thirteen

...•••...

Aeli menghembuskan nafas panjang seraya menatap gerbang rumah yang menjulang tinggi di depannya. Sudah seminggu dia tidak menginjakkan kaki ke sini dan sekarang, dia terpaksa kembali.

Sebenarnya Aeli benar-benar malas melihat wajah-wajah penghuni rumah ini, namun dia tidak punya pilihan lain. Ini rumahnya, bagaimana pun keadaannya dia tetap akan kembali ke rumah ini.

Bel dibunyikan. Tidak butuh waktu lama satpam yang berjaga pun muncul. Tampaknya terkejut melihat figur Aeli dan buru-buru membukakan gerbang.

“Non Aeli, akhirnya pulang juga. Non Aeli baik-baik saja?” tanya Pak Supardi. Nada bicaranya sarat akan kekhawatiran.

“Baik,” balas Aeli seadanya. Tidak berniat beramah tamah.

Kakinya berjalan memasuki pekarangan dengan enggan. Setiap melihat gedung dua tingkat itu, dada Aeli selalu terasa sesak. Segala jenis luka dia dapatkan di sana. Rasanya mustahil untuk bisa baik-baik saja.

“Kak Aeli pulang?” Claudia tampak terkejut melihat kedatangan Aeli. Matanya memancarkan binar pertanda dirinya senang.

Aeli berdecak tak minat. Dia sendiri tidak habis pikir mengapa harus kembali ke rumah ini lagi. Sial, Aeli benar-benar menyesal sudah merasa tidak enak dengan keluarga Clara karena terus menumpang. Seharusnya, dia bersikap tidak tahu diri saja. Toh mereka juga tidak keberatan menampung dirinya.

“Aeli, akhirnya kamu kembali juga.” Ashila senang melihat kemunculan anak tirinya.

“Ya iya lah, orang ini rumah aku,” cetus Aeli. Melangkah melewati mereka tanpa peduli dan berjalan ke arah kamar.

Aeli membanting tubuhnya ke atas kasur sambil menghembuskan nafas panjang lewat mulut. Jujur, Aeli rindu suasana kamarnya yang tenang dan menyejukkan. Hanya ini satu-satunya tempat yang paling Aeli sukai di rumah ini. Hanya tempat ini yang bisa bikin dia nyaman.

Karena gerah, Aeli memilih untuk menyiram dirinya di kamar mandi. Mengganti pakaian dengan pakaian santai lalu mengeringkan rambut panjangnya dengan hair dryer.

Setelahnya Aeli kembali berjalan keluar kamar menuju halaman belakang. Dia ingin menemui Gita. Entah bagaimana keadaan monyet kampret itu selama ditinggal dirinya beberapa hari ini.

Benar saja, Gita yang awalnya duduk santai sambil memakan pisang langsung mendongak mendapati kedatangan Aeli. Monyet itu heboh sendiri, ingin langsung melompat ke tubuh Aeli namun rantai di lehernya menghalangi.

Aeli terkekeh. Mendekat ke arah Gita lalu menyambut kesayangannya itu dengan pelukan. Ah, senangnya ketemu lagi dengan kembaran.

“Kangen Gita,” gumam Aeli. membelai bulu halus Gita penuh kasih sayang. Yang diperlakukan seperti itu malah semakin gencar belingsatan di tubuh Aeli. Banyak tingkah memang.

“Gita kangen Eli nggak?” tanya Aeli. Gita menanggapi dengan suara khasnya, membuat Aeli kembali terkekeh.

“Jalan-jalan mau?”

Gita semakin bersemangat mendengar kata jalan-jalan. Dia paling senang diajak keliling kompleks dan melihat banyak manusia berlalu lalang sore-sore begini. Gita suka bersosialisasi, beda jauh dengan majikannya itu.

Segera saja Aeli membawa monyetnya keluar menghirup udara segar. Membiarkan Gita memimpin jalan sedang dirinya memegang ujung rantai agar Gita tidak berjalan terlalu jauh.

“Kak Aeli mau pergi lagi? Aku sama mama udah siapin makanan loh buat Kakak. Makan dulu ya, Kak.” Suara halus Claudia kembali terdengar.

Aeli menyorot dingin. “Makan aja sendiri.”

“Tapi mama udah—”

“Siapa suruh masak buat gue?”

Sudah tahu Aeli tidak akan pernah menyentuh makanan yang dimasak Ashila, mereka masih saja gencar memaksanya. Biar apa coba?

