Bab 15 Saat Bahagia

"Pah, Papah ga apa-apa?" Zen menggoyang-goyangkan tangan Yungi. itu membuatnya tersadar dari lamunannya.

"Kenapa?" tanya Yungi. Wajahnya terlihat bingung saat ia menatap kedua anaknya yang terlihat khawatir.

"Papah senyum-senyum sendiri soalnya. Orang-orang liatin loh, Pah," ujar Juna.

"Oh, ... ah itu ya!" Yungi menggaruk belakang kepalanya pelan sambil senyum.

"Papah ga kesurupan, kan?" tanya Zen dengan nada khawatir.

"Oh, ga lah! Papah cuma inget sesuatu yang lucu aja, makanya pengen ketawa." Yungi berusaha menjelaskan.

"Oh, syukur deh!" ujar Juna berbarengan dengan Zen.

"Ayo kita kembali," sahut Yungi dan kedua anaknya mengangguk seraya berjalan bersama dengan ayahnya menuju Mina.

"Beli apa?" Mina tersenyum saat melihat kedua anak lelakinya menghampiri dirinya.

"Ga, kok, Bu. Cuma jalan-jalan aja." Juna menjawab.

"Tapi papah aneh, Bu. senyum-senyum sendiri di deket toko," sahut Zen dengan wajah yang masih terlihat khawatir.

Mina melirik ke arah Yungi yang jelas mendengar percakapan mereka.

"Aku ga apa-apa. Cuma lucu liat tingkah anak-anak aja." Yungi berkomentar.

"Iya sumpah!" Yungi meyakinkan sebab Mina masih menatapnya dengan perasaan tak percaya. Mina hanya menganggukkan kepala sambil tersenyum.

Yungi balik menatapnya dalam sambil tersenyum, menyampaikan rasa sayangnya melalui tatapan yang hangat dan penuh makna dan membuat Mina yang seolah paham dengan sikapnya itu hanya tersenyum sambil menundukkan wajahnya karena malu. Dan Yungi tersenyum sumringah karenanya.

Tak lama gate dibuka dan mereka memasuki pesawat. Seperti yang sudah mereka rencanakan, setelah tiba di Okamoto, hal yang pertama mereka lakukan adalah berbelanja keperluan sehari-hari.

Setelah sehari mereka beristirahat dan menikmati keadaan di sekitar, mereka memulai perjalanan pertama mereka, yaitu mengunjungi  Stadion Koshien dan menikmati pertandingan bisbol yang berlangsung sekitar dua jam. Setelahnya mereka makan malam di sebuah restoran dengan menu khas okonomiyaki di dekat stadion itu.

Pada hari selanjutnya, mereka pergi ke Kuil Himeji seharian menikmati keadaan di sana, makan siang dan tak pernah lupa mengambil foto di mana saja mereka berada.

Semuanya berlangsung baik dan boleh dikatakan sempurna. Hati Yungi merasa penuh melihat anak-anak dan Mina yang begitu bahagia. Benar bahwa itu bukan rencana dia pada awalnya dan juga bukan bentuk bulan madu yang ia pikirkan, tapi ia harus akui bahwa semuanya menyenangkan.

"Anak-anak sudah tidur," ujar Yungi sambil membuka pintu balkon secara perlahan.

Mina melirik ke arahnya sambil tersenyum lalu menganggukkan kepala.

"Makasih," sahut Mina. Ia memberikan satu kaleng minuman kepada Yungi yang ia simpan di dekat teralis balkon.

"Jangan bilang itu lagi. Aku merasa semakin malu dan asing di dekatmu kalau kamu bilang makasih setiap kali aku bantu kamu dengan urusan rumah." Yungi menjelaskan.

Mereka berdiri bersebelahan menatap pemandangan lampu-lampu malam yang berasal dari rumah atau apartemen yang ada di hadapan mereka.

"Maaf, kebiasaan," ujar Mina sambil tertawa kecil.

“Sama Awan juga, kamu gini ya? atau sama aku aja?” tanya Yungi penasaran. 

“Sama lah! Kan kebiasaan!” jawab Mina sambil memukul lengan Yungi pelan.

Keduanya tertawa kecil. Keheningan memenangkan suasana sejenak. Sesekali kedua mata bertatapan dan mereka saling mengembangkan senyuman. 

