...•••...
Aeli duduk diam di kursi belajar sambil menatap layar laptop miliknya, menampilkan seorang guru perempuan yang tengah menjelaskan materi pelajaran. Awalnya Aeli fokus mendengarkan penjelasan tersebut sambil mencatat poin-poin penting. Namun tanpa sadar fokusnya buyar dan tergantikan dengan hal lain.
Otaknya sudah tidak menerima materi yang disampaikan melainkan sibuk memikirkan cara mendekati Sky. Telunjuknya mengetuk meja beberapa kali, sesekali menggigit kecil bibir bawahnya dengan dahi mengerut.
“Gue harus deketin dia pakai cara apa dulu, ya?” Aeli menggumam. Kembali larut dalam pikiran hingga suara notifikasi ponsel membuatnya tersadar. Segera dia meraih benda persegi itu dan membuka pesan yang masuk.
Kelar dah
****** udah kaya penguntit aja gue rasanya. Nih yang lo minta, awas aja lo nyuruh-nyuruh lagi!
BiodataSky.png
Bibir Aeli membentuk lekukan membaca pesan Clara. Segera dia mengetik keyboard dan mengirim balasan.
Aeliya
Kamsahamnida chagiya🙇🏼♀️
Kelar dah
Taik lo!
Aeli terkekeh. Puas bisa mengerjai sahabat satu-satunya itu. Lantas dia segera membuka file yang Clara kirim. Ternyata se-niat itu Clara memenuhi permintaannya.
Biodata Sky
Fullname: Sky Lazaro
Nickname: Sky, Sekay
Birthday: 4th of September
Zodiac: Virgo ♍
Shio: Kelinci
High: 179cm
Weight: 65kg
Blood type: A
MBTI: ENFP
-Sky anak kelas 11-5
-Sky sukanya makanan manis, gak suka pedas
-Minuman kesukaan Sky susu pisang
-Dia itu punya kembaran, satu geng juga. Namanya Rey Kavaro
-Hobi Sky basket, main alat musik, game
-Sky sama Rey anggota termuda di gengnya
-Sky gak pernah pacaran
-Banyak yang deketin tapi katanya Sky malah cuek bebek
-Menurut temen-temennya, Sky ini tipe cowok paling sulit buat digapai. Soalnya dia ramah ke semua orang tapi gak pakai perasaan
-Sky itu sebenarnya gak paham soal cinta-cintaan
-Bagi dia yang paling penting cuma game, basket sama musik
-Sky itu ....
Aeli membaca seluruh isi file tersebut hingga titik terakhir, memahami maksud kalimat singkat yang berusaha Clara sampaikan. Aeli tersenyum, tidak sia-sia dia menyuruh Clara mengumpulkan informasi tentang Sky. Memiliki teman dengan relasi luas ternyata lumayan menguntungkan.
Suara klakson yang terdengar di bawah mengalihkan fokus Aeli. Entah siapa yang bertamu malam-malam buta begini. Karena penasaran akhirnya Aeli beranjak dari kursi menuju balkon kamar yang berhadapan langsung dengan pekarangan rumah.
Aeli bersedekap dada, mengerut melihat mobil hitam terparkir di sana. Bertanya-tanya siapa pemilik mobil tersebut. Sejurus kemudian Claudia keluar dari dalam rumah menghampiri mobil itu dan masuk. Aeli menajamkan penglihatan, menangkap figur tak asing di kursi kemudi. Akhirnya rasa penasaran Aeli terjawab.
“Pantes dandannya heboh banget, dijemput majikan ternyata,” gumam Aeli begitu mobil Dipta meninggalkan pekarangan rumahnya.
Aeli tentu tahu tentang hubungan Claudia dan Dipta. Dari siapa lagi jika bukan dari Clara. Namun sampai hari ini dia tidak tahu kesalahan apa yang sudah Claudia lakukan sampai harus dijadikan babu oleh Dipta.