“Maaf, Kak. Tapi boleh nggak sekali ini aja makan masakan mama? Mama seneng banget tadi pas tau Kakak pulang.”

“Ya terus?”

“Hargain usaha mama sedikit aja, Kak.”

Aeli berdecih. Menahan Gita yang tampak tidak sabar untuk jalan-jalan lalu mengeluarkan dompet dari saku celana. Mengeluarkan beberapa lembar uang berwarna merah lalu dilempar begitu saja di depan Claudia.

“Cukup harganya?”

Claudia mengepalkan tangan, matanya memanas dan bersiap menumpahkan cairan. Hatinya selalu sakit melihat perlakuan Aeli padanya.

“Kalau kurang bilang aja. Nanti gue transfer ke rekening mama lo.” Aeli tersenyum miring saat Claudia hanya diam tak berkutik.

“Ayo, Gita. Buang-buang waktu ngurusin nih orang.”

...•••...

Pagi ini Aeli sibuk berkutat di dapur, menyiapkan bekal untuk diberikan ke Sky. Setelah sekian lama, akhirnya Aeli kembali menginjakkan kaki ke dalam dapur. Sebenarnya Aeli tidak jago masak sih, tapi ya bisalah. Tidak terlalu buruk juga untuk disebut masakan. Masih layak makan juga kok.

Setelah bertempur selama beberapa saat, akhirnya masakan Aeli matang juga. Hanya tinggal ditata ke dalam wadah bekal. Senyum manis tak luntur barang sedetik dari wajah Aeli. Membayangkan Sky makan masakannya saja sudah membuat Aeli hampir pingsan.

Aduh, respon Sky nanti akan bagaimana ya kira-kira? Semoga saja dia tidak keberatan Aeli bawakan bekal. Gadis itu refleks terkikik geli, Sky seperti anak TK saja pakai dibawakan bekal segala.

“Kamu masak, Aeli?”

Suara Ashila memenuhi dapur. Aeli melirik ke tempat wanita itu berdiri, rautnya berubah dingin.

“Menurut Tante?” ketus Aeli. Mengambil wadah bekal dari dalam lemari.

Ashila mendekat. Harum masakan Aeli menyapa indera penciumannya. “Udah lama Mama nggak liat Aeli masak. Kenapa nggak bilang kalau mau bawa bekal? Coba gitu biar Mama siapin.”

“Aku nggak butuh jasa Tante dan mendingan Tante berhenti bersikap sok baik di depan aku. Geli liatnya.”

Ashila tersenyum maklum. Sama sekali tidak menghakimi Aeli karena tingkah tidak sopan anak tirinya itu.

“Ada yang perlu Mama bantu?”

“Ck, apa sih, Tan! Gausah lancang sebut diri Tante dengan sebutan mama! Karena mama aku cuma satu! Nggak ada yang lain! Apalagi Tante!” balas Aeli tegas. Sorot matanya menampakkan kilatan amarah.

“Maaf kalau Mama—maksudnya, maaf kalau Tante bikin kamu nggak nyaman. Tapi gimana pun, Tante bakal tetap anggap kamu sebagai anak Tante.”

Aeli berdecih, muak. Entah kenapa manusia-manusia ini gemar sekali bersandiwara. Apa mereka tidak sadar jika tingkahnya selalu bikin Aeli hampir muntah?

“Nanti kalau kamu sudah selesai pakai dapurnya bilang Tan—”

“Udah selesai.” Aeli menutup wadah bekal dengan sedikit kasar, memasukkannya ke dalam paper bag.

“Maaf udah kotorin dapur Tante. Kalau Tante jijik sama perkakas yang udah aku pakai, buang aja. Beli baru.”

Aeli akan pergi, namun menyempatkan diri berhenti di depan Ashila sambil membisikkan sesuatu.

“Uang yang Tante dapat dari papa kan banyak. Buat beli perkakas dapur doang gak bikin Tante jatuh miskin untuk kali kedua lah.”

Gadis itu berjalan melewati Ashila dan segera naik ke lantai atas, di mana kamarnya berada. Ashila hanya bisa menghela nafas panjang. Menghadapi Aeli memang sangat amat tidak mudah. Anak itu terlalu keras untuk diluluhkan.

...•••...

Aeli sebenarnya ragu untuk memberikan bekal yang dibuatnya kepada Sky. Tebakan buruk sejak tadi tak berhenti melintas di otak kepalanya. Bagaimana jika nanti Sky tidak suka? Bagaimana jika Sky menolak pemberiannya? Bagaimana jika Sky langsung ilfeel melihat Aeli tancap gas terus-terusan? Hah, Aeli mau gila memikirkannya.