“Wow! Ini pertama kali kita berdiri bersebelahan dan hanya menikmati pemandangan dengan tenang tanpa ada pertengkaran! Kurasa aku harus diberikan selamat!” Yungi membuka percakapan setelah beberapa saat hening. 

“Selamat!” sahut Mina sambil tersenyum dan ia menyodorkan kaleng minumannya mengajaknya bersulang. Yungi langsung tertawa.

“Kamu lucu, Min!” ujar Yungi sambil mendekatkan kaleng minumannya ke kaleng minuman Mina dan mereka bersulang. 

“Baru nyadar, ya!” Mina tersenyum.

Yungi tersenyum. Ia menarik napas lega. 

“Aku sangat bersyukur Juna dan Yuna berada di tangan yang tepat,” sahut Yungi. Ia menoleh ke arah Mina dan tersenyum. 

"Aku dan Awan juga berterima kasih karena kamu mau terima Zen,” sahut Mina sambil tersenyum. 

“Oh, jangan begitu! Aku malu selama ini aku selalu menerima darimu. Aku janji ke depannya, aku akan mengabdikan diriku untuk kalian," sahut Yungi. Dari nada bicaranya terdengar bahwa ia sangat serius mengatakannya, tapi ekspresi wajahnya terlihat sangat malu-malu, tapi Mina benar-benar menghargainya.

Suasana di antara mereka kembali hening. Keduanya tenggelam dalam lamunan masing-masing sambil menikmati satu kaleng minuman yang mereka genggam di tangan masing-masing.

"Min," akhirnya suara Yungi memecah keheningan di antara mereka.

"Hmm?" Mina tersenyum sambil menoleh ke arah Yungi.

"Terakhir sebelum pulang kita ketemuan sama Jun dan Jini, kan?" Yungi memastikan.

"Iya," sahut Mina.

"Baguslah! Kudengar Justin dan Vee juga datang ke Jepang," ujar Yungi.

"Oh? apa beritanya ada di grup?" Seingat dia tidak ada informasi tentang itu.

"Ga ada. Justin kasih kabar langsung ke aku," sahut Yungi.

“Wow! Vee masih kuat terbang ya! Padahal kandungannya udah cukup besar, kan?” Mina mencoba mengingat-ingat.

“Nah, yang itu aku ga ngerti juga!” ujar Yungi. 

"Tapi Jay ga ikut," sambung Yungi.

"Oh, harus ikut?" Mina tampak bingung.

Yungi diam sejenak. Dia berpikir reaksi Mina akan sedih karena Jay tidak ikut.

"Ya, ga sih! Cuma kan biasanya  kita ngumpul bareng," sahut Yungi.

"Ah! Nggak juga. Dulu kamu juga sering absen, kan?" Mina tersenyum. Nadanya menyindir.

Yungi hanya menggaruk kepalanya sambil mesem. Dia memang merasa demikian.

"Kamu cape?" tanya Mina.

"Aku? ... nggak," ujar Yungi sambil menunjuk hidungnya lalu menggelengkan kepala.

"Kenapa? Mau minta bantuan?" Wajah Yungi serius. Ia mengangkat kedua alisnya.

Mina tersenyum. Wajahnya mendekati wajah Yungi.

"Iya, mau minta bantuan. Boleh?" tanya Mina dengan suara yang lebih pelan. Yungi mengernyitkan alisnya sambil menganggukkan kepalanya pelan. Reaksi di wajahnya terlihat penasaran. 

Ia menelan ludah sebab seketika bau tubuh Mina menggoda hidungnya, memancing berahinya yang sudah beberapa hari ia tahan sebab mereka belum menemukan kesempatan yang tepat untuk bermesraan. 

"Apa?" nadanya terdengar gugup, dan ini bukan karena soal bantuan, melainkan  karena wajah Mina yang semakin mendekat seolah siap untuk menciumnya.

"Mau boboin aku, ga?" Nada bicara Mina malu. Kepalanya menunduk menyembunyikan wajahnya dan ia tersenyum malu. Tangannya menarik lembut baju Yungi pada bagian perut.

Yungi melotot. Ia menelan ludah. Apa ia tak salah dengar?

“Kamu ga lagi godain aku, Min?” Bibir Yungi bergetar. 

