarkan aura yang berbeda yang sejujurnya itu agak membuat khawatir. Bastien tanpa diminta pun akan terus mengawasi cucunya dengan seksama.
"Oh, ini kan lukisan..."
Bastien membelalakkan mata saat membuka hadiah dari Quinn. Itu adalah sebuah lukisan berisi dirinya dan juga mendiang istrinya, Arona. Sudah lama Bastien ingin sekali menemukan pelukis handal yang cocok dengan seleranya untuk melukiskan foto tersebut, tetapi dia belum kunjung menemukannya.
Sekarang yang ada ditangannya, itu lukisan yang paling indah dan paling nyata sejauh dia mencari. Tidak sadar matanya mulai berkaca-kaca melihat wajah istrinya dalam lukisan, "Aku selalu menginginkanmu terlihat seperti ini. Memori kita akan terpatri di kanvas ini."
Sebenarnya Bastien memang sangat suka seni, terutama seni lukis. Dia punya begitu banyak koleksi lukisan mulai dari yang ternama hingga lukisan tangannya sendiri. Bahkan Bastien menempatkan semua koleksinya dalam satu ruangan besar yang dikhususkan untuk semua lukisan yang ia punya.
Sementara di kamar baru yang akan ia tempati untuk waktu yang belum ditentukan, Quinn merebahkan dirinya sambil menghela nafas. "Akhirnya aku tidak perlu melihat wajah orang-orang itu lagi." gumamnya lega.
Sepintas Quinn membayangkan wajah Raiden. Meski hanya sekilas, dia bisa melihat Raiden menunjukkan raut yang berbeda saat dia mengabaikan pernyataan cintanya, "Aku yakin dia sadar aku sengaja melakukannya. Raiden itu orang yang tajam. Sebaiknya aku tidak bertindak terlalu mencolok lagi saat di hadapannya."
Mengingat Raiden adalah seorang yang nekat dan akan melakukan apa saja untuk mewujudkan keinginannya, cara kotor seperti apapun bukanlah halangan. Semua akan dilakukannya.
"Aku tidak punya waktu bersantai. Mulai besok aku akan meniti kehidupan tanpa bantuan siapapun."
Quinn ingin mengganti model berpakaiannya. Dia sudah cukup menjadi manis dan polos, sekarang saatnya dia menjadi lebih dewasa sesuai dengan umurnya. Anggapan nya dengan mengganti model pakaian, dia akan membuang sial yang kehidupan sebelumnya dapat.
Quinn dibantu oleh dua orang pelayan untuk membereskan semua barang bawaannya. Mereka berdua tampak sopan dan ramah, lebih baik daripada di rumahnya yang dipenuhi ketegangan. "Yang Mulia, kami sangat bersyukur Anda akan mulai tinggal di sini bersama Grand Duke." ujar salah satu pelayan bernama Mary.
Quinn memiringkan sedikit kepalanya. "Memang akan ada yang beda jika aku tinggal di sini?" tanyanya penasaran.
"Grand Duke sering kali menghabiskan waktu di perpustakaan sendirian, kami sangat mencemaskan karena beliau tampak kesepian."
Ya, bisa dimengerti. Pria tua itu meski memiliki anak, kedua putranya yang sudah berkeluarga dan memiliki anak tidak banyak berkunjung kecuali ada hal penting mendesak. Cucu-cucunya pun sama. Quinn seorang yang berkunjung walau hanya satu jam tiap tiga hari sekali.
"Ya, semoga aku bisa membantu kakek meredakan kerinduannya pada nenek."
Makan malam telah tiba. Quinn cukup terkejut melihat Bastien menyiapkan begitu banyak makanan seakan dia menjamu sepuluh tamu. Makanan lezat yang masih hangat tersaji dengan indahnya sampai membuat perut Quinn berbunyi merespon sang empunya.
"Makanlah yang banyak. Aku tidak keberatan kau menghabiskan semuanya sendirian, loh." ujar Bastien terus menawarkan semua hidangan yang ada. "Lihatlah badan kurusmu ini, aku hampir seperti melihat tulang berjalan."
"Kakek.."
"Haha ya, ya, aku mengerti. Mari makan sekarang."
Bastien terus memperhatikan wajah Quinn ketika cucunya sedang makan. Seulas senyum gembira terukir dibibirnya. "Sudah lama aku tidak makan ditemani seseorang, rasanya senang sekali."
Quinn menenggak jus jeruknya lalu membalas ucapan Bastien. "Aku senang kehadiranku membantu kakek."
Mereka mengobrol hangat setelah selesai makan malam. Suasana yang lama tidak terasa di istana besar yang sepi penduduknya ini. Tidak hanya Grand Duke, pelayan-pelayan di sana ikut senang karena melihat majikan mereka sudah memiliki seorang teman untuk tinggal dan menemaninya.
"Oh iya, di mana kau memesan lukisan itu? aku sudah menyuruh puluhan pelukis terkenal di kota ini, tapi tidak ada satupun yang cocok dengan keinginan ku. Kau luar biasa, aku sangat bahagia menerima lukisan itu."