Demi apapun, sebelum berangkat Aeli benar-benar merasa percaya diri dan tidak memikirkan kemungkinan terburuk sama sekali. Tetapi kala dirinya sudah menginjakkan kaki di gedung sekolah, rasa percaya dirinya langsung musnah.

Dia menakutkan hal-hal yang belum tentu akan kejadian. Dan itu malah semakin membunuh nyali yang sudah dia siapkan sejak semalam. Sial.

“Gimana cara gue ngasihnya, ya? Gue harus ngomong apa?” Otak Aeli blank. Dia tidak bisa memikirkan apapun untuk sekarang. Alhasil dia hanya bisa berdiri di koridor sambil menatap kosong beberapa murid yang kebetulan lewat.

“Kak Aeli!”

Hampir saja jantung Aeli merosot ke perut kala Tiffany tiba-tiba nongol di sebelahnya. Dari awal sebenarnya Aeli sudah curiga, apa jangan-jangan cewek ini titisan setan? Muncul-muncul seenaknya. Bikin orang jantungan saja.

“Tif! Ngagetin banget sih!” kesal Aeli, menyentuh dada kirinya yang bergemuruh karena ulah Tiffany.

“Hehe, peach, Kak. Kirain Kakak nggak bakal kaget liat aku.” Tiffany menyengir, membuat mata indahnya ikut menyipit.

“Kaget lah gila! Lo aja munculnya kaya setan!”

Sekarang, melihat Aeli ngomel-ngomel pun Tiffany sudah tidak takut. Padahal dulu sebelum mengenal Aeli, baru melihat wujud gadis itu saja langsung ngumpet. Takut digeprek katanya.

“Kakak ngapain masih di sini? Kok nggak langsung masuk kelas? Itu apa? Kakak bawa bekal?”

Cerewetnya sepupu Clara ini ....

“Kepo.”

“Yee, penasaran tau. Biasanya nggak pernah tuh Kak Aeli mangkal di sini. Bawa-bawa paper bag pula.”

Satu ide tiba-tiba melintas di otak kepala Aeli. Memanfaatkan Tiffany sekali-kali tidak apa-apa lah ya.

“Tif, mau bantuin gue nggak?” tanya Aeli, harap-harap.

“Boleh. Kakak mau aku bantu apa?”

“Kasihin ini ke Sky dong. Bilang aja dari gue.” Aeli menyerahkan bawaannya. Menimbulkan kerutan di kening Tiffany.

“Kenapa nggak Kakak kasih sendiri aja?” Dia mengedip kebingungan.

“Katanya mau bantuin. Ngapain nanya?”

“Dih, pengen tau doang nggak boleh.”

Aeli mendengkus pelan dibuatnya. Ternyata Tiffany ini cukup menguji kesabaran.

“Ya nggak kenapa-napa. Nih, anterin ke kelasnya.”

Tiffany menatap paper bag itu sebentar, menggeleng kemudian. “Nggak ah.”

“Lah? Gimana, sih?”

“Kakak nggak inget gimana tragisnya kisah cinta aku sama kak Sky? Aku udah nggak punya muka lagi buat ketemu dia. Malu tau.”

“Kisah cinta lo doang kali.” Bola mata Aeli berotasi.

“Jangan diperjelas, Kak.” Bikin Tiffany makin nelangsa saja loh Aeli ini.

“Jadi gimana? Tadi lo bilang mau bantuin gue. Plin-plan banget.”

“Kalau disuruh ketemu kak Sky, aku angkat tangan aja deh. Maaf ya Kak Aeli yang paling cantik!”

“Sana lo jauh-jauh!” usir Aeli. Percuma saja menyuruh Tiffany.

Tiffany kemudian menjauh sambil terkekeh. Wajah kesal Aeli bikin dia makin gencar ingin menggoda. “Semangat ya, Kak! Kalau bekalnya ditolak kasih aja ke orang yang lebih membutuhkan!” Begitu kalimat terakhirnya sebelum benar-benar naik ke anak tangga.

“Gapapa, Li. Lo gak butuh bantuan siapapun. Sky pasti terima bekal dari lo.” Aeli menghentak nafas satu kali, tersenyum manis lalu berjalan menuju kelas Sky.

Katakan saja Aeli sok kuat. Padahal dalam hati ketar-ketir mampus, takut ditolak.

...•••...

