five

...•••...

Perlakuan yang Aeli dapatkan kala memberanikan diri mendekati kelompok Dipta membuatnya tidak berhenti mengomel. Tentu yang dia salahkan adalah Claudia. Andai perempuan itu tidak muncul, rencana Aeli meminta bantuan Sky pasti akan sukses dan dia tidak berakhir dikacangi.

Aeli benar-benar kesal. Dia sampai ingin melipat bumi dan mengacak-acak seluruh alam semesta.

"Kampret! Kampret! Kampret! Sebel banget gue! Kenapa tuh orang harus muncul sih? Sengaja banget mau gagalin rencana gue?" gerutu Aeli seraya memasukkan buku-buku ke dalam kardus.

Aeli tidak bohong bahwa dia membutuhkan bantuan untuk membawa beberapa kardus buku paket ke perpustakaan. Wali kelasnya menyuruh Aeli melakukan itu. Awalnya Clara yang akan membantu. Namun mendadak gadis itu memiliki ide cemerlang untuk membuat Aeli bisa lebih dekat dengan Sky.

Ternyata, rencana tersebut malah gagal total. Alhasil Aeli harus mengusung buku-buku tadi sendiri karena Clara sudah ngacir duluan entah ke mana. Sialan memang.

"Hih, bikin malu! Mau ditaro di mana coba muka gue habis ini? Keseeeeeel!"

"Aeli."

Suara lembut yang terdengar bikin Aeli merapatkan bibir. Secepat kilat gadis itu mendongakkan kepala menatap sang pemilik suara.

Di detik yang sama, jantung Aeli serasa hampir rontok ke perut. Senyum manis yang sang empu lontar bikin nafas Aeli sesak. Dia merasa akan kehilangan pasokan oksigen.

Bilang saja Aeli lebay. Hujat sepuasnya!

Cowok jangkung itu berjongkok di depan Aeli, menyorot kardus serta buku-buku yang masih berserakan. Aeli kehilangan fokus, tubuhnya seperti tak menapak. Matanya terus tertuju pada Sky, mengamati wajah menggemaskan itu lamat-lamat.

Aeli tegaskan. Sky itu memiliki pahatan wajah yang hampir sempurna menurut Aeli. Matanya bulat, hidungnya tidak terlalu mancung, bibirnya mungil, rambutnya hitam berponi, dan dia memiliki senyum indah yang begitu memikat. Jangan lupakan tinggi badannya yang seperti pilar. Sky itu, tipe ideal Aeli banget.

"Boleh saya bantu?" Sky bertanya lagi.

Seketika Aeli tersadar dari dunia lamunannya. Hampir saja Aeli pingsan jika tidak segera mengambil kendali dirinya.

"B-boleh," jawab gadis itu gugup setengah mampus.

"Mau dibawa ke perpus semua, kan?"

Persis orang bodoh, Aeli mengangguk saja. Dia sampai bingung harus melakukan apa. Kehadiran Sky mengacaukan akal sehatnya. Ternyata orang yang tidak pernah jatuh cinta, sekali jatuh cinta malah cosplay jadi orang gila.

Sky mulai membantu Aeli memasukkan buku-buku ke dalam kardus. Setiap gerak-geriknya diamati begitu intens oleh Aeli. Tidak ada satu gerakan pun yang Aeli lewatkan. Apapun yang Sky lakukan sukses membuatnya terpesona. Bisa-bisanya cowok itu terlihat begitu menawan. Emang ngebet banget minta dimilikin.

"Saya minta maaf ya soal kejadian tadi. Temen-temen saya nggak berniat nyuekin kamu kok. Mungkin mereka bingung pas Claudia tiba-tiba muncul," tutur Sky hati-hati.

Aeli tidak terlalu memperhatikan ucapan Sky. Dia hanya fokus pada suara lembut Sky yang bikin dia melting abis.

"Mereka tadi juga niat bantu, tapi nggak tau harus bantu apa soalnya kamu keburu pergi sebelum ngomong." Sky menutur. Raut bersalahnya itu membuat Aeli sekuat tenaga menahan diri dari rasa gemasnya.

"Terus, lo kok tau gue di sini?" Aeli berusaha bersikap setenang mungkin.

