"Mau ke mana?" Yungi keluar dari kamar dengan kaos dan celana santai. Ia membawa HPnya seolah tengah melakukan sesuatu di sana.
"Kunjungan ke toko. Kan mau pergi ke Jepang. Jadi, sebaiknya cek sekarang aja biar lega juga," ujar Mina sambil memasukkan beberapa barang ke dalam tasnya.
"Aku di sini sendirian dong!" tegas Yungi.
"Sama Awan," sahut Mina santai sambil menunjuk foto di dinding.
"Aduh, Min! Jangan bercanda dong!" Yungi kesal.
"Mau ikut?" tanya Mina. Nadanya bercanda.
"Iya, ah. Malas sendirian!" ujar Yungi.
"Hah! Serius? Bosen nanti. Bukannya kamu juga ada kerjaan?" tanya Mina.
"Ga akan. Yang Jepang udah aku beresin. Tiket kalian juga udah aku upgrade ke kelas bisnis semua." Yungi menjelaskan.
"Kok bisa? Kan harus aku yang ngerjain itu." Mina menatap Yungi.
"Iya, gampang. Aku beli aja lagi tiket baru yang itu ga usah dianggap. Udah beres pokoknya. Percaya sama aku. Sekarang tunggu bentar. Biar nanti aku yang nyetir," ujar Yungi langsung masuk kamar dan ganti baju pakai kemeja bekas nikah tadi malam.
"Hah! Astaga! Yun jorok kamu ih!" Mina ngomel saat melihat Yungi dengan pakaian bekas tadi malam.
"Ya terus aku ga punya pakaian. Males nyebrang ah!" sahut Yungi.
"Tsk!" Mina menghela napas sambil mengerling. Ia masuk ke kamar dan mengambil kemeja Awan.
"Ini punya Awan." Yungi merasa tidak enak.
"Nanti balik dari Jepang, kita beres-beres ya. Rumah kamu, rumah aku. Jadi bisa rapi semuanya. Kalau mau tinggal di rumah aku, kamu bisa bawa barang seperlunya aja." Mina menjelaskan.
"Nah, ini enaknya punya istri lima langkah." Yungi tersenyum.
"Apa?" Mina mengernyitkan alisnya.
"Ini aku lagi ngereog, Min. Pacar lima langkah itu loh!" sahut Yungi sambil senyum tengil dan menggoyangkan tubuhnya seolah joget. Dia memakai kemeja Awan dan dengan cepat mereka berjalan ke garasi. Beberapa menit kemudian mobil yang mereka tumpangi sudah berada di jalan raya.
"Hari ini kita makan di luar ya. Kita jemput anak-anak terus pergi makan. Enaknya di mana?" tanya Yungi.
"Bebas! Aku ikut aja!" ujar Mina. Ia mengamini rencana Yungi.
"Kamu lagi wa-an sama siapa sih?" Yungi yang sedang menyetir sejak tadi agak terganggu dengan sikap Mina yang terlalu fokus dengan Hpnya.
"Banyak. Jay, pelatih Juna dan Zen, gurunya Yuna. Manajer toko." Mina menjawab santai.
"Jay lagi! Itu si Jay kan pengacara harusnya dia sibuk kan! Kok dia bisa enjoy gitu wa-an sama kamu sih?" nada Yungi terdengar sangat kesal.
"Biasa aja, Yun. Orang kakau denger bakalan pikir kamu cemburu loh!" Mina menggeleng pelan.
"Hah! Cemburu? Aku sama Jay? Gila!!!" Yungi tertawa tapi tak lama sebab jauh di dalam hatinya ia juga bertanya-tanya, kenapa ia begitu kesal kepada Jay hanya karena ia sering kontak dengan Mina. Kan mereka satu geng. Harusnya ga gitu deh! Pikir Yungi.
"Kamu lupa, ya? Semua geng masih di Bandung. Nikmatin dulu kota ini sebelum balik. Jay ngajakin kita ngumpul lagi akhir minggu depan sebelum mereka pulang. Jangan bawa anak-anak katanya, khusus kita aja. Jay traktir. Ini hadiah nikahan kita. Kamu ga boleh nolak." Mina menjelaskan.
"Ya udah! Ga bisa komen apa-apa kalau gitu, kan!" Yungi cemberut. Tatapannya berfokus pada jalan.
Mina tersenyum dan ia kembali pada HPnya dan mengetik sesuatu.
Mereka sampai di sebuah toko dan segera turun dari mobil setelah parkir. Mereka memasuki toko.
"Aku tunggu sini aja ya!" sahut Yungi sambil duduk di salah satu meja pelanggan.