Fabian melangkahkan kaki ke dalam kelas. Dia tidak langsung berjalan ke tempat duduknya melainkan mampir sebentar ke meja Sky. Meletakkan sebuah paper bag berwarna baby blue ke atas meja. Membuat Sky dan teman sebangkunya, Dylan, mengerutkan kening.

“Apaan nih?” tanya Dylan penasaran. Mengintip isi paper bag tersebut.

“Buat Sky, bukan buat lo,” cetus Fabian. Dihadiahi tatapan penuh kecurigaan dari Dylan.

“Tumben banget lo bawain Sky bekal. Mau rebut adek gue lo, ya?!” tuduhnya.

“Adek gue di rumah udah bejibun, nggak butuh yang baru.”

“Dari siapa, Yan?” tanya Sky. Dia yakin Fabian tidak mungkin sekurang kerjaan ini membawakannya bekal.

“Gebetan lo lah, siapa lagi?”

“Gebetan gue? Siapa?”

“Gebetan lo siapa lagi emang selain Nyai Ratu Faye Aeliya yang terhormat, Sky Lazaro.”

“Anjay.” Dylan bergumam takjub. “Si Aeli sekarang ngegas banget, ya? Keren keren.”

Sedangkan Sky cowok itu langsung diam mengetahui siapa yang membawakannya bekal. Menatap benda itu sebentar lalu diambil untuk dia lihat isinya. Sebelum Sky sempat membuka wadah tersebut, fokusnya lebih dulu disita oleh sebuah kertas yang menempel di atas penutup.

Tidak menunggu lama, Sky membuka lipatan kertas dan mendapati tulisan kecil yang sangat rapi. Bibirnya berkedut kecil menahan senyum.

“Cielah. Mau senyum ya senyum aja kali Sky, jangan ditahan-tahan ntar jadi kutil,” ceplos Dylan.

Bisa gitu ya?

“Lo nggak mau berbagi gitu, Sky? Gue penasaran loh pengen nyobain masakan cewek lo.” Fabian menutur.

“Dia masak sendiri?” Dylan tampak terkejut.

Fabian mengangguk. “Buktinya tadi dia ngomong gini, ‘pastiin bekal yang gue masak sampai ke tangan Sky ya, jangan lo comot. Coba aja sih kalau bosen hidup.’ Belum apa-apa udah kena semprot gue anjir.”

Dylan ngakak. Sky pun ikut terkekeh mendengar pesan Aeli pada Fabian. Dia kembali menatap nota kecil yang membuat hatinya sedikit bergetar. Begini isinya,

Jangan lupa dimakan ya, Sky. Semoga suka ^^

-Aeliya

“Baru kali ini gue iri banget sama lo, Sky. Kapan ya ada cewek yang mau bikinin gue bekal juga?” Dylan berubah mellow. Meratapi nasib jomblo ngenesnya itu.

“Tidur dulu sana. Ntar ada yang bawain,” kata Fabian. Ngacir ke tempat duduknya yang berada di pojokan. Tepat di sebelah Rey yang kini tertidur pulas.

“Dalam mimpi!” seru Dylan sebal. Melirik kertas kecil yang belum sempat dia baca.

“Liat dong Sky, Aeli nulis apa?”

Sky segera menjauhkan wadah bekal tersebut dari jangkauan Dylan. “Orang kepo jodohnya ngaret,” ceplosnya asal.

“Heh! Ngawur banget! Siapa yang ngajarin lo ngomong begitu?!”

“Lo.”

“Masa sih?”

“Udah ah jauh-jauh sana. Ngapain lagi deket-deket?” cetus Sky karena Dylan mepet terus ke arahnya. Namanya juga penasaran.

“Dasar pelit. Gak gue anggep adek lo ya.”

“Gak peduli.”

Dylan mencibir. Mengabaikan celotehan Dylan, Sky mengambil ponselnya di atas meja, membuka roomchatnya dengan Aeli lalu mengetikkan sesuatu sebelum jam pelajaran dimulai.

Sky

Makasih buat kirimannya.

Send!

Saat Sky akan meletakkan ponselnya kembali, Aeli keburu membalas. Gercep banget memang anak itu.

Aeli

Udah diterima? Gak dicomot temen lo kan?

Sky

Udah, Li. Nggak kok, temen saya orangnya amanah.

Aeli

Bagus deh. Maaf gak ngasih langsung, gue takut soalnya🙈

Sky

Kenapa takut? Saya kan nggak makan orang.