"Saya nyusulin kamu, terus nggak sengaja ketemu temenmu di koridor. Dia yang ngasih tau saya kamu ada di sini."

"Clara?"

"Saya nggak tau namanya."

Aeli memanggut paham. Sudah pasti Clara yang menginfokan keberadaan dirinya pada Sky. Lagipula, siapa lagi teman Aeli selain gadis cerewet itu? Hampir seantero Flourst menghindarinya.

"Kenapa lo nyusulin gue?" tanya Aeli lagi. Rautnya menyelidik.

"Saya takut kamu marah."

Aeli menggigit bibir bawah mendengar jawaban Sky. Ditambah raut polos cowok itu. Ah gemes banget! Gue karungin aja kali ya? Pus pus ....

"Kalau gue marah emangnya kenapa?" Sekuat tenaga Aeli mempertahankan raut datar dan nada bicaranya. Walau sebenarnya Aeli sudah sangat ingin melambaikan tangan ke kamera.

"Soalnya ...."

"Soalnya?" Aeli masih menunggu.

"Soalnya kata temen-temen saya kamu kalau marah kaya singa."

Sialan.

"Siapa nama temen lo?" Aeli sudah siap memasukkan nama teman Sky yang berani mengatainya ke daftar hitam. Dimohon jangan kaget kalau nantinya akan ada pertumpahan darah.

"Eh, temen-temen saya cuma bercanda kok. Mereka nggak ngatain kamu, cuma ...."

"Cuma apa?"

"Keceplosan." Sky menyengir. Lucu banget. Kalau begini bagaimana Aeli bisa marah coba?

"Berarti gue kalau marah beneran kaya singa dong?"

Pertanyaan Aeli bikin Sky terkekeh. Entah mengapa kalimat itu terdengar lucu di telinga Sky. Jujur saja, meski dia sering melihat Aeli, dia sama sekali belum pernah raut yang Aeli pasang saat ini. Seolah yang ditemuinya sekarang bukanlah sosok Aeli yang asli.

"Mungkin menurut mereka begitu. Tapi menurut saya enggak."

"Berarti di mata lo gue nggak nyeremin, kan?"

"Sempat nyeremin. Tapi sekarang udah enggak."

Aeli sudah kehabisan kata-kata membalas perkataan Sky. Semua yang barusan Sky ucapkan seolah akan membawanya terbang tinggi ke langit. Tanpa sadar menghadirkan rona merah di sekitar pipinya.

Namun mata Aeli malah tertuju pada plester yang masih melekat di dahi Sky. Rasa khawatirnya langsung mengambil alih.

"Luka di dahi lo parah, ya?" Aeli bertanya. Sky menatapnya lalu menggeleng pelan.

"Enggak. Cuma kegores dikit. Bentar lagi juga sembuh."

"Kok bisa luka sih? Gak mungkin lo jedotin kepala lo ke meja, kan?" Sebelum Aeli mendapatkan jawaban pasti, dia tidak mungkin berhenti bertanya.

"Gak sengaja kesandung kaki meja."

"Bisa-bisanya."

Kala Sky tersenyum, maka matanya ikut menyipit. Itu adalah salah satu daya tarik paling kuat yang membuat Aeli terpikat.

"Gue gak suka liat lo terluka. Nggak suka pokoknya."

"Kenapa?" tanya Sky kebingungan.

"Dada gue sesek." Entahlah, padahal Aeli sama sekali tidak berniat mengucapkan kalimat itu. Namun, memang begitu kenyataannya.

Karena tidak terlalu mengerti arah pembicaraan Aeli, Sky membalas seadanya. "Iya saya nggak akan terluka lagi." Hati Aeli langsung menghangat mendengarnya.

Sky kembali fokus memasukkan buku-buku ke dalam kardus sedang Aeli masih menatapnya lekat. Senyum Aeli terukir indah setelahnya.

Terlalu asik dalam dunianya, Aeli sampai tidak sadar bahwa Sky sudah berdiri sambil membawa kardus buku. Dia baru sadar kala Sky berujar.

"Sisa kardusnya nanti biar saya yang antar, kamu nggak perlu ikut bawain."

Kening Aeli mengernyit. "Kenapa?"

"Berat soalnya."

"Oh ...." Aeli manggut-manggut. "Berat kaya cinta gue ke lo, ya?"