Aeli sebenarnya tidak yakin jika Claudia murni dibabukan. Biasanya cowok melakukan hal sedemikian semata-mata untuk bisa lebih dekat dengan pujaan hatinya. Agar terus memiliki alasan untuk bertemu mungkin.
“Terlalu klise.”
Persetan. Aeli tidak peduli dengan kisah orang lain apalagi saudari yang paling dia benci. Lebih baik Aeli menuntaskan acara belajarnya lalu memikirkan taktik untuk mendekati Sky. Ya, itu yang terpenting.
...•••...
Aeli dan Clara tengah bersantai di samping lapangan basket sambil menyesap yoghurt yang mereka beli di kantin sekolah. Kaki keduanya bergoyang santai dengan mata yang terarah lurus ke lapangan. Memperhatikan beberapa murid yang tengah bermain basket. Ada kelompok Dipta juga di sana.
“Kalau diliat-liat Sky sama lo cocok juga sih. Tapi nggak mendingan Dipta aja, Li? Lo serius naksir Sky?” tanya Clara. Aeli yang masih asik menyesap yoghurt menolehkan kepala. Kerutan tipis muncul.
“Why? Lo juga naksir Sky?”
“Ih, enggaklah! Gue cuma masih kaget liat selera lo.”
“Kenapa selera gue?”
“Gak terbaca banget, gila! Lo tuh, gak pernah jatuh cinta sekalinya jatuh cinta sama bocil.”
“Bocil gigi lo! Tua dia keleus!”
“Umur tua dia muka tua lo.”
Delikan tajam Aeli menghunus manik mata Clara. Menyadari atmosfer sekitarnya berubah, buru-buru gadis itu memasang cengiran khas dengan satu tangan membentuk tanda peach.
“Canda canda. Tapi serius mendingan lo deketin Dipta aja dah. Visual lo lebih masuk ama si ono.”
“Ogah, bekas babi,” ceplos Aeli.
“Babi babi gitu masih berbagi darah sama lo.”
Hampir Aeli menyembur keluar apa yang dia minum karena ucapan Clara. Dia ngakak sebelum menjawab. “Maaf aja nih, ya. Darah gue gak sempet terkontaminasi btw. Lagian darah biru gue lo sama-samain sama darah kotor.”
“Pret!”
Aeli menatap Clara serius sedetik kemudian. “Lo tuh sebenarnya dukung gue sama Sky nggak sih? Plin-plan banget. Gue udah mulai gerak juga.”
“Dukung sih dukung, tapi ngeliat kalian. Lo, Sky sama Dipta secara barengan, gue ngerasa lo cocokan sama Dipta deh, Li.”
“Cocok-cocokan gak ngejamin hubungan.” Aeli menyahut datar.
“Iya sih. Tapi lo gak kepengen coba deketin Dipta gitu? Kayanya akhir-akhir ini dia lengket banget sama Claudia.”
“Ya terus?”
“Ih dodol banget!” geram Clara. “Dengan lo deketin Dipta secara nggak langsung lo udah nyakitin Claudia. Percaya deh, mustahil si Claudia gak punya perasaan apapun ke Dipta.”
“Bonusnya, nama lo bakal makin melambung dan dikenal seluruh angkatan. Keren nggak tuh?”
Aeli manggut-manggut, memahami ucapan Clara. “Great idea. But I'm not interested.”
“Gak tertarik sama ide gue?”
“Gak tertarik sama manusia yang lo maksud, bodoh!” Aeli memutar bola mata, menyelipkan rambutnya yang menjuntai ke belakang telinga.
“Lagian gue juga gak punya waktu buat main-main. Gue cuma pengen deketin Sky, cuma Sky, pokoknya Sky. Bukan Dipta atau orang lain. Jelas, Nona Clara Liziana?”
“Serah lo deh!” Clara pundung.
