twenty

...•••...

“Kak Aeli, biar gantian aku yang jagain papa, ya?”

Sudah tiga kali Claudia mengulang permintaan yang sama. Menatap sendu Aeli yang setia berada di samping Mahesa. Gadis itu hanya diam tak menjawab, yang dia lakukan hanya mengamati wajah Mahesa sambil menggenggam tangan milik pria itu. Menunggu mata milik Mahesa terbuka dan melihat wajahnya.

Claudia tak menyerah, sejak kemarin dia tidak memiliki kesempatan untuk menjaga Mahesa karena Aeli tidak pernah meninggalkan pria itu.

“Kak ... Kakak pulang aja, ya. Kayanya Kakak capek banget jagain papa terus. Biar giliran aku yang gantiin Kakak,” bujuk Claudia.

“Diem. Suara lo ganggu.” Aeli membalas dingin.

“Kak, aku juga mau jagain papa, Kak.”

“Gue gak percaya sama lo.”

Wajah Claudia makin sendu, bahkan kini matanya tampak berkaca-kaca. “Aku janji bakal beneran jagain papa kaya yang Kakak lakuin. Boleh ya, Kak?”

“Clau mending lo pulang deh. Gausah ngerecokin gue. Ini papa gue, udah seharusnya gue yang jagain.”

Hati Claudia tertohok karena ucapan Aeli. “Aku juga anak kandung papa, Kak. Bisa nggak, sekali aja Kakak jangan egois bilang papa cuma papanya Kakak.”

Aeli menyeringai, dia melepaskan genggaman tangannya dari Mahesa lalu berdiri. Menyorot Claudia nyalang.

“Lo nyuruh gue buat jangan egois?”

Claudia diam tak menyahut. Cairan bening semakin menggenang di pelupuk matanya.

“Gue ingetin kalau lo lupa, yang paling egois di sini itu lo dan mama lo. Lo mau diakuin dunia kalau lo itu orang baik, kan? Sekarang gue tanya. Apa ada orang baik yang ngehancurin hidup orang lain buat kesenangannya sendiri? Terus lo pikir, lo gak egois?”

“Aku dan mama nggak pernah ngehancurin hidup Kakak.”

“Terus lo mau balik nyalahin gue dan bilang gue yang ngehancurin hidup gue sendiri?”

Claudia diam sejenak. “Bukannya iya? Emang Kakak sendiri kan yang bikin hidup Kakak hancur? Aku dan mama bahkan gak pernah ngusik Kakak.”

Aeli tertawa sumbang. Andai dia sedang tidak berada di ruangan rumah sakit, bisa dipastikan akan semurka apa dirinya sekarang.

Lantas, Aeli maju selangkah mendekati Claudia. Ekspresi wajahnya benar-benar tak terbaca, tetapi tatapan tajam yang dia pasang berhasil mengusik keberanian Claudia. Gadis itu mengepalkan tangan, berusaha bertahan untuk tetap membalas tatapan Aeli.

“Lo gak capek hidup dalam kebohongan, Clau? Nggak capek terus-terusan jadi orang lain yang sebenarnya bukan lo banget?”

Aeli tersenyum miring saat Claudia hanya diam tak berkutik. “Topeng emas lo gak akan bisa nutupin wajah buruk rupa lo selamanya, Clau. Cepet atau lambat orang juga bakal tau siapa Claudia Ardani yang sebenarnya.”

Dada Claudia semakin bergemuruh. “Aku nggak ngerti Kakak ngomong apa,” cetusnya.

“Lo bisa aja ngelabuin orang lain dengan wajah polos lo itu. Tapi jangan mimpi lo bisa ngelabuin gue. Karena cuma gue yang bener-bener tau busuknya lo kaya apa.”

“Stop. Aku gak mau lagi nggak denger omongan Kakak. Dari dulu Kakak emang gak suka kan sama aku? Makanya Kakak selalu jelek-jelekin aku.”

Senyum Aeli berubah manis. “Tanpa gue jelek-jelekin pun lo emang udah jelek kali. Tapi lo beneran jago sih sampai berhasil nutup mata mereka dan nganggep lo manusia paling sempurna.”