"Kenapa, Li?" tanya Sky yang gagal menangkap gumaman Aeli tadi.

Aeli menggeleng cepat. Menyengir. "Enggak kok."

Sky kemudian pamit untuk mengantarkan buku-buku tadi ke perpustakaan. Dibalas anggukan oleh gadis itu. Dia masih memperhatikan punggung tegap Sky yang mulai menjauh. Bisa-bisanya visual Sky berubah-ubah seperti bunglon. Bikin jantung Aeli jedag-jedug saja.

"Huaaa! Kenapa lo harus ganteng banget sih, Sky? Mama! Aeli jatuh cinta!"

...•••...

Saat ini Aeli tengah berdiri di depan kelas Sky. Bersandar di tembok menunggu kemunculan cowok itu dari dalam kelas. Begitu bel istirahat berbunyi dan guru yang mengajar di kelas Aeli menyudahi pembelajaran, Aeli langsung ngacir menuju kelas Sky. Bahkan tanpa memberitahu Clara apa tujuannya ke sini.

Decakan pelan lolos dari bibir Aeli kala guru di kelas Sky tidak segera mengakhiri pembelajaran. Apa wanita itu tidak tahu jika sudah masuk waktu istirahat? Ck, mustahil.

"Kalau gue jadi kepala sekolah udah gue pecat guru modelan kaya gini. Nyebelin banget sumpah."

Aeli paling tidak suka jika ada guru yang sengaja mengorupsi waktu. Tepat saat bel istirahat berbunyi, saat itu juga guru tersebut harus mengakhiri pembelajaran. Jika ada yang sengaja mengulur waktu, Aeli pasti akan langsung angkat bicara. Maklum, kesabaran Aeli tidak seluas samudera.

Beberapa saat kemudian, murid-murid mulai berhamburan keluar setelah guru wanita tadi beranjak pergi. Perhatian Aeli jatuh ke arah pintu, menunggu kemunculan Sky.

Dia bahkan tidak mempedulikan tatapan bingung murid-murid lain kala melihatnya. Ada yang penasaran dan ingin bertanya, namun urung mengingat siapa yang berhadapan dengan mereka.

"Ngapain lo di sini?" tanya orang yang baru keluar dari ruangan. Aeli menatap, sinis.

"Siapa lo nanya-nanya?" balas Aeli sewot. Setiap melihat Dipta, emosi Aeli seperti diuji. Greget banget pokoknya.

"Eh ada Nyai Ratu. Lagi nyariin siapa?" tanya Dylan yang juga baru keluar.

"Tumben-tumbenan Aeli main ke kelas kita. Mau ngapelin gue ya, Li?" Tirta kepedean.

"Kurang-kurangin deh pede lo. Bikin malu," cetus Rey sarkas.

"Gue ganteng, pede lah."

"Ganteng kalau diliat dari pantat pipet."

Aeli menatap datar cowok-cowok itu. Jujur saja, dia benar-benar malas berhadapan dengan mereka. Aeli masih dendam. Jika bukan karena Sky, Aeli juga ogah menginjakkan kaki ke tempat ini. Bertemu Dipta pula, amit-amit.

"Aeli ke sini mau nemuin Dipta, ya? Kalian berdua ada urusan?" tanya Fabian.

"Idih, siapa juga yang mau nemuin tuh orang?" Aeli memutar bola matanya malas.

"Lah terus?" Fabian terbingung-bingung.

"Gue gak ada urusan sama kalian. Apalagi sama bos kalian. Gue ke sini pengen nemuin-"

"Kalian nggak jadi ke warung belakang?"

Penuturan Aeli terputus begitu Sky muncul. Sejenak Sky belum menyadari keberadaan Aeli, hingga saat dia menoleh, matanya langsung bersibobrok dengan Aeli yang tengah menatapnya tanpa berkedip.

"Aeli? Kamu ada di sini juga?" Ini pertama kalinya Sky melihat seorang Aeli menginjakkan kaki di kelasnya.

Aeli diam selama beberapa saat. Dia selalu gugup kala berhadapan langsung dengan Sky dan butuh waktu untuk menormalkan perasaannya kembali.

"Sky, lo mau ke kantin?" tanya Aeli. Setengah berani.