“Of course it's up to me,” balas Aeli sebelum ngacir meninggalkan lapangan.
...•••...
“Motornya vespa, warna biru metallic, biasanya parkir di ujung sendiri. Deket pohon mangga.”
Aeli mengedarkan pandangan ke parkiran sekolah sambil mengingat-ingat informasi yang didapat dari Clara. Belum sempat dia mendapati motor Sky, suara klakson yang berasal dari belakang membuatnya terlonjak.
“Siapa sih?” Aeli memutar tubuh. Mendapati mobil hitam yang terlihat familiar. Aeli mencoba mengingat-ingat di mana dia pernah melihat mobil ini hingga satu memori terlintas di otaknya.
“Minggir! Mau mati lo?”
Benar. Ternyata mobil tersebut memang milik Dipta yang sempat singgah di pekarangan rumahnya beberapa hari lalu.
“Santai kali! Noh jalanannya masih luas! Buta?” balas Aeli tak kalah sengit. Menyorot manusia yang terhalang oleh kaca depan mobil.
“Nyolot?”
“Lo duluan, ya!”
Pintu mobil terbuka. Lelaki jangkung dengan permen tangkai di mulut itu keluar dari mobil. Berhenti tepat di depan Aeli yang masih menatapnya penuh dendam.
Sekali lagi, dua manusia ini terpaksa berhadapan dan berhasil menarik perhatian sebagian murid yang berada di parkiran. Dipta menatap Aeli dari atas sampai bawah, meneliti tampilan gadis yang berani membentaknya akhir-akhir ini, bahkan tanpa takut memasang wajah songong yang terlihat sangat menantang.
“Apa lo liat-liat? Lo pikir gue bakal takut diliatin kaya gitu sama lo?” cetus Aeli garang. Jika dirinya adalah kucing, sudah bisa dipastikan kuku tajamnya mencuat keluar.
Dipta mengeluarkan permen tangkai dari mulut, tersenyum sinis. “Ternyata ngadepin lo gak seburuk yang gue bayangin.” Dipta menuturkan kalimat yang sama sekali tidak Aeli mengerti.
“Ngapain lo bayangin gue, dih!” Cewek itu melotot horor.
“Pede banget.” Dipta mencibir.
“Ya lo ngapain bayangin gue?”
“Siapa yang bayangin lo?”
“Elo!”
Sepertinya Dipta sudah salah bicara. Gadis di depannya ini kelewat pede dan tidak tahu malu memang. Persis seperti desas-desus yang di dengarnya dari beberapa murid.
“Minggir. Lo ngehalangin jalan,” ketus Dipta. Malas melanjutkan debat.
Aeli berkacak pinggang, mengangkat dagunya tinggi-tinggi. “Kalau gue nggak mau lo mau apa?”
“Gue tabrak.”
“Tabrak aja. Kalau gue mati lo yang gue gentayangin.”
Dipta berdecak. Semakin lama meladeni Aeli sepertinya akan semakin memancing segala kalimat absurd dari mulut gadis itu.
“Yang penting udah gue ingetin,” cetus Dipta seraya memasukkan permen ke dalam mulut dan kembali ke dalam mobil.
Aeli menggerutu, menyumpah serapahi cowok itu. Dia bahkan tidak peduli jika Dipta mendengar ocehannya tersebut.
TINNN!
Klakson panjang yang Dipta bunyikan sukses mengagetkan Aeli serta beberapa siswa yang berada di sana. Aeli refleks minggir kala mobil Dipta melewatinya begitu saja. Mengumpat sambil terus menyorot tajam mobil hitam yang sudah menjauh dari area parkir.
“Gila banget! Bisa-bisanya si Clara nyuruh gue deketin manusia songong kaya gitu. Amit-amit.”
Aeli bergidik. Dia sampai melupakan tujuan awalnya dan langsung menghampiri mobilnya yang terparkir tidak jauh dari sana. Melesat pergi.
...•••...
