...•••...
Tidak ada yang lebih menakutkan bagi Clara selain mengetahui Aeli tidak datang ke sekolah tanpa izin apapun. Berulang kali gadis berambut pirang dengan bando mutiara itu mencoba menghubungi Aeli, namun malah suara operator yang menjawab.
Clara tidak menyerah, dia mengirimkan puluhan spam chat pada sahabatnya, berharap ada balasan. Tetapi seperkian detik dirinya menunggu, Aeli bahkan tak kunjung membaca pesan yang dia kirimkan. Membuatnya frustrasi sendiri.
“Aeli, please. Jangan bikin gue cemas.”
Mengingat cerita Aeli kemarin, tentang apa yang sudah gadis itu lakukan benar-benar membuat Clara tidak tenang. Apalagi mendapat kabar bahwa Aeli sempat pingsan di kantin sekolah setelah adu argumen dengan Dipta. Rasa khawatirnya tentu semakin melambung jauh ke langit.
Rencananya saat jam istirahat kedua nanti Clara akan izin ke guru untuk pergi ke rumah Aeli. Dia yakin sahabatnya itu tidak sedang dalam keadaan baik-baik—atau mungkin sangat jauh dari kata baik.
Mengenal Aeli dari zaman SMP membuat Clara tahu persis bagaimana seluk beluk hidup Aeli selama ini. Bukan Aeli yang ingin bercerita, melainkan Clara yang meyakinkannya untuk bercerita. Aeli bukan tipe orang yang mudah membagikan kisah hidupnya pada orang lain. Apalagi orang yang tidak dia percaya.
Namun bagi Aeli, Clara itu berbeda dari orang-orang yang ditemuinya. Clara bertanya karena memang benar-benar peduli, bukan sekedar mencari bahan obrolan untuk disebar dan ditertawakan bersama orang lain.
Clara tahu saat-saat di mana Mahesa menghukum Aeli, memarahinya, bahkan tidak segan mengurungnya. Dan sekarang, opsi terakhir terus meraung-raung di otak kepala Clara. Meyakinkan dirinya bahwa kenyataannya memang begitu.
“Clara?”
Seseorang menghampiri Clara yang tengah duduk sendirian di kursi kantin. Tepat kala Clara mendongak, matanya bertemu dengan iris coklat gelap milik sang empu. Matanya membulat mendapati kehadiran cowok itu, memanggil namanya.
“Sky? Lo panggil gue?” tanya Clara, terkejut sekaligus tidak menyangka.
Sky mengangguk. Rautnya tak jauh beda dengan raut Clara beberapa detik lalu.
“Saya mau nanya, Aeli nggak masuk ya hari ini? Soalnya dari tadi saya nggak liat dia, pesan terakhir saya pun nggak dibalas. Maaf kalau saya lancang tiba-tiba bertanya seperti ini.”
Clara mangap. Pertanyaan Sky mengejutkan dirinya untuk kali kedua. Karena sempat bingung, Clara menggaruk kening.
“Aeli emang nggak masuk, Sky. Tapi kalau lo nanya penyebabnya, gue juga nggak tau. Dia nggak izin sama sekali soalnya.”
“Aeli sering kaya gini?” tanya Sky. Seolah menyerap energi Clara, perasaannya ikut memburuk.
“Aeli kalau gak masuk karena sakit atau karena ada urusan pasti selalu izin. Kecuali ....” Clara menggigit bibir, ragu untuk melanjutkan.
Dia takut Aeli marah jika ada orang lain yang mengetahui tentang luka yang berusaha Aeli tutup rapat-rapat. Namun mengingat ini adalah Sky, mungkin Aeli tidak akan marah jika Clara mengutarakan sebagian kecil.
“Sky, gue rencananya nanti pas jam istirahat kedua mau ke rumah Aeli. Kalau nggak keberatan lo boleh ikut. Gue takut mau jelasin secara langsung. Tapi tolong jangan bilang sama siapa-siapa.”
Sky tertegun sesaat. Tidak menghabiskan terlalu banyak waktu untuk berpikir, Sky segera mengangguk. Entah sejak kapan kapan Sky mulai merasakannya, yang jelas kini dia benar-benar khawatir dengan keadaan Aeli.
Sky tidak pernah seperti ini sebelumnya. Namun orang yang baru dikenalnya beberapa hari lalu malah membuat pikirannya kacau semalaman penuh. Sky tahu, ada yang sedang tidak beres dengan hatinya.