"Tadinya mau ke warung belakang. Kenapa? Ada yang mau kamu omongin ke saya?" tanya cowok itu lagi. Dibalas anggukan pelan oleh Aeli.

Teman-teman Sky otomatis ternganga melihat raut polos nan lugu Aeli kala menanggapi pertanyaan Sky. Benar-benar membagongkan.

"Li, lo gak lagi kesambet, kan? Kok gue ngeri ya liatnya," kata Tirta bergidik. Kontan tatapan tajam Aeli menghunus retina matanya.

"Gomenasai, Nyai Ratu." Tirta langsung menangkup tangan. Lebih baik cari aman, soalnya Aeli hanya berubah lembut kala berbicara dengan Sky.

"Jadi lo ke sini mau nemuin Sky? Waduh, gue seperti mencium bau-bau ehem." Dylan berujar.

"Sama. Kaya ada bau-bau itu, ya?" Rey ikut-ikutan.

"Ho'oh. Ngacir aja kali ya?"

"Cus."

Cowok-cowok itu memilih meninggalkan Aeli dan Sky. Lagipula tujuan Aeli ke sana untuk menemui Sky, bukan mereka. Rese boleh, sadar diri nomor satu.

Dipta yang berjalan paling akhir masih menaruh tatap ke arah Aeli. Kerutan muncul di keningnya. Berbagai pertanyaan memenuhi benak cowok itu. Perubahan Aeli saat bertemu Sky membuatnya bertanya-tanya, apa tujuan Aeli sebenarnya.

Tak ingin terlalu ambil pusing, Dipta lantas melenggang pergi. Cowok itu tidak menyusul teman-temannya melainkan membelokkan langkah ke kelas Claudia. Dia berniat menghampiri gadis itu, seperti biasa.

"Sky, gue ke sini karena pengen ngajak lo ke kantin bareng," jelas Aeli gamblang begitu manusia-manusia kampret tadi enyah seluruhnya.

"Lo ... mau kan? Gue pengen nraktir lo sebagai ucapan terima kasih karena lo udah bantuin gue."

Sky berpikir sejenak. Tersenyum lembut lalu mengangguk. "Boleh."

"Beneran?" tanya Aeli dengan mata berbinar.

Sky mengangguk.

Aeli bersorak senang dalam hati. Dia tidak menyangka jika rencananya kali ini akan sukses. Ternyata mendekati Sky tidak sesulit dan dia pikirkan. Sikap hangat dan terbuka cowok itu benar-benar membuat Aeli jauh lebih nyaman.

Yang bikin tidak nyaman jika Sky bersikap seperti ini pada setiap orang. Yang terparah pada setiap perempuan. Sialan, Aeli jadi overthinking.

...•••...

"Sky mau makan apa? Biar gue pesenin," tanya Aeli begitu keduanya sampai di salah satu meja kosong.

"Saya pesen sendiri aja ya, Li? Kamu mau pesen apa?" balas Sky. Dia hanya tidak ingin merepotkan Aeli. Apalagi mereka berdua baru kenal.

Senyum indah Aeli terukir. Gemas dengan cowok ini. "Kan gue yang mau nraktir, Sky. Sekalian gue pesenin lah. Buru ngomong. Gue orangnya gampang berubah pikiran loh."

"Biar saja aja yang pesen. Kamu tunggu di sini."

"Pesen bareng-bareng deh kalo gitu. Ntar bawanya biar gak rempong."

"Nanti mejanya ditempatin orang kalau nggak ada yang nungguin."

"Siapa yang berani nempatin meja gue? Suruh nampakin muka coba," balas Aeli songong. Jangan lupakan gelarnya yang membuat dia ditakuti hampir seantero Flourst.

Sky terkekeh pelan. "Oh iya. Saya lupa kalau lagi bareng sama ratu sekolahan."

Mendengar panggilan itu, pipi Aeli bersemu. Dia yakin sering mendapat panggilan seperti itu sebelumnya. Namun saat Sky yang mengucapkan, rasanya benar-benar beda.

"Lo bikin gue malu ...." Aeli menggumam pelan dan Sky mendengar jelas ucapan gadis itu.

"Oh, maaf. Saya pikir kamu suka dipanggil-"

"Suka! Gue suka dipanggil kaya gitu. Tapi beda aja kalau lo yang manggil." Aeli menggigit bibir bawah setelah berhasil meloloskan kalimat tersebut. Semoga saja Sky menangkap maksud ucapannya.