Aeli benar-benar bingung bagaimana cara mendekati Sky. Otaknya buntu tidak bisa memikirkan apapun. Jujur saja, ini pengalaman pertama Aeli jatuh hati pada seseorang. Lalu harus bergerak duluan? Hah, ternyata Aeli benar-benar tidak punya pengalaman di bidang ini.
“Clar, help me.” Aeli merengek sambil menggoyangkan lengan Clara. Sejak tadi gadis itu terus meminta saran dari sahabat tercintanya ini.
“Lo mau nyuruh gue ngelakuin apa lagi, Li? Elah!”
Sudah cukup Aeli mengganggu jam tidurnya siang ini. Hari libur yang seharusnya Clara gunakan untuk istirahat total seharian penuh kacau balau karena kedatangan Aeli dengan segala rengekan sialan perempuan itu.
“Bantu gue biar bisa deket sama Sky. Gue bingung harus deketin dia dengan cara apa.” Aeli berkedip-kedip.
Sumpah demi segala jenis ikan dan ubur-ubur, Clara benar-benar ingin muntah melihat raut sok polos yang Aeli pasang. Bisa-bisanya ratu bully yang selalu ditakuti murid-murid lain itu bertingkah se-menjijikkan ini.
“Ya masalahnya gue harus ngapain?” sahut Clara lelah.
“Ngapain kek.”
“Ngapain?!”
“Kok lo malah marah-marah? Ya mana gue tau lo harus ngapain. Gue aja bingung,” sungut Aeli. Wajahnya mendadak butek.
“Gue udah capek-capek ngumpulin semua informasi Sky, ya. Lo mau gue ngapain lagi?”
“Lo belum dapetin nomor dia tuh.”
Clara mendengkus keras. Pantas saja Aeli seperti arwah penasaran begini. Ternyata ada hal penting yang dia lewatkan.
“Iya, iya! Nanti gue cariin!”
Wajah butek Aeli langsung berbinar. “Janji?”
“Bodo! Pulang sana! Ganggu banget.”
“Kalau lo gak berhasil dapetin nomor Sky leher lo putus, ya?”
Clara mengacungkan jari tengah sebagai jawaban. Merasa puas merecoki Clara, Aeli memilih pulang. Tidak, lebih tepatnya mampir ke mall untuk menghambur-hamburkan uang. Hm, sepertinya sudah sangat lama Aeli tidak menguras saldo kartu kreditnya. Biar saja uangnya habis, biar Mahesa makin keteteran mencari uang.
...•••...
Enam lelaki yang tengah asik berbincang-bincang kontan mengalihkan perhatian begitu mendengar deheman lembut yang berasal dari sebelah mereka. Betapa terkejutnya mereka begitu melihat figur Aeli berdiri di sana dengan raut gugup. Bahkan Dipta yang pada dasarnya bodo amatan kini menatap kaget.
“Ebuset. Ini mata gue katarak apa gimana, yak? Kok tiba-tiba bisa ada bidadari?” celetuk Tirta terheran-heran.
“Nyai Ratu Aeli kan, ya? Hehe takutnya salah orang.” Dylan mengimbuhi.
“Are you lost, Baby Girl?” Suara Rey sengaja diberat-beratkan.
“Ada apa, Li? Tumben banget mampir ke sini?” tanya Fabian berusaha tenang. Meski hatinya ketar-ketir tidak karuan mendapati figur setan.
“Em ... gue ... butuh bantuan,” jawab Aeli, gugup setengah mati. Apalagi kala dirinya tak sengaja beradu tatap dengan Sky yang kini menatapnya bingung. Rasanya Aeli ingin langsung menenggelamkan diri ke rawa-rawa saking malunya.
Awas saja kalau sampai misi pertama ini gagal total. Aeli pastikan hidup Clara berada diambang kehancuran.
“Apa yang bisa kita bantu? Bilang aja, Li,” kata Rey.