...•••...
Kemarin Aeli meminta Sky untuk mengabarinya ketika sudah sampai di rumah. Setelah dari studio musik dan memperbaiki hubungannya dengan Dipta agar tidak terjadi kesalahpahaman, Sky langsung menepati janjinya pada Aeli.
Awalnya kala Aeli belum membalas, pikir Sky mungkin gadis cantik itu belum sempat membuka ponsel. Namun saat siang sudah berganti malam, Aeli masih tak kunjung membalas pesannya.
Mendadak hati Sky diliputi kekhawatiran. Sebenarnya bisa saja Aeli tidak mengaktifkan sosmed karena ingin istirahat, tetapi hati kecil Sky bandel dan mengatakan terjadi sesuatu yang buruk dengan Aeli. Sky pun tidak tahu mengapa dirinya bisa seyakin ini, padahal dia sendiri tidak tahu rutinitas Aeli sehari-hari.
Saat sampai di sekolah, hal pertama yang Sky cari adalah Aeli. Biasanya gadis itu terlihat di parkiran dengan mobil merah terang kesayangannya. Tetapi tidak dengan hari ini. Jika biasanya mobil Aeli terparkir di satu area yang tidak siapapun berani menempati, kini area itu kosong.
Sky masih berusaha berpikir positif, mengatakan bahwa mungkin Aeli terlambat sambil berusaha mengabaikan bisikan yang berasal dari insting jiwanya. Sampai jam istirahat pertama datang, Sky sama sekali tidak mendapati Aeli nangkring di kantin sekolah seperti biasa. Fakta baru tercuap, bahwa Aeli memang tidak masuk.
Melihat Clara yang duduk sendirian dengan raut panik sambil terus tampak menelepon membuat Sky penasaran. Tanpa rencana lelaki itu berjalan mendekat, menjawab pertanyaan teman-temannya dengan jawaban seadanya karena tidak ingin membuat mereka semua semakin heboh.
Ternyata setelahnya, jawaban Clara malah membuat tebakan-tebakan buruk berseliweran. Hingga di sinilah Sky sekarang. Rumah besar bertingkat dua dengan gerbang yang menjulang tinggi. Berulang kali Clara memencet bel namun satpam yang bertugas tak kunjung membukakan pintu.
“Ini si Supardi ke mana sih? Lama amat,” gerutu Clara semakin tidak sabaran menekan-nekan bel rumah tersebut.
“Sebentar!” Dari dalam terdengar sahutan seseorang. Saat itulah baru Clara berhenti kemudian menghentakkan nafas.
“Ke mana aja sih, Pak? Anda ini suka banget ilang-ilangan. Ada tamu bukannya langsung bukain gerbang malah ditinggal cari gorengan,” omel Clara panjang.
“Maaf Non, Tuan tidak mengizinkan sesiapapun menemui Nona Aeliya untuk sa—”
“Saya lagi gak pengen ketemu Aeli,” ketus Clara. Sky mendengarkan dengan kening yang mengerut dalam.
“Terus cari siapa, Non?”
“Bi Laila, ini keponakannya pengen ketemu.” Clara menunjuk Sky. Cowok itu memperlihatkan raut terkejut namun Clara langsung memberi instruksi lewat mata.
Sky yang mengerti akhirnya memilih mengikuti alur yang Clara buat. Hanya itu yang bisa dia lakukan. “Iya, Pak. Boleh tolong izinkan saya bertemu bibi saya sebentar?”
Senyum miring terukir di bibir Clara. Ternyata cowok ini sangat cepat memahami instruksi yang dia berikan. Baguslah.
Pak Supardi sedikit menyipitkan mata memandangi Sky, dia agak menaruh curiga karena seperti pernah melihat wajah cowok ini sebelumnya.
“Aduh Pak, jangan kelamaan mikir dong. Bapak nggak lihat kita udah hampir mateng dipanggang matahari? Bentar lagi jadi manusia asep dah saya.”
Clara tidak mengada-ada. Sinar matahari memang sedang terik-teriknya dan tentu terasa membakar kulit mereka.
“Sebentar, saya panggilkan Bi Laila.”
“Bukain dulu atuh, Pak! Minimal kasih kita tempat berteduh dong! Tega amat nih orang.”