Claudia mati kutu. Dia kehabisan kalimat untuk membantah semua ucapan Aeli. Setiap kata yang keluar dari mulut gadis itu bagaikan racun yang dengan cepat menyebar dan melumpuhkan pertahanan musuhnya.

“Udah, ya. Mending lo pulang, karena gue gak akan biarin lo jagain papa gue.”

Claudia mengembuskan nafas berat. “Terserah Kakak, aku udah capek.” Gadis itu langsung berlalu keluar ruangan begitu saja. Dia beruntung karena tidak mendapatkan amukan Aeli seperti biasa.

Melihat kepergian Claudia ekspresi Aeli langsung berubah sepenuhnya. Dia bergumam rendah.

“Bitch.”

...•••...

Sky berjalan menyusuri lorong rumah sakit setelah bertanya di resepsionis di mana ruang rawat Mahesa. Tujuan Sky bukan hanya sebatas menjenguk pria itu, melainkan ingin melihat bagaimana keadaan Aeli sekarang.

Tepat saat Sky sampai di depan ruangan yang dicarinya, Aeli tiba-tiba muncul dari dalam. Keterkejutan di wajah Aeli tercetak jelas begitu matanya menangkap figur lelaki tampan yang dihindarinya akhir-akhir ini berdiri tepat di depannya.

Jantung Aeli lagi-lagi berdebar kencang tak karuan seperti akan meledak. Dia benar-benar tidak menyangka akan bertemu cowok itu di tempat ini.

“Aeli,” panggil Sky. Menatap lamat Aeli yang langsung terdiam begitu melihatnya.

Sky merasakan beban di dadanya mulai berkurang, dia lega Aeli terlihat baik-baik saja. Ya walaupun tidak sebaik kelihatannya.

“Lo ngapain di sini?”

Sky sempat tertegun mendengar nada bicara Aeli yang tergolong ... ketus? Rautnya pun terlihat tidak senang. Entah mengapa dada Sky kembali terasa sesak.

“Saya mau jenguk papa kamu. Maaf ya saya cuma bawa ini.” Lelaki itu menyerahkan parsel buah-buahan pada Aeli.

Butuh beberapa saat sebelum Aeli menerima benda tersebut. “Makasih. Papa gue udah baik-baik aja, lo gausah khawatir.”

Sky diam. Intonasi Aeli seolah mematahkan apapun yang berusaha dia kuatkan. Aeli masuk ke dalam ruangan untuk meletakkan buah-buahan tadi lalu kembali keluar. Dia mengernyit melihat Sky masih berdiri di sana.

“Udah, kan? Kenapa nggak langsung pulang? Kalau lo mau jenguk papa gue ke dalam, sorry, gue gak izinin. Papa butuh istirahat.”

Meski Aeli berbicara panjang, Sky tetap tidak bisa merasakan perasaan senang barang sedikit.

“Kamu marah sama saya, Li?” Akhirnya pertanyaan itu lolos dari bibir mungil Sky.

“Marah? Untuk apa?”

“Saya ngerasa kamu kaya nggak seneng liat saya.”

Aeli tersenyum hambar. Berusaha memaksa hatinya untuk tetap kokoh. “Emangnya selama ini gue keliatan seneng banget ya pas liat lo?”

“Maksudnya?”

“Nggak ada. Asal ngomong aja.” Aeli akan melewati Sky. Tetapi sebelumnya meninggalkan satu kalimat yang berhasil menohok lelaki itu.

“Mending lo pulang deh. Jujur aja gue gak butuh kehadiran lo di sini.” Dia tersenyum manis dan langsung mematri langkah meninggalkan Sky.

Namun sialnya dia terpaksa berhenti karena Sky mencekal tangannya tiba-tiba. Menyiksa jantung saja loh Sky ini.

“Bisa kamu jelasin kesalahan saya apa sampai bikin kamu marah kaya gini? Saya nggak akan tau kalau kamu menghindar terus.”