"Syukurlah jika kakek menyukainya," Quinn memberi jeda pada ucapannya. "Aku hanya meminta dari seorang warga biasa."
"Apa?!"
"Ya, tidak ada— lebih tepatnya belum ada yang mengetahui keberadaan seorang jenius seperti dia, kakek. Namanya adalah Oddeth."
Quinn tidak sembarang memilih seorang pelukis. Dia sedang membahas pelukis yang akan terkenal dimasa depan dan ia sekarang memilihnya untuk tujuan yang jelas.
Gadis berusia dua puluh tahun ini awalnya hanya pelukis tidak terkenal yang mengajar di sekolah gratis untuk anak-anak panti. Meski disibukkan dengan pekerjaan itu, dia tidak bisa menyerah pada impiannya untuk menjadi seorang pelukis ternama yang lukisannya diakui oleh dunia.
Dulunya Oddeth ditemukan oleh Penelope tengah melukis anak-anak yang sedang bermain dilapangan. Kemudian dia memperkenalkannya pada Raiden sehingga kemudian Oddeth sangat banyak mendapat pesanan dari pihak istana Ethereal.
Setelah itu namanya mulai terangkat dan dia pun menjadi pelukis nomor satu di Helldelune. Banyak bangsawan lokal maupun luar kota yang memesan lukisan kepadanya. Dalam kurun waktu satu tahun, Oddeth mampu membuat rumah yang besar dan mencukupi kebutuhan keluarganya.
"Akan lebih baik jika kakek segera merekrutnya menjadi bagian dari bisnis kakek. Kakek tidak akan kecewa."
Bastien menaikkan sebelah alisnya "Benarkah begitu?"
"Ya. Sebenarnya aku juga sudah memberitahunya soal kakek dan dia berkenan untuk membahas kelanjutan dari perjanjiannya."
Quinn berusaha keras mendapatkan kepercayaan Oddeth. Bakatnya harus didukung agar semua orang tahu, tidak hanya para bangsawan berpendidikan saja yang bisa menguasai seni.
Quinn tertunduk, senyuman miris ia perlihatkan.
Dulunya aku tidak menyadari itu...
Suatu hari, Oddeth mendapat pesanan dari Raja langsung untuk melukis keluarga kerajaan dan juga khusus para menteri nya.
Oddeth sempat tersesat, seharusnya dia pergi ke ruang singgasana, tetapi dia justru datang ke ruangan yang entah apa itu. Oddeth mendelik kaget, dia tak mempercayai apa yang dilihat oleh kedua matanya.
Raiden dan Penelope sedang saling berciuman dan membahas tentang kapan Raiden akan menyingkirkan Quinn dari posisi calon Puteri Mahkota menjadi pasangan sang Putra Mahkota, Raiden Vill de Sorrentine.
Oddeth terkejut bukan main. Selama ini semua orang tahu hubungan Raiden dan Quinn sangat harmonis, tapi ternyata di belakang gadis lugu yang malang itu Raiden berani bermain api dengan wanita lain yang mana itu adalah saudari sepupu Quinn sendiri. Perselingkuhan mereka sudah terjadi beberapa bulan silam.
Penelope sadar Oddeth menguping pembicaraannya. Dia kemudian mengancam Oddeth untuk tetap merahasiakannya sampai mati.
Sayang sekali, Oddeth adalah seorang gadis dengan rasa keadilan dan kejujuran yang tinggi. Meski Oddeth merasa sangat berhutang budi kepada Penelope yang membuat namanya setinggi saat itu, dia tetap tidak tega melihat Quinn dibodohi oleh pasangan tersebut. Akhirnya Oddeth memberitahukan semua yang dia lihat dan dengar kepada Quinn. Tanpa mengetahui bahwa Penelope mengirim mata-mata.
Namun Quinn yang dulu sangat dibutakan oleh cinta dan kepercayaan nya sendiri sampai tidak mau mendengarkan Oddeth.
Penelope yang mengetahui fakta bahwa Oddeth telah membocorkan rahasia itu kepada Quinn namun berujung tak dipercayai, ia pun memanfaatkan kesempatan tersebut. Penelope mengganti lukisan Oddeth dengan lukisan tidak senonoh yang melecehkan keluarga kerajaan terutama Raiden dan dirinya. Jadi, ketika Oddeth melepas tirai penutup hendak memamerkan hasil sempurna dari lukisannya, semua lantas terkejut melihat lukisan itu.
Dari kejadian itu, Quinn sendiri jadi semakin membenci Oddeth karena merasa gadis itu marah kepadanya dan membuat lukisan buruk itu karena tidak mau mendengarkan kebohongan yang Oddeth ungkapkan kepadanya.
Alhasil Oddeth kehilangan semua harta benda hasil jerih payahnya dan di penjara sepuluh tahun lamanya. Karena penyakit jantung yang ia alami, Oddeth meninggal dunia di balik jeruji besi.