Aeli

Takut ditolak. Siapa tau aja lo nggak suka gitu. Makanya gue titipin temen lo aja. Biar kalau pas lo nolak, gue gak liat.

Sky geleng-geleng. Ada saja kelakuan cewek satu ini.

Sky

Kamu mikirnya kejauhan, Aeli.

Aeli

Hehe. Semoga suka ya, Sky❤

Nah kan, emot apa itu?

“Udah lope-lope-an aja buset.”

Sky terperanjat mendengar suara Dylan tepat di sebelahnya. Woi, jangan bilang dia ngintip sejak tadi!

“Sans aja, Men. Sama gue aman kok. Mending lo bales pakai emot ini.” Seenak jidatnya Dylan menunjuk emotikon yang tidak pernah sekalipun Sky pencet seumur hidupnya.

‘😘’

...•••...

Clara kembali ke meja kantin setelah memesan makan untuknya dan Aeli. Hari ini jadwal Clara yang pesan. Dia menyerahkan minuman bersoda yang dibelinya tadi pada Aeli dan diterima dengan akhiran terima kasih.

Mereka menyesap minuman masing-masing sambil menunggu pesanan datang. Satu hal terlintas di otak Clara, lantas dia menyudahi minum dan menatap Aeli.

“Lo udah dapat undangan dari si Rinda belum?” Clara bertanya. Rinda adalah salah satu siswi yang cukup populer dan dikenal hampir seluruh angkatan. Lima hari lagi akan merayakan pesta ulang tahun dan mengundang teman-teman sekolahnya.

“Udah, why?”

“Udah punya partner buat lo gandeng?” Nada bicara Clara ituloh, kok kaya sebuah ejekan, ya? Mana sambil ketawa kecil lagi.

“Kalau belum punya kenapa emang? Lo mau jadi partner gue?”

“Gue cewek, stupid! Ya kali. Emang lo lesbian?”

“Nggak tuh. Lo sendiri?”

“Nanya lagi! Gue masih lurus ya, pacar gue cowok tulen!”

“Udah liat sendiri?”

“Apanya?!”

“Apanya kek.”

Berbicara dengan Aeli memang sering bikin darah tinggi. Ditanya apa jawabnya apa. Sengaja banget bikin pembahasan jadi melencong ke mana-mana.

“Otak lo, Li.” Clara geleng-geleng tak habis pikir.

“Otak gue di dalem kepala. Mau liat?”

Clara mengelus dada seraya memejamkan mata. Dia harus punya stok kesabaran yang banyak jika tidak ingin berakhir mencakar wajah songong Aeli.

“Serius deh! Lo udah partner belum?”

Aeli berpikir sejenak. Satu nama melintas di otaknya. “Udah.”

“Siapa?”

“Sky.” Aeli tersenyum lebar lalu bercermin di layar ponsel. Meneliti tampilan wajah cantiknya yang masih segar sejak pagi.

“Dia mau emang?” Clara tampak ragu.

“Gak mau ya gue seret.”

Clara berdecak tiga kali. Pembahasan mereka berhenti sebentar karena makanan mereka sudah datang. Clara mengucap terima kasih, dan setelah kepergian mbak kantin tersebut, dia kembali melanjutkan pembahasan.

“Lo nggak coba ngajak Dipta?”

Aeli yang kembali meminum air soda miliknya tersedak karena ucapan Clara. Yang benar saja woi.

“Sakit lo?”

“Kesempatan bagus buat nyakitin Claudia, Li. Lo nggak pengen liat dia kebakar? Masa cuma fisiknya yang lo serang? Sekali-kali mentalnya kek.”

Aeli geleng-geleng. Sedikit tidak menyangka jika otak Clara ternyata jauh lebih kejam darinya.

“Gue cari gandengan bukan buat nyakitin orang. Kayanya lo lupa ini juga bisa jadi kesempatan bagus biar gue bisa makin deket sama Sky.”

“Sky mulu,” cibir Clara.

“Dipta mulu.” Aeli membalas dengan nada yang sama.

...•••...

Pembahasan yang sama juga terjadi di salah satu meja panjang tempat enam cowok populer itu biasanya berkumpul. Mereka semua diundang ke acara ulang tahun Rinda dan sibuk membahas gandengan.

“Gue sama Naya kayanya, kalau nggak ya sama Fina.” Tirta menutur. “Kalau bisa dua kenapa harus satu? Ya nggak?”

Sudah menjadi rahasia umum jika seorang Tirta Baswara adalah playboy kampret yang paling terkenal sering gonta-ganti cewek. Teman-temannya pun sudah tidak kaget lagi.