Aeli memejamkan mata sesaat, membuang nafas lalu berbalik badan. Iris cokelatnya memperhatikan wajah cowok itu dengan intens.

“Lo gak punya salah apapun, Sky. Udah ya, lepasin tangan gue.”

Sky menggeleng. “Saya nggak akan lepasin kamu sebelum kamu mau jawab pertanyaan saya.”

“Udah gue jawab. Lo butuh jawaban apa lagi?”

“Mata kamu nggak bisa bohong, Li.” Aeli tertegun sesaat. “Kalau saya salah saya minta maaf. Tapi bisa kan kamu kasih tau apa yang udah bikin kamu semarah ini?”

“Batu banget sih lo. Pengen banget gue salahin?”

“Saya mending disalahin daripada dihindarin kaya gini.”

Aeli mulai merasakan panas di area matanya. Dia sendiri tidak mengerti mengapa dirinya harus secengeng ini berhadapan langsung dengan Sky. Demi apapun, rasanya Aeli ingin menumpahkan tangis dan beban yang dia rasakan sekarang juga. Dipelukan Sky.

“Li ...,” panggil Sky lembut. Mendekati Aeli hingga mereka benar-benar berhadapan.

Sky terus menatap mata yang mulai berair itu, berusaha mencari jawaban pertanyaannya.

“Gue nggak kuat lagi. Mau nangis.”

Hanya karena satu tarikan terakhir yang Sky lakukan, kini tubuh Aeli sudah berada di dalam dekapan hangat cowok itu. Aeli terkejut setengah hidup dengan mata membulat. Semuanya terjadi secepat kilat, membuatnya kesulitan mencerna situasi sekaligus perasaan dalam dirinya.

Sky mendekap Aeli dengan erat, seolah tidak ingin membiarkan gadis itu menjauhinya lagi. Tangannya mengelus lembut belakang kepala Aeli dan dagunya ditumpukan di atas kepala sang empu.

Aeli sendiri tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Seluruh tubuhnya mendadak kaku untuk digerakkan. Merasakan usapan lembut Sky, tanpa bisa dicegah air mata Aeli akhirnya keluar dari persembunyian.

Bukannya marah atau mendorong Sky menjauh, dia malah menyembunyikan wajahnya di dada milik Sky. Tangannya yang sempat gemetar perlahan naik memeluk cowok itu. Jujur dari hati yang paling dalam Aeli sangat merindukan kenyamanan ini.

“Jangan jauhin saya, Li.”

Suara halus Sky yang terdengar benar-benar berhasil meruntuhkan seluruh pertahanan yang Aeli bangun mati-matian. Tangisnya sudah tak terbendung, membuat Sky semakin mengeratkan pelukan mereka tanpa ragu. Bahkan mengecup lama pucuk kepala gadis kesayangannya itu.

...•••...

Aeli kini berada di toilet rumah sakit. Berdiri di depan wastafel dan menatap pantulan dirinya dalam cermin. Tangannya bergerak menyentuh dada dan ternyata debarannya masih benar-benar menggila.

Aeli mengembuskan nafas lewat mulut beberapa kali. Bisa-bisanya pelukan Sky serta kecupan cowok itu di pucuk kepalanya masih benar-benar terasa. Kini tangan Aeli berpindah menyentuh kepala, mengedip dua kali dengan ekspresi linglung.

“Gila gue habis diapain? Itu tadi beneran Sky nggak sih?”

Bahkan untuk merasakan gravitasi pun rasanya sulit. Dirinya yang sempat dibuat melayang-layang rasanya enggan kembali ke posisi semula. Kini tatanan hatinya pun menjadi acakadut tidak jelas karena ulah Sky. Jangan tanya ke mana rasa marahnya karena dia sendiri pun tidak tahu.

“Atau jangan-jangan yang tadi itu setan? Ih creepy.” Aeli bergidik. Dia merinding sendiri karena tebakan konyolnya.

“Bodoh ya nggak mungkinlah. Mana ada setan bisa pakai parfum. Mana parfumnya Sky banget lagi. Aduh gimana ya?” Aeli kebingungan.

