Suara adzan subuh berkumandang, beberapa orang telah siap memulai harinya. Diawali dengan dua sujud dan untaian do'a. Jam dia atas nakasnya berdering.
Membangunkan tubuh atletis yang sedang asyik dengan mimpinya. Ia bangun lalu duduk di tepi ranjang. Menengguk air putih yang berada disebelahnya.
Ia berjalan ke kamar mandi untuk berwudhu. Lalu menunaikan shalat subuh. Ia bercerita kepada Semesta tentang hatinya yang gundah.
"Ya Allah, jika memang hamba menyimpan rasa untuknya, berilah hamba keberanian untuk menjadikannya istri hamba. Tetapi, jika hamba salah dalam menafsirkan perasaan hamba, hamba mohon untuk menjauhkan perasaan ini. Hadirkanlah kembali rasa ini untuk seseorang yang tepat, Aamiin." Ia berdo'a dengan sungguh sungguh.
Ia membereskan alat shalatnya. Karena waktu masih sangat pagi, ia memutuskan untuk berlari kecil disekitaran komplek rumahnya.
Ia sangat menikmati suasana pagi buta seperti ini. Udaranya yang masih sejuk, embun yang masih dengan manjanya bergelayut di dedaunan menjadi pemandangan indah untuk Ryan.
Setelah puas berlari lari ia memutuskan untuk kembali ke rumah. Di meja makan sudah ada Ibu, Ayah dan juga adiknya sedang sarapan.
Seketika ia teringat sesuatu. Kejadian kemarin siang yang menimpa adiknya. Ia berjalan menuju meja makan lalu duduk disebelah adiknya.
"Pagi semuanya," sapanya sembari mengambil sehelai roti dan diolesi selai coklat kesukaannya.
"Pagi juga sayang," ucap ibunya
"Oh iya, kemarin kamu kemana? Kenapa tidak menjemput adikmu? Kamu tahu apa yang terjadi kemarin siang?" Begitu banyak pertanyaan yang menyusul. Ryan menjadi gugup apalagi melihat tatapan tajam dari ibunya.
"Iya nih kakak, untung saja aku gak kenapa napa. Coba aja kalau gak ada kak Risa, mungkin aku..." ia menggantungkan kalimatnya.
"Memangnya kemarin kamu kenapa?" Tanyanya memancing.
Ingin tahu apa adiknya akan menceritakan semuanya. Dan benar saja, adiknya menceritakan semuanya tanpa ada yang terlewat sedikitpun.
"Oh begitu. Alhmduillah kamu tidak apa apa," katanya dengan senyuman. Seolah olah ia tidak mengetahui semuanya.
"Siapa Risa? Teman kamu?" Tanya ayahnya seraya meminum kopi yang ada di hadapannya.
"Itu lho Pah, gadis yang menolong Diana kemarin. Kan Mama udah cerita. Papa lupa?"
"Ohh iya, Papa bukan lupa Mah. Cuman gak ingat saja," jawabnya terkekeh. Istrinya hanya menggeleng gelengkan kepalanya.
"Ehh Mah, boleh tidak kalau nanti malam aku mengundang kak Risa untuk makan malam disini? Ya hitung hitung buat tanda terimakasih," usulnya dengan sangat riang.
Uhuk uhuk uhuk!
Ryan tersedak. Terkejut dengan yang dilontarkan adiknya. Bagaimana bisa adiknya mengundang Risa secepat itu.
Ia tak ingin Risa tahu yang sebenarnya. Ia ingin meyakinkan hatinya dulu. Setelah ia yakin, baru akan mengajak Risa menemui orangtuanya.
"Kamu kenapa Ryan? Makanya kalau makan jangan terburu buru," tegur papanya seraya memberikan segelas air.
"Iya Pah, Ryan permisi dulu mau mandi. Takut kesiangan nanti ke kampus." Ucapnya seraya pergi. Ia tak ingin banyak pertanyaan dari keluarganya.
"Jadi gimana Mah, Pah? Boleh ya Kak Risa aku undang untuk makan malam?" Rengeknya dengan mengerucutkan bibirnya.
"Tentu saja boleh sayang," jawab Mamanya. Dan anggukan dari Papanya.
******
"Aaaaa bagaimana ini? Bagaimana kalau Risa beneran dateng. Apa yang harus aku katakan? Aku harus cari cara agar dia tak jadi datang ke
rumah." Batinnya cemas.
Lalu ia memasuki kamar mandi. Ia mengguyur badannya dengan air shower. Mendinginkan hatinya yang gelisah tentang acara nanti malam.
"Kenapa aku harus gelisah begini? Pura pura dingin saja seperti biasanya. Mudah kan? Atau pura pura tak kenal saja? Risa kau membuat ku gila!"
Begitu pikirannya melayang pagi itu. Sampai sampai dia banyak menghabiskan waktu di kamar mandi itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
nrasyaaaa
Alo janlup mmpir juga ya ke cerita MINE dan RUMIT. Masih baru niii☺
2020-09-06
0