Pak Supardi menghela nafas lelah. Menghadapi kecerewetan Clara memang bukan sesuatu yang aneh lagi baginya. Dia sudah terbiasa.
Gerbang akhirnya dibuka, Pak Supardi mempersilakan keduanya masuk dan menyuruh mereka menunggu di gazebo satpam. Clara dan Sky menurut saja, setelah Pak Supardi enyah Clara langsung menatap Sky.
“Soal ini nanti gue jelasin ya, sekarang mending kita buru-buru cari Aeli. Perasaan gue bener-bener nggak enak, Sky. Si kampret Mahesa berulah lagi tuh pasti, yakin gue.”
Sky mengangguk saja. Karena tidak ingin membuang waktu lebih banyak keduanya segera berjalan ke dalam rumah. Clara memimpin jalan karena hanya dirinya yang hafal seluk beluk rumah ini.
Untungnya keadaan rumah sedang sepi, para pekerjanya mungkin tengah beristirahat. Mahesa pasti sedang berada di kantor dan Ashila mungkin masih menemani Claudia di rumah sakit. Clara dan Sky berpencar. Dia menyuruh Sky mengecek beberapa ruangan dengan hati-hati sedang dirinya berlalu ke kamar Aeli.
Sebenarnya Clara tidak yakin Aeli ada di dalam kamar namun dia tetap ingin memastikan. Ternyata benar, kamar luas dengan dominasi warna cream muda yang terkesan menyejukkan mata itu kosong melompong tanpa penghuni.
“Asli, Aeli lagi gak baik-baik aja!”
Buru-buru Clara keluar dari kamar, mengecek setiap ruangan yang mungkin menjadi tempat Aeli di kurung oleh Mahesa. Di sisi lain, Sky juga melakukan hal yang sama. Karena cukup asing dengan tempatnya berpijak sekarang, Sky sangat berhati-hati dalam melangkah dan mengecek ruangan satu persatu.
Sampai saat ini keduanya tak kunjung menemukan keberadaan Aeli. Clara memang tahu Aeli sering dikurung oleh Mahesa, namun dia tidak tahu di mana posisi pasti tempat tersebut.
Rumah ini sangat luas, butuh waktu lumayan lama jika ingin menjelajahi seluruh isinya. Sky menemukan satu pintu terakhir yang terletak paling ujung. Hanya pintu itu satu-satunya yang belum Sky cek di area ini.
Sky mendekat, menyentuh handle pintu berusaha membukanya, terkunci. Lantas Sky mengetuknya berulang kali seraya menempelkan telinga ke daun pintu. Menajamkan pendengaran untuk menangkap ada suara apa di dalam sana.
Samar-samar atau entah perasaan Sky saja, dirinya mendengar suara isakan yang sangat pelan. Tidak terlalu jelas memang. Namun Sky yakin dirinya tidak salah dengar.
“Aeli, are you inside?” tanya Sky. Bersamaan dengan itu, isak yang didengarnya sedetik lalu langsung berhenti. Kini Sky semakin yakin bahwa memang ada seseorang di dalam sana. Bukan sekedar perasaannya.
“Aeli. Ini saya Sky. Kamu ada di dalam? Tolong jawab saya, Li.”
Seperkian detik terlewat Sky tidak mendengar apapun. Dia masih menunggu dengan jantung yang berpacu cepat.
“Aeli, kamu bisa dengar suara saya?” Sky masih tidak menyerah.
“S-sky ....” Suara yang Sky tunggu-tunggu akhirnya terdengar. Diam-diam cowok itu menghela nafas lega, namun sesak di saat bersamaan karena suara Aeli terdengar sangat lemah dan serak.
“Sky ... t-tolong keluarin gue dari sini. Gue takut.” Aeli kembali menutur.
Sky tidak ingin membuang waktu lebih banyak. Dia harus segera membawa Aeli keluar sebelum petugas di rumah ini menyadari keberadaannya. Setelah menginstruksikan Aeli agar menjauh dari pintu, Sky mulai mengambil ancang-ancang mendobrak benda penghalang tersebut.
Berulang kali dia mencoba hingga bagian lengannya terasa sakit, namun pintu tersebut tak kunjung terbuka. Sky tidak menyerah, yang ada di pikirannya sekarang hanya ingin cepat-cepat mengeluarkan Aeli dari sana.
“Jangan sampai terluka, gue mohon.”