Mina menggelengkan kepala, tapi posisinya masih menunduk menyembunyikan wajahnya yang memerah. 

"Astaga, Min. Mau banget! Kamu ga tahu aku dah nahan beberapa hari," ujar Yungi dengan wajahnya yang berubah sumringah.  Ia menatap Mina gemas. Ia bahagia sebab permintaan itu Mina yang memulai. 

Yungi tersenyum. Ia menarik Mina lebih dekat dan memeluknya dengan hangat. Mina tidak menolaknya. Ia membalas pelukan Yungi dan membenamkan wajahnya di dada Yungi.

Cup! 

Satu ciuman hangat mendarat di pucuk kepala Mina. Mina agak terperanjat sebab ciuman itu meskipun sebentar telah memberikan tubuhnya sebuah sensasi yang tak ia kenal sebelumnya bahkan dari suaminya dulu, Awan. Mina masih tertegun, mencoba mendefinisikan apa yang barusan terjadi pada tubuh dan sekarang pada hatinya yang tetiba berdegup lebih kencang. 

"O, Baby!" lirih Yungi sambil kembali mencium pucuk kepalanya. Dan ucapan itu membuat jantung Mina semakin berdegup kencang.

"I love you," bisik Yungi dengan lirihnya dan ia mengeratkan pelukannya.

"Apakah jalan cerita kita harus seperti ini. Butuh dua puluh tahun lebih untuk mengetahui sisi ini darimu. Aku suka," sambung Yungi.

Mina mengangkat kepalanya sebab suara Yungi tercekat dan menangkap mata Yungi yang berkaca-kaca.

"Kok nangis, Yun?" Mina menatap Yungi sambil tersenyum.

"Karena aku bahagia," ujar Yungi.

Mina tersenyum. Mereka bertatapan.

"Cium aku," lirih Yungi.

Mina berjinjit dan ia mengecup bibir Yungi lembut lalu melepaskannya.

Yungi tersenyum. Mereka bertatapan.

"I love you," ujar Yungi.

"I love you too," sahut Mina.

Mereka berciuman dan tak perlu lama adegan mereka berpindah ke kamar mereka, melanjutkan permintaan Mina.

Mereka berbaring bersebelahan saling menghadap dan menatap lembut. Baru saja mereka menyelesaikan permainan yang  yang berujung kebahagiaan untuk keduanya. Berselimut sampai pada bagian dada, mereka sudah kembali membungkus tubuh mereka dengan pakaian tidur masing-masing.

"Suka?" tanya Yungi lembut. Tangannya membelai pipi Mina lembut.

Mina menganggukkan kepala sambil tersenyum. Ia tahu Yungi tengah bertanya kesan tentang percintaan yang baru saja mereka lakukan.

"Syukurlah," lirih Yungi. Ia mencium kening Mina.

"Kamu gimana? Suka?" tanya Mina balik.

"Kamu yang terbaik," bisik Yungi sambil mendekatkan wajahnya, bersiap mencium Mina.

"Hei," bisik Yungi sambil menatap Mina.

"Hmm?" Mina mengangkat kedua alisnya.

"Sekali lagi, ya!" Nadanya memohon.

Mina menggeleng.

Wajah Yungi terlihat agak kecewa.

"Dua kali lagi," ujar Mina sambil tersenyum.

"Wow!" Mata Yungi langsung berbinar dan seketika raut wajahnya berubah sumringah. Dia langsung menarik selimut dan mereka tenggelam dalam kemesraan mereka lagi malam itu.

***

Keesokan harinya, mereka berkunjung ke Kyoto. Di sana mereka berkunjung ke beberapa kuil yang cukup terkenal. Salah satunya Kuil Kinkaku. Mereka bahkan makan siang di dekat kuil itu di sebuah restoran yang sudah lama berdiri dan terkenal dengan menu udon dan ramennya.

"Dulu aku dan Awan sempat pergi ke sini. Kami makan juga di sini," sahut Mina sambil menatap Zen yang tengah lahap menyantap udonnya. Tatapannya agak sedih.

"Kamu ga apa-apa?" Yungi memegang tangan Mina.

"Iya, cuma jadi inget yang dibilang Awan aja dulu!" Mina menunduk.

"Oh, apa?" tanya Yungi penasaran.