“Kalau kalian sih gue gak heran ya mau pergi sama siapa aja. Tapi Sky?” Pandangan mereka spontan memusat ke Sky yang tampak fokus berkutat dengan HP miringnya.

Sky yang merasa ditatap mendongak sebentar, menunduk kembali dengan kernyitan di sekitar dahi.

“Kenapa pada liatin gue?” tanya Sky keheranan. Tetap fokus pada game yang dia mainkan.

“Adek, kalau lo nggak punya gandengan perginya sama Abang aja, ya.” Dylan menutur sok lembut. Bikin Sky hampir muntah mendengarnya. “Kita sama-sama jones kok.”

“Lo doang kali. Sky mah udah sama Nyai Ratu,” sahut Fabian.

“Masa sih?”

“Nebak doang.”

Raut yang tadinya kaget kini berubah datar. Refleks tangan Dylan menjitak kepala Fabian karena kesal.

“Emang harus banget pergi sama pasangan?” tanya Sky.

“Nggak juga sih sebenarnya. Tapi lebih bagus kalau lo punya pasangan, Sky.” Dylan menjawab.

“Pas dansa biar nggak sama angin.” Rey menyeletuk. Dihadiahkan jempol tangan oleh Dylan. Untung bukan jempol kaki yang melayang.

“Bayangin Flourst bakal segempar apa kalau Sky perginya sama Aeli.” Tirta membayangkan.

“Liat aja, bentar lagi pasti Aeli bakal ngajak lo,” kata Fabian pada Sky. Masih santai mengunyah nasinya.

“Pokoknya kalau Aeli ngajak duluan, terima aja, Sky. Atau kalau dia belum ngajak, ya lo ajak duluan.” Dylan menutur.

“Tapi kayanya bakal lebih gempar kalau Aeli perginya bareng lo, Dip. Lo nggak ada niatan ngajak dia gitu?” ceplos Tirta. Teman-temannya yang lain tampak kaget mendengar ucapannya.

“Gue sama Claudia.”

“Claudia biar sama gue aja, lo sama Aeli.”

Sepertinya semua perempuan yang ada di dunia ini bakal diborong oleh Tirta. Dasar playboy kampret!

“Rentengin aja semuanya, Tir.” Fabian menimpali.

“Orang kalau sekalinya gak tau diri suka ngelunjak gitu, ya,” cerca Rey.

“Noob. Biasalah.” Dylan mengibas-ngibaskan tangannya.

Tirta menyengir lalu menangkup tangan. Dikeroyok begitu bikin nyalinya ciut loh. Lantas dia mepet ke Dipta, berbisik pelan. Memastikan ucapannya tidak didengar teman-temannya yang lain.

“Lo belum minta maaf kan sama Aeli? Mending lo gunain nih kesempatan buat dapet maaf dari dia.”

“Gue gak butuh,” balas Dipta lalu memasukkan sesuap makanan ke dalam mulut.

“Ck, lo dibilangin ngeyel terus. Ntar kalau ngerasa bersalah lagi ngadu ke gue.”

“Gak bakal.”

“Tai.” Tirta mulai kesal. “Mending lo cepetan ajak Aeli sebelum keduluan sama Sky. Bikin alasan apa kek biar dia mau. Claudia biar jadi urusan gue.”

“Itu ngapain lagi pakai bisik-bisik? Ngerumpi?” Suara Dylan menginterupsi. Menatap curiga ke arah Tirta dan Dipta.

Lantas Tirta sedikit menjauhkan tubuh dari Dipta. Menyahut. “Iya, ngerumpiin lo. Kata Dipta muka lo mirip onta.”

“Sialan.”

Di tengah kebisingan teman-temannya, Sky yang masih fokus dengan ponsel diam-diam menghela nafas pelan. Dia berada tepat di sebelah Dipta dan telinganya masih berfungsi dengan normal. Mustahil dia tidak mendengar ucapan Tirta barusan.

Baru kali ini dia merasa sedikit tidak nyaman berada di antara teman-temannya. Sesuatu aneh terasa menggelitik relung hatinya.

...•••...

Terpopuler

Comments

miyura

miyura

cerita othor.. buat penasaran.

2023-10-09

0

Erni Fitriana

Erni Fitriana

🤣🤣🤣🤣rumpies juga tuh cowok cowok

2023-09-03

0

Erni Fitriana

Erni Fitriana

baik lo lii saudara perempuan n ibu sambung kamu...coba belajar buka hati liii

2023-09-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!