“Gue takut mau keluar anjir. Gimana cara gue ngadepin dia, ya? Masih punya muka nggak ya gue?”

Aeli menggeleng keras. Menghalau jauh-jauh rasa malu serta antek-anteknya. Lagipula sampai kapan Aeli akan terus mengurung diri di sini? Bisa-bisa malah Sky sendiri yang menyeretnya keluar.

“Oke, Li. Just calm and down.”

Setelah merasa lebih baik, Aeli memberanikan diri keluar dari toilet. Berniat menghampiri Sky yang masih menunggunya di ruang rawat Mahesa. Sebenarnya Aeli menitipkan papanya itu pada Sky, sedang dirinya izin kabur.

Baru Aeli menggeser pintu ruangan, dirinya langsung disuguhkan pemandangan yang sukses membuatnya terkejut. Mahesa sudah sadar dan pria itu tengah berbicara dengan Claudia dan Ashila yang entah kapan sampai ke sini. Sky juga masih di sana, menatap mereka dengan pandangan yang tak bisa Sky artikan.

“Papa,” panggil Aeli seraya mendekat.

Gadis itu tidak bisa menyembunyikan senyumnya melihat Mahesa sudah membuka mata. “Pa, Eli kangen.”

Aeli memeluk Mahesa, menyalurkan rasa rindu yang selama ini dia tahan-tahan. Aeli benar-benar bahagia melihat Mahesa berhasil melewati masa sulitnya.

“Eli seneng banget liat Papa udah siuman.” Gadis itu melonggarkan pelukan mereka kemudian. “Keadaan Papa gimana? Beneran udah baik-baik aja kan, Pa?”

Mahesa masih belum menjawab, tetapi air mukanya sama sekali tidak menunjukkan bahwa dia juga senang melihat kehadiran putri sulungnya itu. Dan Sky menyadari itu.

“Ngapain kamu di sini?” Mahesa balas bertanya tanpa mengindahkan pertanyaan Aeli.

“Ngapain?” Gadis itu kebingungan. “Eli jagain Papa.”

“Kapan kamu pernah jagain Papa?”

“Apa?” Aeli menatap Mahesa tidak percaya.

“Bukannya dari dulu kamu emang nggak pernah peduli sama Papa? Sekalipun Papa sakit, kamu nggak pernah kan luangin waktu sebentar buat jenguk Papa.”

“Pa, aku dari kemarin-kemarin di sini terus jagain Papa. Bisa-bisanya Papa ngomong kaya gitu.”

Dada Aeli sesak, air matanya jatuh tak tertahan. Bahkan saksi mata yang melihat dia di sini dari awal memilih mengunci mulut rapat-rapat tanpa berniat menjelaskan.

“Kapan kamu pernah jagain Papa, Li? Yang selama ini selalu jagain Papa cuma mama sama adik kamu. Memangnya kamu pernah ngelakuin itu buat Papa?”

Perkataan Mahesa kembali menorehkan luka besar di hati Aeli.

“Om, memang Aeli yang jagain Om dari kemarin-kemarin. Dia bahkan bela-belain nggak masuk sekolah supaya biar bisa mantau keadaan Om.” Sky menyahut. Dirinya tidak tahan melihat Aeli dipojokkan begitu.

“Kamu siapa? Kamu tau apa?”

“Saya tau semuanya. Gimana kelakuan buruk Om ke Aeli selama ini juga saya tau.”

Mahesa menatap Sky tajam. “Kamu itu cuma anak kemarin sore yang tidak tahu apapun tentang keluarga saya. Jadi lebih baik kamu diam.”

“Orang kalau udah benci emang susah, ya. Mau dibaikin kaya apa juga udah nggak berguna.” Aeli menyeka air matanya dengan kasar. Menyorot Mahesa kecewa.

“Dan lo tau? Gue bener-bener nyesel udah buang waktu gue buat ngurusin manusia kaya lo.”

Aeli berjalan keluar ruangan dengan perasaan hancur. Sky menyusul setelah melempar tatap pada Mahesa dan dua manusia yang sejak tadi berdiri di sana tanpa bicara.