"Kami berencana untuk tinggal di sini." Mina menatap Yungi.

"Kamu mau tinggal di sini?" tanya Yungi.

"Kalau kepaksa kayaknya aku bakalan pindah ke sini," ujar Mina.

"Kok Kyoto sih?" tanya Yungi.

"Ga harus di sini, tapi Jepang kayaknya lebih cocok buat aku dan Zen. Ada banyak kenangan aku juga di sini,” ujar Mina sambil tersenyum. 

“Kenangan kamu?” Yungi mengernyitkan alisnya.

“Aku sering membeli banyak barang di sini. Jimat keberuntungan buat kalian juga aku beli di sini. Anehnya, walaupun kalian ga percaya, tapi itu selalu berhasil.” Mina menarik napas lega. Wajahnya terlihat bahagia.

“Jimat keberuntungan apa? Kayaknya aku ga pernah dapet deh!” Yungi mencoba mengingat-ingat. 

“Kamu tuh jangan pura-pura amnesia. Itu yang aku titipin ke Gina waktu di kampus, Kamu pake kan dikalungin pula pas pertandingan basket!” Mina mengerling. Tetiba ia merasa kesal. 

“Eh! Yang kayak teh celup yang ada tulisan kayak kanji di depannya itu?” Yungi langsung ingat saat dua kata kunci dikeluarka Mina, Gina dan pertandingna basket di kampus.

“Iya, itu. Aku kan sengaja beli di sini. Ya nggak buat kamu aja. Semua member juga dapet sih, khususnya pas kalian ada momen-momen penting. Aku kan udah bilang, aku ga bakalan support kalian sebisa aku. Kalian kan temen aku! Kalian juga kan gitu. Kita keluarga, kan!” sahut Mina. Ia menjelaskan dengan nada yang lebih tenang. 

“Astaga! Tapi aku ga tahu kalau itu dari kamu, Min. Si Gina ga ngomong apa-apa!” ujar Yungi dengan nada yang terdengar agak kesal.

“Pantesan ada yang ganjil waktu itu!” ujar Yungi. Ingatannya seolah tengah berfokus pada sesuatu. 

“Udah lama juga, Yun. Lupain aja! Cuma hal kecil juga,” sahut Mina.

“Tapi aku masih simpan jimatnya, ga tahu kenapa aku ga bisa buang padahal barang-barang dari si Gina aku bakar semua kecuali yang itu,” ujar Yungi. 

“Ternyata itu dari kamu,” sahut Yungi.

“Jangan bilang gelang keberuntungan juga waktu pertandingan SMP bukan dari si Gladys?” Yungi bergumam.

“Yang warna merah, yang kamu pake sambil tunjukin ke Gladys, kan?” Mina tersenyum. 

“Iya,” jawab Yungi dan kini sepertinya ia yakin bahwa gelang itu dari Mina juga. 

“Iya, itu dari aku juga. Aku ga suka sama kamu, Kamu nyebelin kan waktu itu. Sekarang juga sih kadang-kadang hahaha! Tapi waktu aku nangis di atap, waktu Genta meninggal, pas kamu peluk aku, aku ngerasa terbantu banget sama kamu. Itu cara aku ngucapin terima kasih. Kebetulan si Gladys minta sesuatu buat kamu di pertandingan, ya udah aku kasih aja gelang itu!” Mina menjelaskan dengan santai.

“Waahh! Jadi selama ini sebenarnya semuanya soal kita loh, Min! Aku bodoh banget! Astagaaa!” Yungi mukul kepalanya pelan. 

“Emang kapan kamu pinter?” Mina tertawa kecil.

“Apa ini artinya kamu dari dulu merhatiin aku, Min?” Yungi bicara dengan nada menggoda.

“Jangan kepedean ah! Aku ngelakuin yang sama buat semua temen aku, kok! Kamu tanya semua member gih! Tapi, di antara semua temen, kamu yang paling sering bikin aku repot dan juga khawatir!” Mina menatap Yungi. 

“Aku ga ada niatan buat nikah dulu itu, Yun! Sama sekali ga ada! Cuma mamah sama papah marah, makanya dijodohkan, kan!” ujar Mina. Yungi mengangguk. Ia tak perlu banyak tanya sebab bagian itu ia tahu banyak. 