"Ga mau masuk?" tanya Mina.
"Ga usah. Aku sini aja!" sahut Yungi dan Mina hanya mengangguk lalu pergi meninggalkan Yungi memasuki ruangan Manajer. Kurang lebih setengah jam mereka di sana. Selanjutnya mereka ke toko lain lagi. Jaraknya agak jauh memang dari toko yang pertama.
"Kamu ga bosen jadi sopir aku?" tanya Mina dengan nada mengejek.
"Kalau ga enak, kamu bisa kasih aku sesuatu, kan?" Yungi senyum.
"Oh, ya udah mau apa?" Mina menatap Yungi serius.
"Jatah sekali aja, Min," sahut Yungi dengan senyum nakal.
"Ih, mesum maneh! ( kamu)! Amit-amit. Turun ah! Aku yang nyetir." Mina kesal.
"Ya elah bercanda Non. Bawaan kesyel mulu. Lagi dapet ya!" Yungi melirik sambil tersenyum mengejek.
Mina manyun. Dia akhirnya memilih diam. Sepanjang perjalanan akhirnya sepi sampai ke toko yang lainnya.
Begitulah setelah berkeliling lima toko dan menjemput Zen dan Juna serta Yuna, mereka memutuskan mendatangi sebuah restoran Jepang di dalam mal.
Tidak ada banyak orang di dalam restoran itu. Ada beberapa tamu dan keluarga mereka di antaranya. Mereka tengah asyik makan ketika seorang pelayan menghampiri mereka dan memberi sebuah kertas kepada Mina. Mina menerima kertas itu dan membacanya.
"Apa itu?" Yungi menatap kertas itu lalu melihat ke arah Mina. Wajahnya terlihat penasaran.
"Ini surat dari laki-laki di sebelah sana. Menawariku minum." Mina dengan santai menunjuj sebuah kursi di pojok dan sang pria yang ditunjuk melambaikan tangannya sambil tersenyum.
"Eh, kurang ajar sekali! Mana bisa dibiarin! Godain istri orang di depan suaminya! Gimana sih?" Yungi langsung berdiri dan merampas kertas itu lalu membacanya sebentar. Benar saja. Lelaki yang juga sama perlentenya dengan Yungi memang mengajak Mina untuk minum dan ia bahkan menulis nomor telfon pula.
"Yun, mau ke mana? Ga usah dilayanin ah! Kenapa sih!" Mina berusaha menahan.
"Ga bisa dong! Muka aku mau disimpan di mana? Urusan harga diri ini!" Yungi melepaskan tangan Mina dan langsung berjalan menuju sang lelaki.
"Ini maksud Anda apa ya? Kurang ajar sekali! Berani sekali Anda menggoda istri saya," ujar Yungi. Ia menyimpan kertas di atas meja tepat di hadapan sang lelaki dan ia berbicara dengan nada yang sangat marah.
"Istri! Oh! Saya minta maaf. Saya pikir dia teman Anda," sang lelaki itu tampak kaget dan ia langsung berdiri mengatupkan kedua tangannya di dada sambil berkata lagi memohon maaf.
"Eh! teman! Anda jangan ngadi-ngadi. Itu anak segitu banyaknya, ga keliatan ya!" Yungi nunjuk ke meja mereka dan anak-anak yang dia tunjuk hanya melambaikan tangannya sambil senyum-senyum.
Mina juga ada di sana dengan wajah yang memerah karena malu. Yang nonton mereka bertengkar itu bukan hanya mereka, melainkan juga beberapa pelanggan yang sedang makan.
"Bung! Saya udah minta maaf ya! Ga enak nih kok jadi bahan lawakan! Pertama, saya ga liat istri Anda pakai cincin. Mana tahu kalau dia udah nikah, bahkan istri Anda. Cuma Anda yang pakai tuh! Liat sendiri. Juga, tadi kami papasan pas mau ke kamar kecil, jelas-jelas saya dengar dia bilang dia lagi makan dengan teman. Jadi, saya pikir dia single gitu! Nah, ga usah diperpanjang. Kalau memang dia istri Anda, suruh pakai apa aja yang keliatan dia udah ada ownernya, biar orang kayak saya ga salah paham. Minggir!" Lelaki itu mendorong Yungi dan berjalan menuju meja Mina. Yungi dengan cepat mengikutinya.
Beberapa tamu yang menonton juga ikutan, seolah ingin mengetahui yang terjadi. Di antara mereka ada juga yang memvideokan, numpang eksis karena persolan orang lain.