Tidak butuh waktu lama, enam bulan menjelang pernikahan Quinn dan Raiden, Raja meninggal dan Quinn mengetahui perselingkuhan keduanya. Lantas Quinn dituduh membunuh Raja dan meracuni Penelope yang Raiden pilih sebagai Ratunya. Quinn segera mendapat imbas dari perilaku nya sendiri. Dipenjara, kehilangan semua kepercayaan, dan puncaknya adalah hukuman penggal.
Penyesalan memang selalu datang diakhir.
"Sekarang saatnya aku menebus dosaku pada Oddeth." batin Quinn dalam hati dia bersungguh-sungguh.
Bastien tertawa ringan mendengar berita yang disampaikan cucunya yang paling lugu. "Aku tidak menduga kau pandai membicarakan soal bisnis." tangannya bergerak mengelus pucuk kepala hitam Quinn.
Quinn tersenyum. "Dia sangat bertalenta, kakek. Jika kita merekrutnya dan dia bekerja dibawah nama Lombardia, aku yakin baik kakek maupun Oddeth akan untung besar. Perkiraan ku tidak salah." ya tentu karena dia sudah terlanjur melihat masa depannya.
Melihat betapa seriusnya Quinn saat menyampaikan bisnis seni lukis itu, membuat Bastien ingin mempercayai anak sulung Savero tersebut. "Itu bukan ide yang buruk."
"Jika kakek tidak sempat untuk mengurus hal lain, aku yang akan datang ke sana untuk menandatangani perjanjian kontrak."
Sebenarnya Oddeth masih ragu meski Quinn sudah berusaha keras meyakinkannya. Tetapi Quinn mengatakan bahwa nama Oddeth akan cepat naik di kalangan bangsawan jika dia membawa nama Lombardia, seorang Grand Duke terkenal yang luar biasa. Bukan hanya itu, dia bisa dengan cepat menemukan pelanggan. Itu membuat Oddeth jadi mau mempertimbangkannya.
"Tapi bagaimana kau bisa menemukan bakat se-langka ini?"
"Aku tidak sengaja melihatnya melukis anak-anak di lapangan saat sedang mencari oleh-oleh untuk kakek."
Quinn ingin membantu Oddeth mendapat banyak pelanggan tetap. Setelah itu, Quinn akan mencabut kontrak saat Oddeth sudah mampu berdiri sendiri. Hanya itu yang dia inginkan.
Seorang pelayan pria datang dengan langkah panjang, dia kemudian berbisik di dekat Bastien. "Yang Mulia, cucu Anda, Yang Mulia Penelope datang berkunjung."
Bastien tersentak. "Oh sungguh? dia sendirian?"
"Ya, Yang Mulia."
"Biarkan dia masuk."
Penelope membawakan sebuket bunga dan buah-buahan untuk Bastien. Dia begitu lembut dan perhatian saat berbicara dengan Bastien, seolah ingin menyingkirkan Quinn dari sana.
"Rumahmu jauh dari sini, apa tidak apa-apa?" tanya pria tua tujuh puluh tahun itu kepada Penelope.
Gadis bermahkota blonde itu menggeleng "Tidak, kakek. Aku sedang menginap di rumah Quinn dan Killian akan menjemputku nanti."
Bastien menurunkan garis bibirnya, "Kenapa Killian tidak mau menemuiku?"
"Mohon dimaklumi, kakek. Dia sebentar lagi akan kembali masuk ke akadami, jadi banyak persiapan yang harus dia urus."
Quinn menatap datar Penelope. Dia berbohong lagi. Killian tidak akan mampir kemari karena sudah pasti sekarang Killian demam. Pemuda malang itu menahan rasa traumatis nya demi seorang Penelope yang tidak tahu diri.
Quinn melempar senyuman ramah. "Penelope, apa kau sudah makan malam?"
"Tentu sudah. Oh iya, Quinn apa kau tidak pergi ke pelabuhan tadi sore?" Penelope tampaknya tidak mau berbasa-basi lagi.
"Tidak. Memangnya ada apa? apakah ada sesuatu yang menarik?"
"Ya, banyak sekali pelancong yang datang. Pelabuhan jadi sangat ramai hahaha aku sampai nyaris tak bisa melihat jalan." Quinn sejujurnya sangat kagum dengan kemampuan mengarang yang luar biasa cepat. "Sungguh kau tidak melihatnya?"
"Ya. Aku sibuk meminta lukisan untuk kakek, jadi aku menghabiskan waktu dengan menunggu lukisan itu jadi."
Bastien mengangguk. "Ya, Quinn memberikanku hadiah lukisan yang sangat bagus." timpal pria itu yang membuat Penelope ragu untuk mencurigai Quinn.
Kau pikir kau sedang melawan siapa? aku tidak akan jatuh ke dalam lubang yang sama, Penelope.
Quinn tetap menunjukkan sisi cerianya untuk menutupi kekesalannya pada sepupunya yang telah membuat adiknya menderita itu. "Apa kau juga mau menginap ditempat kakek?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Frando Kanan
gw mengerti..... kehidupan bangsawan emng isiny munafik
2023-09-16
0