“Iya, tapi aku salut sama kamu. Bisa nikah tanpa cinta,” ujar Yungi.

“Cinta kan bisa nyusul, Yun! Aku sama Awan prosesnya panjang banget. Kami sama-sama ga saling suka. Banyak hal yang kami harus negosiasikan, haha!” Mina menjelaskan. 

“Kami bercinta setahun setelah nikah. Sama kamu baru berapa hari tuh dah main ranjang aja! Bawaannya kamu tuh gatel kali ya!” Mina mengejek. 

“Waduh! Jangan gitu dong, Min! Kali kamu sama aku dah kenal lama banget, jadi ga perlu ada pendahuluan hahahaha!” Yungi tertawa renyah. 

“Awan marah pas tahu kamu bukan seperti yang dia harapkan?” tanya Yungi. Dia bertanya tapi nadanya terdengar ragu-ragu. 

“Maksud kamu pas tahu aku ga perawan?” tanya Mina memperjelas. 

Yungi terlihat agak malu dan ia menganggukkan kepala.

“Nggak. Itu juga bukan yang pertama buat dia. Dia mah pengalamannya banyak. Makanya dia bilang males nikah sama yang perawan soalnya dia mesti berjuang keras dan ngajarin juga, hahha!” Mina menjelaskan.

“Whatt!” Yungi melotot. Si Awan ternyata sebelas dua belas sama dia. Pikirnya.

“Terus dia tahu soal kita, ... uhm yang pertama itu?” Yungi bertanya tapi ada perasaan tidak enak menyelinap di antaranya.

“Tahu, aku bilang kok! Aku juga tahu siapa yang pertama buat Awan. Kamu mau tahu siapa orangnya?” Mina mengangkat kedua alisnya sambil tersenyum. 

Yungi menganggukkan kepala. 

Mina mendekatkan wajahnya dan berbisik di telinga Yungi.

Tetiba Yungi membuka matanya lebar-lebar dan menganga. 

“Whattttt!!!” Yungi melotot saat Mina memberitahu bahwa Sesil, adik Mina adalah perempuan pertamanya Awan. 

Mina tersenyum. 

“Kan sudah terjadi! Masa iya aku harus marah!” sahut Mina lagi. Ia kemudian melihat ke arah ketiga anaknya yang duduk di depan mereka sejak tadi menikmati makanan sambil menonton sebuah film kartun di HP mereka. 

“Dunia sudah gila!” gumam Yungi.

“Lebih gila aku nikahin kamu, orang yang paksa aku hahaha!” Mina tertawa santai. 

Yungi tertegun. Jelas-jelas itu satir untuknya. 

“Kamu bener!” Yungi tak bisa mengelak dan nadanya terdengar menyesal. 

“Jangan gitu ah! Kan semuanya udah lewat!” Mina memegang tangan Yungi. 

“Yang paling penting saat ini anak-anak, Yun! Mereka perlu kita. Jadi, urusan yang lain kesampingkan aja dulu! Lagian kamu juga nyesel kan. Itu cukup buat aku! Aku dah maafin kamu juga kok!” tangan Mina beralih mengelus punggung Yungi. 

“Iya, kamu bener!” Yungi menarik napas lega. 

“Ini saat bahagia mereka. Jadi sebaiknya kita tidak merusaknya!” ujar Yungi. 

“Aku juga bahagia kok, Yun!” ujar Mina. 

Yungi tertegun. 

“Kamu serius?” tanya Yungi. 

Mina mengangguk mengiyakan. 

“Aku juga,” sahut Yungi dengan mantap. 

Mereka saling menyunggingkan senyum dan berpegangan tangan erat. 