Suara serak Aeli mengalun di telinga Sky. Dia tidak habis pikir bisa-bisanya di saat seperti ini Aeli malah mengkhawatirkannya. Sky menghargai itu. Tetapi untuk sekarang keadaan Aeli jauh lebih penting dari apapun.
Setelah berusaha sekuat tenaga mendobrak pintu tersebut selama beberapa kali, Sky akhirnya berhasil. Hal pertama yang dia tangkap kala pintu ruangan sudah terbuka adalah sosok Aeli yang terlihat kacau. Bahkan sangat kacau.
Sky mendekat, menyorot lekat mata sendu yang terlihat sembab. Wajah pucat itu seolah menjelaskan bahwa keadaannya benar-benar jauh dari kata baik. Dan, Sky akhirnya melihat sisi lain dalam diri gadis ini.
“S-sky ....” Aeli melirih. Air mata kembali luruh ke pipinya begitu matanya bertubrukan dengan mata teduh Sky.
Tanpa mengatakan apapun, Sky langsung menuntun Aeli ke pelukan. Mengusap lembut belakang kepala gadis itu untuk menyalurkan ketenangan. Aeli sempat terkejut dengan perlakuan Sky, terbukti dari tubuhnya yang menegang. Namun perlahan melunak dan memberanikan diri membalas pelukan Sky dengan air mata yang semakin deras.
Rasanya hangat dan nyaman. Aeli sudah lama tidak merasakan kenyamanan seperti ini. Gadis itu semakin menenggelamkan wajah di dada bidang Sky, menghirup dalam-dalam harum tubuh lelaki itu. Aeli tidak ingin memikirkan mengapa Sky bisa sampai di sini dan menolongnya, dia hanya ingin memeluk tubuh cowok itu lebih lama.
Aeli sampai melupakan kebenciannya bersentuhan dengan orang lain. Karena saat Sky yang melakukan, hanya sebuah kenyamanan yang dia rasakan.
“Kenapa kamu bisa di sini?” tanya Sky. Setia mengusap belakang kepala Aeli dengan lembut.
Sky sendiri tidak tahu mengapa dia bisa bertindak sejauh ini, hati kecilnya yang menuntunnya melakukan itu. Padahal sebelumnya dia sangat membatasi diri untuk tidak sembarangan menyentuh lawan jenis selain keluarganya.
“Papa.”
Hanya kata itu yang mampu terucap dari bibir mungil Aeli. Belum sempat Sky memahami maksud jawabannya, dia dibuat tersentak kala Aeli semakin mengeratkan pelukan mereka. Bahkan gadis itu memejamkan mata menikmati hangat tubuh lelaki pujaannya. Ketakutan, kesedihan, serta keputusasaan yang sedetik lalu dia rasakan luntur secara perlahan karena kehadiran Sky.
Aeli sampai bingung harus terluka atau bersyukur karena kejadian ini. Sekali lagi, kesialan dan keberuntungan datang secara bersamaan. Membuatnya bingung sendiri harus menunjukkan respon seperti apa.
“Pinjam tubuh Sky bentar, ya. Gue janji gak bakal lama,” ujarnya pelan. Bahkan suaranya masih terdengar sangat lemah.
Merasa tidak ada penolakan, Aeli mengukir senyum tipis. Menikmati degub jantungnya serta jantung Sky yang berpacu sangat cepat. Aeli tahu, Sky mungkin terkejut dengan kelakuannya yang seperti tidak ingin melepas pelukan mereka. Aeli tidak peduli. Selama ada kesempatan, bukankah harus dimanfaatkan sebaik-baiknya, bukan?
...•••...
Mahesa mungkin akan sangat marah jika mendengar kabar Aeli pergi dari rumah. Satu jam lalu, tepatnya setelah Sky menemukan Aeli terkurung di gudang, Clara datang. Bayangkan betapa hebohnya Clara melihat kondisi sahabatnya yang tampak sangat kacau.
Di tengah-tengah kerempongan Clara, Aeli meminta untuk dibawa pergi dari rumah tersebut. Clara dan Sky tentu terkejut dengan permintaan gadis itu. Namun mereka juga tidak tega melihat kondisi Aeli. Lantas tanpa menunggu terlalu lama, Clara dan Sky langsung membawa Aeli keluar dari rumah sialan tersebut.