"Mbak, saya minta maaf. Saya salah paham. Saya pikir Anda belum menikah, soalnya tadi Anda bicara dalam bahasa Prancis bilang Anda sedang makan dengan teman, jadi saya pikir Anda lajang. Mohon maaf. Untuk menebusnya, biar saya traktir ya." Lelaki itu tersenyum ramah.
"Eh, oh, gitu, rupanya! Iya ini salah paham. Tapi, Anda tidak salah. Iya, ini saya yang salah. Jadi, tidak perlu traktir. Saya juga minta maaf," wajah Mina langsung memerah.
"Loh! Kok jadi kamu yang minta maaf sih!" Yungi kesal.
"Berisik Yungi, malu-maluin aja!" Mina langsung menarik tangan Yungi.
"Kami minta maaf," sahut Mina.
"Eh, apaan sih Min?" tanya Yungi. Ia terlihat bingung.
"Ntar, aku jelasin." Mina bilang pelan.
"Mohon maaf ya," ujar Mina lagi.
Dengan cepat ia membereskan meja dan membawa anak-anak keluar dari restoran setelah membayar. Yungi mengikuti dia dari belakang sambil melihat lagi ke arah lelaki dan tamu lain yang tengah memvideokan.
"Oke, bahas sekarang! Aku ga bisa nunggu sampe besok!" Yungi duduk di atas sofa bed.
Anak-anak sudah berada di kamarnya masing-masing. Sudah pukul sepuluh malam. Mereka sudah sampai sejak empat jam lalu. Namun, mereka tidak bisa langsung bicara karena Mina sibuk mengurus makan malam dan anak-anak.
"Nih!" Mina menyodorkan kotak merah kecil pastinya berisi cincin pernikahan. Ia duduk di sebelah Yungi.
"Apa-apaan ini?" Yungi kesal.
"Cincin itu longgar.. Plus ada inisial nama kamu sama Soraya di dalemnya. Masa iya aku pakai, Yun?Aku balikin aja." Mina menjelaskan.
"Jadi, itu alasannya kenapa kamu ga pake cincin nikah ini?" suara Yungi melunak.
Mina menganggukkan Kepala sambil tersenyum.
"Kalau gitu kita bikin aja yang buat kita. Ini aku copot aja!" sahut Yungi sambil membuka cincinnya
"Ga perlu, Yun. Buang uang aja." Mina berbicara santai.
"Cincin mah cuma simbol. Santai aja lah! Foto nikah juga kalau bisa sih sekalian sama anak-anak aja." Mina bilang.
"Itu mah foto keluarga atuh!" Yungi manyun.
"Ga apa-apa lah! Kan udah pernah ngerasain pake cincin nikah dan pernah foto nikah juga, kan! Biar ga ribet!" Mina menjelaskan.
"Astaga! Aku ga ngerti pikiran kamu," kata Yungi sambil geleng-geleng kepala.
"Tunggu sampai beneran kamu cinta sama aku deh! Baru kamu beliin buat aku ya!" Mina memainkan alisnya.
Yungi menelan ludah. Sekali lagi kata itu muncul dalam percakapan mereka. Kata yang Yungi hampir tidak pernah ucapkan kepada perempuan mana saja.
"Terserahlah!" itu yang keluar dari mulut Yungi.
"Sip!" Mina senyum. Ia memberikan tangannya.
"Ngapain?" Yungi bingung.
"Salaman lah, artinya kamu ga marah lagi, kan!" Mina senyum.
"Eit! Tunggu dulu! Belum kelar!" Yungi melipat kedua tangannya di dada.
"Apa lagi?" Mina mengernyitkan alisnya.
"Bahasa Prancis, teman, apaan tadi?" Yungi memberikan beberapa kata kunci dan membiarkan Mina berelaborasi.
"Oh itu! Hahahahaha." Mina tertawa lebar.
"Aku minta maaf. Claudia, temanku, dia orang Prancis. Aku udah janji sama dia, kalau aku nikah lagi, aku bakalan undang dia. Tapi kan kayak gini situasinya. Jadi, tadi aku bilang aku lagi sama teman biar ga ribet. Ini aku salah. Maaf ya!" Mina menggaruk kepala.
"Kamu ga bohong?" mata Yungi menyipit.
"Ga atuh! Maaf ya?" Mina memberikan tangannya.
"Hmm," ujar Yungi. Dia mengangguk kemudian menerima tangan Mina.
"Jadi, ga marah lagi, kan?" Mina menegaskan.
"Hmm," sahut Yungi.
"Bagus deh!" Mina tersenyum. Ia beranjak dari duduknya lalu berjalan menuju pintu keluar kamar.