Padahal dibanding Sky, mereka lah yang paling tahu bagaimana usaha Aeli untuk tetap berada di sisi Mahesa. Tetapi entah mengapa tidak ada satu kata pun yang mereka ucapkan untuk membantu Aeli meluruskan ketidakpercayaan Mahesa.

...•••...

Aeli berjalan pergi meninggalkan gedung rumah sakit dengan langkah lebar. Air mata tak berhenti mengalir ke pipi mulusnya, seolah menjadi bukti paling nyata sehancur apa dirinya sekarang. Sekuat apapun Aeli berusaha menyekanya, air mata itu akan tetap luruh tanpa diminta. Untuk pertama kalinya, dunia berhasil melihat kehancuran Aeli.

Gadis itu segera menghampiri mobilnya di parkiran. Namun saat dia akan membuka pintu, Sky datang menghalangi niatnya. Lelaki itu mencekal pergelangan tangan Aeli, tetapi sama sekali tak membuat dia menatap. Wajahnya terlalu menyedihkan untuk dilihat.

“Saya anter kamu pulang,” putus Sky, mutlak.

“Gue bisa sendiri.” Aeli membalas dengan suara bergetar.

“Saya anter kamu pulang, Aeli. Saya nggak bisa biarin kamu nyetir sendiri dalam keadaan kaya gini.”

Aeli lagi-lagi memejamkan mata, membiarkan cairan bening itu luruh hingga menyentuh permukaan aspal. Benar kata Sky, bahkan dirinya sendiri pun tidak yakin apa bisa tetap menyetir dengan benar di saat seperti ini.

Lantas, Aeli mengangguk mengiakan. Sky tersenyum tipis, menggandeng Aeli menuju kursi penumpang di sebelah kiri dan membukakan pintu untuk gadis itu. Setelah Aeli masuk, barulah dia ikut menyusul.

Mobil merah cerah itu akhirnya meninggalkan area rumah sakit, juga menyisakan luka lebar di hati sang pemilik. Hancur, entah sudah kali ke berapa Aeli berhasil dihancurkan oleh harapannya sendiri.

Tidak ada yang berbicara selama perjalanan. Sky dan Aeli sama-sama kompak membungkam mulut. Sky sengaja memberikan Aeli waktu untuk menenangkan perasaannya yang kacau. Sedang Aeli tampak menatap kosong ke luar jendela dengan air mata yang terus mengalir.

Hingga bermenit-menit terlewat dan saat rumah Aeli sudah sangat dekat, dia menutur pelan.

“Bawa gue pergi ke tempat yang jauh, Sky. Sejauh-jauhnya, please.”

Sky tentu terkejut mendengar permintaan mendadak gadis itu. “Kamu serius?”

Aeli mengangguk. “Bawa gue ke mana aja terserah. Asal di tempat yang jauh. Gue gak mau di sini, Sky.”

Masalahnya Sky bingung harus membawa Aeli ke mana. Ada sih satu tempat yang mungkin bisa mengobati kesedihan Aeli. Tapi jauh bukan main dan memakan waktu sampai tiga jam perjalanan.

Aduh Sky, jangan gila deh. Anak orang dibawa kabur.

“Sejauh-jauhnya?” tanya Sky memastikan.

Aeli mengangguk cepat. Dia sudah sangat siap untuk melarikan diri.

“Oke.”

Sky langsung menambah kecepatan mobil, melewati rumah Aeli begitu saja. Dia akan mengurus semuanya nanti, yang terpenting untuk saat ini adalah kesembuhan inner Aeli.

...•••...

Terpopuler

Comments

Erni Fitriana

Erni Fitriana

kyknya tawaran temen mu waktu itu bokeh juga kamu ambil liii...potong selang infus🤭

2023-09-05

0

Erni Fitriana

Erni Fitriana

beuhhhhhhhh....sky😘😘😘😘😘😘...sekalian li...omongin yg kamu dengernpengakuan sky..yg bikin kamu ilfeel

2023-09-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!