Mereka sempat tertangkap oleh satpam rumah Aeli, dan berkat mulut pedas Clara, sang satpam berhasil dia lumpuhkan dengan mudah. Sampai tidak berani berkutik sedikit pun.
“Dengan Bapak ngehalangin kita bawa Aeli pergi dari sini berarti sama aja Bapak bunuh Aeli pelan-pelan. Bapak pasti tau kan gimana tersiksanya jadi Aeli? Tapi Bapak sedikit pun gak punya niat buat nolongin. Sorry to say, tapi kata saya jiwa sosial Bapak memang sudah mati. Terserah kalau setelah ini Bapak mau melapor sama om Mahesa atau bahkan Bapak dipecat gara-gara ini. Saya nggak peduli. Karena anda juga nggak pernah peduli dengan anak majikan anda.”
Akhirnya, di sinilah mereka sekarang. Bangunan mewah bertingkat dua yang cukup luas milik keluarga Clara. Andai setelah ini Mahesa berani menginjakkan kaki ke sini dan memaksa Aeli pulang, Clara siap pasang badan dan berdiri paling depan. Clara tidak akan membiarkan siapapun membawa Aeli pergi, sekalipun ayah kandung Aeli sendiri.
“Li, makan dulu ya? Gue tau lo belum makan dari kemarin,” tutur Clara, duduk di bibir ranjang. Memperhatikan Aeli yang tampak menatap kosong udara di depannya.
Mendengar penuturan Clara, Aeli menoleh. Rautnya tampak lesu, matanya sayu seolah tidak memiliki gairah hidup. “Gue nggak laper,” balas Aeli pelan.
“Sekalipun lo nggak laper, lo harus tetep makan, Li. Gue gak pengen liat lo sakit lagi kaya kemarin.” Nada bicara Clara yang sarat akan kekhawatiran sedikit menggetarkan hati Aeli. Gadis itu tersenyum tipis kemudian.
“Kenapa lo sepeduli ini sama gue sih, Clar? Padahal kan gue bukan siapa-siapa lo. Keluarga gue sendiri aja nggak ada yang—”
“Lo ngigoin apaan sih, Li? Gue gak suka ya lo banding-bandingin gue sama keluarga setan lo itu.” Clara memutar bola mata muak.
Aeli sama sekali tidak tersinggung, dia malahan terkekeh karena pada kenyataannya ucapan Clara memang benar adanya. “Gue cuma ngerasa beruntung diperhatiin lo.”
“Li, pokoknya lo jangan pernah ngerasa asing atau nggak enak sama gue, ya? Bagi gue lo itu bukan orang asing lagi, tapi saudara gue. Kembaran gue yang paling lucu pokoknya.” Clara memeluk erat tubuh Aeli, membuat sang empunya spontan menahan nafas.
“Lo mau bunuh gue apa gimana sih, Clar? Sesek tau,” protes Aeli. Clara terkekeh, melepas pelukannya kemudian.
“Sorry, lo gemesin banget sih soalnya.”
Aeli geleng-geleng. Bingung bagian mana dari dirinya yang Clara sebut menggemaskan.
“Ya, gue ambilin makan, ya? Mama udah ngomelin gue mulu dari tadi, disangkanya gue gak mau ngasih lo makan. Padahal kan lo-nya yang gak mau.” Clara cemberut. Rautnya lucu sekali.
Karena tidak tega menolak permintaan Clara, akhirnya Aeli menganggukkan kepala. Tanpa menunggu lebih lama Clara langsung keluar kamar untuk mengambil makanan. Setelah kepergian Clara, suasana kamar itu langsung sepi.
Aeli yang barusan teringat sesuatu segera mengambil ponselnya yang masih mengisi daya di nakas samping ranjang. Gadis itu mencari kontak seseorang lalu menekan ikon call. Tidak butuh waktu lama akhirnya panggilan itu tersambung.
“Halo, Non Aeli. Ada apa ya, Non?” sahut seseorang di seberang sana.
“Mbak Nana, Mahesa udah pulang belum?” tanya Aeli.
“Belum Non, sepertinya tuan masih di kantor. Keadaan Non Aeli bagaimana? Sudah baik-baik saja, Non?” Perempuan yang dipanggil Mbak Nana itu terdengar khawatir ketika menanyakan kondisi Aeli. Mustahil dia tidak tahu jika Aeli dibawa pergi oleh Clara.