Bersambung 

Episodes
1 Bab 1 Circle 7
2 Bab 2 Permintaan Tolong
3 Bab 3 Keluarga
4 Bab 4 Ibu dan Papa
5 Bab 5 Cemburu bukan sih?
6 Bab 6. Dare aja lah
7 Bab 7 Pas
8 Bab 8 Ga Nafsu ah
9 Bab 9 Sidak
10 Bab 10 Jadi, itu Aku
11 Bab 11 Bayar Utang
12 Bab 12 Terima Kasih
13 Bab 13 Amit-amit
14 Bab 14 Ciuman Pertama
15 Bab 15 Saat Bahagia
16 Bab 16 Love dan Hope
17 Bab 17 That was good
18 Bab 18 Bahagiamu Deritaku
19 Bab 19 IYA, AKU CINTA DIA
20 Bab 20 Pelukan Pertama
21 Bab 21 Tujuh Orang
22 Bab 22 Mimpi tapi Basah
23 Bab 23 PERTAMA
24 Bab 24 No Way
25 Bab 25 Ngidam bareng
26 Bab 26 Permintaan Yang Aneh
27 Bab 27 Menatap Langit yang Sama
28 Bab 28 Sisi lain Mina
29 Bab 29 Tetangga Baru
30 Bab 30 Jay dan Mina
31 Bab 31 In Between
32 Bab 32 Hari Yuna
33 Bab 33 Giliran Dua Jagoan
34 Bab 34 Satu
35 Bab 35 Hadiah
36 Bab 36 Dokter kepo
37 Bab 37 Mi Ayam Gerobak Hijau
38 Bab 38 Curhat
39 Bab 39 Perihal Nama
40 Bab 40 Selamat Datang Baby Jun, Jay, dan Justin
41 Bab 41 Perkara Tahi Lalat
42 Bab 42 Masih menyoal Tahi Lalat
43 Bab 43 Terima kasih Ibu
44 Bab 44 Teman sekaligus saingan
45 Bab 45 Jika aku ga ada, kamu ada
46 Bab 46 Bersyukur
47 Bab 47 Beli satu dapat dua
48 Bab 48 Di Toko
49 Bab 49 Masih di Toko
50 Bab 50 Cinta Pertama
51 Bab 51 Saingan
52 Bab 52 Mina Hilang
53 Bab 53 Berat
54 Bab 54 Celah
55 Bab 55 Semuanya akan baik-baik saja
56 Bab 56 Kesalahan Besar
57 Bab 57 Kembali seperti dulu
58 Bab 58 Cerai
59 Bab 59 Tim Kompak
60 Bab 60 Rencana
61 Bab 61 Versus
62 Bab 62 Main peran
63 Bab 63 Diam tidak berarti lemah
64 Bab 64 Yang Sebenarnya
65 Bab 65 Aku sangat merindukanmu
66 Bab 66 Siapa Namanya?
67 Bab 67 Begitu Rupanya
68 Bab 68 Mina Ibuku
69 Bab 69 Kau bukan siapa-siapa
70 Bab 70 Jay dan Yungi
71 Bab 71 Mina Bangun
72 Bab 72 Zen dan Ibu
73 Bab 73 Mimpi Indah Yungi
74 Bab 74 Kebahagiaan itu Fatamorgana
75 Bab 75 Jangan Tinggalkan Aku
76 Bab 76 Karlee anak kita
77 Bab 77 Tetap Bersama
78 Bab 78 Serendah itukah nilaiku di matamu?
79 Bab 79 Halo, kita bertemu lagi
80 Bab 80 Tidak Perlu Repot untuk Lari
81 Bab 81 Iya, aku cemburu
82 Bab 82 Sepuluh itu banyak!!!
83 Bab 83 Ini pertarunganku
84 Bab 84 Ketahuan
85 Bab 85 Buta dan Tuli saja
86 Bab 86 Anak tetaplah anak
87 Bab 87 Sekali
88 Bab 88 Dari Mahendra menjadi Kanirogo
89 Bab 89 Sistem Pendukung yang Hebat
90 Bab 90 Oke Deh Pah
91 Bab 91 Menyoal gaun 1
92 Bab 92 Menyoal gaun bagian 2
93 Bab 93 Menyoal gaun bagian 3
94 Bab 94 Masih menyoal gaun
95 Bab 95 Legendaris
96 Bab 96 Permintaan
97 Bab 97 Brian
98 Bab 98 Karena kita saling mencintai
99 Bab 99 Menjadi bagian dari kami
100 Bab100 Menua Bersama
Episodes