"Pasti aneh, ya?" Sky menggaruk pelipis. Tingkahnya bikin Aeli menahan diri untuk tidak langsung memeluknya. Bisa-bisa selain dicap sebagai ratu bully, Aeli juga dicap sebagai cewek tidak punya malu. Kemungkinan terburuknya, Sky pun langsung ilfeel.

"Nggak gitu. Nggak aneh. Beda aja. Ngerti kan?"

"Bedanya karena saya yang ngucapin?"

"Nah. Nggak juga." Bodoh. Seharusnya Aeli bilang iya biar Sky makin gencar bertanya dan dia bisa menyatakan perasaannya sekarang. Hm, apa tidak terlalu cepat, ya?

"Pesen makan aja yuk. Laper banget gue."

Aeli berlalu duluan meninggalkan Sky. Merutuki dirinya yang mendadak tolol berada di dekat cowok itu.

"Asli, mulut gue minta digampar pakai parutan."

Mengedip dua kali menatap kepergian Aeli, tingkah Aeli selalu terlihat misterius di matanya. Sky berniat menyusul Aeli. Namun tiba-tiba langkahnya dihadang oleh tiga orang gadis.

"Sky!" panggil gadis berambut sebahu bikin Sky mengernyit bingung. Dia tidak mengenal mereka, jujur saja.

"Iya, ada apa, ya?" tanya Sky.

"Sejak kapan lo deket sama Aeli? Kok bisa sih lo deket sama cewek kaya dia?" tanya sang empu langsung ke inti.

"Dia ngancem lo, ya? Atau lo dipaksa?" Teman gadis itu menimpali.

"Jangan-jangan Aeli punya niat jahat lagi sama lo? Lo harus hati-hati, Sky. Dia itu monster yang bisa bikin lo hancur."

Kuping Sky mendadak gatal. Sky tidak mengenal mereka. Namun mereka datang-datang langsung menyerocos dan menjelek-jelekkan Aeli. Aneh sekali.

"Kita ngomong gini karena gak pengen lo kemakan omongan Aeli, Sky. Dia itu bahaya banget."

"Ini semua demi kebaikan lo. Jangan sampai dia jadiin lo bahan bullyan."

"Maaf." Sky menyela. Membuat tiga gadis tadi terdiam. "Sebelumnya terima kasih karena udah khawatirin saya. Tapi saya baik-baik aja," jelas Sky. Suaranya terdengar datar. Tidak ramah seperti biasa.

"Karena dia belum nunjukin bentuk aslinya ke lo tuh pasti. Kita yakin dia pasti punya niat jahat. Aeli gak pernah loh deket sama orang kalau gak lagi ngerencanain sesuatu."

"Kalian siapa? Kok kayanya tau banyak soal Aeli?" Pertanyaan Sky bikin mereka bungkam. Perubahan aura Sky bikin mereka sedikit takut.

"Kalian keluarganya?" Mereka tidak menjawab. Malah saling senggol satu sama lain.

Sky menghela nafas panjang, kehilangan minat meladeni mereka. Sky selalu membenci orang-orang yang sering menjelekkan orang lain sedang orang itu sendiri tidak tahu bagaimana watak asli orang yang mereka jelek-jelekkan. Sky menyebutnya, sampah.

Lantas tanpa kata Sky melenggang meninggalkan mereka, berniat menyusul Aeli. Sayangnya dirinya malah disuguhkan kejadian tidak mengenakkan yang ikut mengalihkan perhatian seisi kantin.

"Buta lo, ya?! Mata lo ketinggalan di mana?!" Suara Aeli menggema mengisi kesunyian kantin.

Wajah manis yang tadi dia tampakkan saat bersama Sky kini musnah tak bersisa, tergantikan dengan raut penuh amarah yang membuat manusia di depannya ketar ketir tak karuan.

"M-maaf, Kak. Aku salah karena udah nyenggol Kakak."

"Yang bilang lo bener siapa? Makanya kalau jalan tuh pakai mata!"

"J-jalan pakai kaki, Kak," koreksi gadis berkaca mata itu ketakutan.

"Mau lo jalan pakai gigi juga gue gak peduli!" Aeli mengambil nafas dalam, menghembuskannya dalam sekali hentak.