"Ga tidur?" tanya Yungi.
"Cek dulu anak-anak," ujar Mina sambil menutup pintu.
Yungi merebah. Matanya tertuju pada langit-langit kamar. Ada banyak hal dalam pikirannya. Sangat kusut dan perlu diurai satu demi satu atau sedikit demi sedikit. Pasti perlu waktu. Tapi, dia harus melakukannya.
Pertama dan terpenting, ia harus mempertanggungjawabkan keadaan saat ini. Dan Mina benar. Dirinya sendiri yang harus menjawab tentang apa yang ia inginkan dari pernikahannya dengan Mina. Dan yang ini ia sudah bisa menjawabnya.
Ia tak mau ini hanya kontrakan atau setingan. Ia ingin benar-benar menjalaninya sebagai sebuah keluarga. Untuk itu, ia harus mengubah sikapnya. Ia harus merangkul orang-orang yang dekat dengannya. Pertama anak-anak, lalu Mina. Soal anak-anak, Yungi yakin dia bisa melakukannya. Toh sekarang dia menetap di Bandung, bekerja di sebuah perusahaan konsultan dan menjadi dosen di sebuah universitas. Cukup bagus dan menjanjikan. Dengan begitu, ia punya banyak kesempatan untuk lebih dekat dengan anak-anak.
Yang kedua. Ini tantangan. Bagaimana menumbuhkan cinta di antara mereka? Secara mereka seperti anjing dan kucing. Memang tidak tiap kali bertemu mereka bertengkar. Tapi kalau dihitung-hitung, hubungan mereka lebih banyak debatnya daripada akurnya. Kalau ga debat atau saling ejek, seperti ada yang kurang dari keduanya.
Sekarang saja sesudah menikah, kadarnya berkurang. Mungkin malu juga karena udah ada anak. Tapi kalau dipikir-pikir, mereka jadi sering bertengkar sejak kapan ya persisnya? Apa pula alasannya?
Yungi menggaruk kepalanya. Dia tak nyaman kalau punya pertanyaan yang bingung dengan jawabannya. Dia bangkit dari tidurnya, melihat ke arah ranjang sejenak padahal jelas ia tahu pemiliknya tidak ada di sana.
Dia berpikir Mina cukup lama juga dan khawatir ia ketiduran di kamar anak-anak, jadi ia memutuskan keluar menyusulnya. Ia masuk ke kamar Yuna. Tidak ada Mina di sana. Tapi Yungi diam sejenak di sana. Dia baru di kamar itu. Kamar anak perempuannya di rumah orang lain dan penuh dengan dekorasi dan juga kasih. Ia menghela napas menahan dirinya agar matanya tak berkaca-kaca.
Yungi melangkah mendekati ranjang berdekorasi putri raja yang anak perempuannya tiduri. Ia duduk di sampingnya dan menatap wajah Yuna yang tidur terlelap.
Yungi tersenyum. Tangannya bergerak perlahan menuju kepalanya dan ia membelai kepala putrinya. Wajah Yuna mengingatkannya pada Erika. Sekarang hatinya tak terlalu bermasalah lagi ketika nama itu disebut, khususnya karena ia mulai menyadari bahwa ia juga memang bersalah atas perceraian mereka. Sebuah kesalahan yang ia coba tidak akan ia ulangi.
Ia kemudian beranjak dari duduknya dan perlahan berjalan pelan keluar kamarnya menuju kamar kedua jagoannya. Ia mendapati kedua putranya juga sudah tidur lelap dan tidak ada Mina di sana. Perlahan ia mendekati ranjang Juna dan menatap jagoannya.
Wajahnya mirip dengannya bahkan beberapa sikapnya juga. Ia tersenyum, mengelus kepala anak itu pelan dan kemudian berjalan mendekati ranjang Zen. Dia tertegun. Wajah tidur Zen sangat mirip dengan Mina.
"Papa janji akan berusaha menjadi ayah yang terbaik untuk kalian," lirih Yungi. Ia menatap kedua putranya dan kemudian keluar dari kamar.
Ia mengamati setiap ruangan. Tidak ada pergerakan dan tidak ada lampu yang menyala. Sejenak, ia bingung berpikir di mana Mina berada. Namun, saat ia melihat ke lantai dua, ia melihat sebuah ruangan menyala. Ia menaiki tangga hanya ingin memastikan bahwa Mina baik-baik saja. Itu sudah hampir tengah malam dan ia tahu biasanya Mina tidak tidur selarut itu.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Alexo. ID
Aku rela gak tidur demi baca karya author, semoga motivasi selalu muncul buat nulis.
2023-08-14
0