“Aku baik-baik aja, Mbak. Oh ya, selama aku nggak ada tolong perhatiin keadaan Gita, ya. Makannya jangan sampai telat, sering-sering ajak dia main biar gak gila. Terus jangan biarin perempuan iblis di rumah itu gangguin Gita. Aku bakal marah besar kalau itu sampai kejadian,” perintah Aeli mutlak.
“Non Aeli tenang aja. Gita aman kok sama saya. Ini monyetnya lagi rebahan sambil nyemil. Santai banget kaya di pantai.”
“Suruh bangun, Mbak. Enak aja rebahan sambil ngemil, kata mamaku nggak baik.”
“Aturan kaya gitu kan buat orang, Non.”
“Emangnya Gita apaan?”
“Monyet.”
Benar juga.
“Yaudah terserah deh. Pokoknya inget-inget pesenku barusan. Jangan lupa sering-sering kirim fotonya Gita, ya. Aku kayanya bakal agak lama di rumah Clara.”
“Siap, Non Ae.”
“Oh ya satu lagi. Kalau si tua bangka ngamuk-ngamuk atau mau nyusulin aku ke rumah Clara langsung kasih kabar ya, Mbak. Tolong banget ini mah.” Aeli memohon.
“Pasti, Non. Non Aeli di sana baik-baik ya, maaf Mbak nggak bisa bantu apapun.”
“Santai aja. Aku nggak nyalahin Mbak kok. Lagian tugas Mbak kan ngurusin Gita, bukan ngurusin aku.”
Setelah berbicara panjang dengan Mbak Nana, Aeli mengakhiri panggilan. Dia kembali teringat sesuatu yang membuatnya kepikiran sejak tadi. Lantas tanpa babibu Aeli langsung beralih ke aplikasi chat, membuka pesan yang dia sematkan di bagian atas lalu mengetikkan sesuatu.
Aeliya
Sky, udah sampai rumah? Maaf ya kalau tadi gue udah repotin lo, makasih juga karena mau gue repotin😅
Send!
Aeli menyentuh dadanya yang berdebar kencang. Mendadak bayangan Sky kala memeluknya berputar-putar di kepala Aeli. Hangatnya pelukan Sky dan bagaimana lembutnya dia memperlakukan Aeli benar-benar membuat Aeli hampir gila. Wangi parfum yang Sky kenakan pun seperti masih bisa dia rasakan hingga kini.
Hingga tiba-tiba suara notifikasi memecahkan lamunan Aeli. Buru-buru dia membuka pesan masuk yang ternyata dari Sky.
Punya gue
Saya sudah sampai rumah, Aeli.
Kenapa ngomong begitu? Saya sama sekali nggak pernah merasa direpotin kamu.
Sudut bibir Aeli tertarik sepenuhnya. Balasan Sky sekali lagi membuatnya hampir menjerit kegirangan.
Aeliya
Gue cuma takut lo kapok atau trauma pas liat keadaan gue tadi, Sky.
Punya gue
Saya nggak kapok, Li. Oh ya, keadaan kamu gimana? Udah membaik?
Aeliya
Udah dong, kan habis ditolongin pangeran.
Punya gue
Yang kamu sebut pangeran itu saya?
“Mulai peka, ya ... Ya iyalah, emangnya siapa lagi yang bisa gue sebut pangeran selain lo? Clara?” Aeli geleng-geleng tak habis pikir dengan dirinya sendiri.
Aeliya
Menurut kamu?😀
Punya gue
Ternyata liat kamu ngetik aku-kamu agak gimana gitu, ya?
“Pinter banget sih ngalihin topik.” Aeli menggumam seraya tertawa kecil. Jemarinya masih menari dengan lihai di atas permukaan ponsel.
Aeliya
Kenapa emangnya? Aneh?
Punya gue
Banget.
Hampir saja Aeli meremas ponselnya sampai remuk karena tidak tahan melihat balasan Sky. Entahlah, apapun yang berkaitan tentang Sky selalu tampak lucu dan menggemaskan di mata Aeli. Belum sempat dirinya membalas, sederet kalimat yang Sky kirim setelahnya mampu membuat Aeli tahan nafas.
Punya gue
Kalau nanti malam saya mau jenguk kamu, boleh?
...•••...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Erni Fitriana
boleh sky..boleh....
sky bahasanya sopan sekali...tertata denhan baik👍🏾
2023-09-03
0