"Karena lo udah berani sentuh gue, jadi lo harus dihukum."

Aeli mengambil mangkuk berisi bakso panas milik salah satu siswa yang kebetulan duduk di sana. Gadis berkaca mata tadi langsung gemetar takut melihat tindakan Aeli.

"K-kak, jangan. Ampun, Kak."

"Gausah ampun-ampun, gue bukan tuhan," ceplos Aeli.

Baru saat tangannya mengangkat mangkuk tersebut ke atas kepala si kaca mata dan bersiap menumpahkan isinya, tangan Aeli tiba-tiba ditahan oleh seseorang.

Amarah Aeli langsung melejit melihat ada yang berani menyentuhnya dengan lancang. Dia sedikit lagi hampir meledak sebelum matanya bertatapan dengan iris coklat gelap milik lelaki berwajah manis yang kini menahannya.

"S-sky?" Aeli menggumam pelan. Kewarasannya perlahan kembali.

Sky belum merespon, perlahan menurunkan mangkuk bakso yang Aeli pegang dan meletakkan benda tersebut ke tempat semula. Dia menatap Aeli tepat di mata. Bukan tatapan tajam yang dia beri, melainkan tatapan teduh penuh kelembutan.

"Kamu udah pesen?" tanya Sky. Sengaja mengalihkan perhatian Aeli dari kejadian barusan.

Aeli menggeleng pelan.

"Gue udah nggak nafsu makan," jawab Aeli jujur. Meski amarahnya belum reda sepenuhnya, Sky berhasil menenangkan gadis itu.

"Ikut saya, mau?"

Kernyitan menghiasi kening Aeli. "Ke mana?"

Sky tidak menjawab. Langsung menggandeng tangan Aeli dan membawanya pergi. Sky harus segera menjauhkan gadis ini dari apapun yang bisa memancing emosinya agar tidak kembali membuatnya meledak-ledak seperti mercon.

Seisi kantin menatap kepergian mereka tak percaya. Bagaimana bisa sosok kejam seperti Aeli luluh begitu saja kala bersama Sky? Sejak kapan mereka dekat? Pertanyaan sedemikian lah yang banyak mengisi benak mereka.

"Itu ... kak Aeli?" Claudia menggumam pelan setelah menyaksikan kejadian barusan. Keterkejutan tercetak jelas di wajahnya.

Beda responnya dengan Dipta yang hanya memasang wajah datar tanpa minat. Namun matanya masih menyorot kepergian Aeli dan Sky.

Kelakuan kampret Aeli memang sering menjadi tontonan sehari-hari Dipta saat berada di kantin sekolah. Gadis itu sering merundung orang atau memaki orang.

Tetapi hari ini dia mendapatkan pemandangan yang berbeda. Jika biasanya Aeli tidak bisa dihentikan oleh siapapun, sekalipun sahabatnya sendiri, kini malah dengan mudahnya ditaklukkan oleh Sky. Dipta jadi penasaran, apa sebenarnya tujuan Aeli dan permainan apa yang tengah dia mainkan.

"Itu Kak Sky, kan? Sejak kapan kak Aeli kenal sama kak Sky?" Claudia bertanya-tanya.

Dia penasaran, terkejut, sekaligus tidak percaya. Mengapa bisa ada orang yang bisa meredakan amarah Aeli dengan mudah? Sedangkan orang terdekat Aeli pun tidak mampu menghadapi amarah gadis itu.

"Kenapa emang kalau mereka kenal?" Dipta mengangkat satu alisnya.

"Nggak papa, Kak. Cuma aku baru tau kalau mereka ternyata sedekat itu," jawab Claudia.

"Mereka punya hubungan apa, ya? Kok kak Aeli bisa nurut banget sama kak Sky?"

Dipta berdecak. Tidak suka mendengar pembahasan Claudia.

"Sekali lagi lo bahas mereka, gue tambah sekaligus gue perpanjang waktu hukuman lo."

Ancaman Dipta bikin Claudia merapatkan bibir. Menunduk takut.

"Maaf, Kak."

...•••...

Terpopuler

Comments

Erni Fitriana

Erni Fitriana

akankah sky membalas perasa'an aely..... bau" nya Dipta suka nih sama aely

2023-08-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!