Updated 100 Episodes

1
Bab 1 Circle 7
2
Bab 2 Permintaan Tolong
3
Bab 3 Keluarga
4
Bab 4 Ibu dan Papa
5
Bab 5 Cemburu bukan sih?
6
Bab 6. Dare aja lah
7
Bab 7 Pas
8
Bab 8 Ga Nafsu ah
9
Bab 9 Sidak
10
Bab 10 Jadi, itu Aku
11
Bab 11 Bayar Utang
12
Bab 12 Terima Kasih
13
Bab 13 Amit-amit
14
Bab 14 Ciuman Pertama
15
Bab 15 Saat Bahagia
16
Bab 16 Love dan Hope
17
Bab 17 That was good
18
Bab 18 Bahagiamu Deritaku
19
Bab 19 IYA, AKU CINTA DIA
20
Bab 20 Pelukan Pertama
21
Bab 21 Tujuh Orang
22
Bab 22 Mimpi tapi Basah
23
Bab 23 PERTAMA
24
Bab 24 No Way
25
Bab 25 Ngidam bareng
26
Bab 26 Permintaan Yang Aneh
27
Bab 27 Menatap Langit yang Sama
28
Bab 28 Sisi lain Mina
29
Bab 29 Tetangga Baru
30
Bab 30 Jay dan Mina
31
Bab 31 In Between
32
Bab 32 Hari Yuna
33
Bab 33 Giliran Dua Jagoan
34
Bab 34 Satu
35
Bab 35 Hadiah
36
Bab 36 Dokter kepo
37
Bab 37 Mi Ayam Gerobak Hijau
38
Bab 38 Curhat
39
Bab 39 Perihal Nama
40
Bab 40 Selamat Datang Baby Jun, Jay, dan Justin
41
Bab 41 Perkara Tahi Lalat
42
Bab 42 Masih menyoal Tahi Lalat
43
Bab 43 Terima kasih Ibu
44
Bab 44 Teman sekaligus saingan
45
Bab 45 Jika aku ga ada, kamu ada
46
Bab 46 Bersyukur
47
Bab 47 Beli satu dapat dua
48
Bab 48 Di Toko
49
Bab 49 Masih di Toko
50
Bab 50 Cinta Pertama
51
Bab 51 Saingan
52
Bab 52 Mina Hilang
53
Bab 53 Berat
54
Bab 54 Celah
55
Bab 55 Semuanya akan baik-baik saja
56
Bab 56 Kesalahan Besar
57
Bab 57 Kembali seperti dulu
58
Bab 58 Cerai
59
Bab 59 Tim Kompak
60
Bab 60 Rencana
61
Bab 61 Versus
62
Bab 62 Main peran
63
Bab 63 Diam tidak berarti lemah
64
Bab 64 Yang Sebenarnya
65
Bab 65 Aku sangat merindukanmu
66
Bab 66 Siapa Namanya?
67
Bab 67 Begitu Rupanya
68
Bab 68 Mina Ibuku
69
Bab 69 Kau bukan siapa-siapa
70
Bab 70 Jay dan Yungi
71
Bab 71 Mina Bangun
72
Bab 72 Zen dan Ibu
73
Bab 73 Mimpi Indah Yungi
74
Bab 74 Kebahagiaan itu Fatamorgana
75
Bab 75 Jangan Tinggalkan Aku
76
Bab 76 Karlee anak kita
77
Bab 77 Tetap Bersama
78
Bab 78 Serendah itukah nilaiku di matamu?
79
Bab 79 Halo, kita bertemu lagi
80
Bab 80 Tidak Perlu Repot untuk Lari
81
Bab 81 Iya, aku cemburu
82
Bab 82 Sepuluh itu banyak!!!
83
Bab 83 Ini pertarunganku
84
Bab 84 Ketahuan
85
Bab 85 Buta dan Tuli saja
86
Bab 86 Anak tetaplah anak
87
Bab 87 Sekali
88
Bab 88 Dari Mahendra menjadi Kanirogo
89
Bab 89 Sistem Pendukung yang Hebat
90
Bab 90 Oke Deh Pah
91
Bab 91 Menyoal gaun 1
92
Bab 92 Menyoal gaun bagian 2
93
Bab 93 Menyoal gaun bagian 3
94
Bab 94 Masih menyoal gaun
95
Bab 95 Legendaris
96
Bab 96 Permintaan
97
Bab 97 Brian
98
Bab 98 Karena kita saling mencintai
99
Bab 99 Menjadi bagian dari kami
100
Bab100 Menua Bersama

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!