Entah kenapa tiba-tiba para cowok ini jadi sok asik dengan Aeli. Padahal sebelumnya, mendekat pun tidak berani.
“I-itu ... tadi gue ... disuruh bawa buku ke perpustakaan. Tapi—”
“Kak Dipta.”
Perkataan Aeli langsung terhenti begitu mendengar suara halus yang dengan lancang memotong ucapannya. Raut gugupnya kini berubah datar. Aeli tidak mengerti mengapa makhluk sialan itu harus muncul di saat seperti ini. Benar-benar mengganggu.
“Oh, ada Kak Aeli juga?” Mata Claudia berbinar-binar. Sayangnya diabaikan begitu saja oleh Aeli. Claudia tidak masalah, perlakuan seperti ini sudah biasa dia dapatkan setiap hari.
“Udah pesen?” Dipta bertanya. Fokus Claudia langsung teralihkan. Dia mengangguk antusias diiringi senyum manis.
“Udah, Kak. Aku nggak salah pesen kok. Kakak tenang aja.” Dipta memanggut singkat, menyuruh gadis itu untuk duduk di sebelahnya.
“Cielah. Sengaja banget mau bikin iri para jomblo ngenes,” ujar Dylan melihat interaksi Dipta dan Claudia.
“Mentang-mentang di sini banyak jomblo malah pamer kemesraan lo, ya.” Rey mengimbuhi.
“Siapa yang pamer?” Dipta membalas.
“Idih, nanya balik. Ya situlah!” ceplos Fabian mengundang tawa teman-temannya. Sky pun ikut terkekeh.
“K-kalian nggak nyaman ya karena kehadiran aku?” tanya Claudia takut-takut.
“Kata siapa? Malahan kita seneng lo ikut gabung di sini,” jawab Rey.
“Nyaman kok, Di. Nyaman banget malah.” Dylan menutur. Sekalipun mereka tidak nyaman, mana mungkin mereka berani speak up. Rempong duluan urusan sama Dipta.
Claudia tersenyum tipis, dia merasa lebih baik mendengar respon teman-teman Dipta. Setidaknya, kehadirannya di sini tidak menjadi beban untuk mereka.
Sayangnya, karena keasikan berbicara, mereka lupa dengan Aeli yang sejak tadi masih berdiri di sana. Wajahnya menekuk masam, benar-benar masam. Siapapun bahkan bisa menilai bahwa saat ini Aeli sedang sangat kesal.
Siapa yang tidak kesal coba? Hanya karena satu orang yang baru muncul, kehadirannya langsung tidak dianggap. Kini, perasaan Aeli bergumul menjadi satu. Antara malu, kesal, marah, dan geram.
“Eh astaga sampai lupa. Aeli tadi butuh bantuan apa?” tanya Fabian yang baru ingat Aeli masih di sini. Perhatian mereka kembali pada gadis cantik berambut panjang tersebut.
“Telat. Gak jadi.”
Aeli segera berlalu dari sana tanpa mempedulikan mereka. Emosinya sudah mentok sampai ubun-ubun. Jika dia tetap memaksakan diri berada di sana yang ada malah meledak dan mengacaukan segalanya. Apalagi ada Claudia yang selalu sukses membuat emosinya terpancing.
“Duh, kacau.” Fabian menggumam seraya menyentuh kepala. Entah mengapa dirinya begitu bodoh sampai mengabaikan kehadiran Aeli.
“Nah kan, marah dah tuh orangnya.”
“Lo pada sih, udah tau Aeli minta tolong malah gak dipeduliin,” omel Dylan.
“Lo juga sama aja, Dodol!” Rey menoyor kepala Dylan.
“Kalau ada apa-apa gue gak tanggung jawab.” Tirta angkat tangan. Pokoknya bukan salah Tirta.
...•••...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Erni Fitriana
claudia adik tiri faye y thor?
2023-08-28
0