Suasana di sebuah aula pernikahan di dalam sebuah hotel bintang lima cukup tenang. Semua tamu sudah menduduki tempatnya. Di antara mereka adalah anggota Circle 7, kecuali Yungi dan Mina.
Hari itu, Yungi akan menikahi Soraya setelah tiga tahun mereka menjalin hubungan. Yungi masih berada di ruang ganti, bersiap menjadi mempelai pria.
Sementara itu, Mina berada di ruang lain, mempersiapkan Yuna yang nantinya akan menjadi pengantar pengantin bersama dengan Zen dan Juna.
Yungi berdiri di depan kaca seukuran tubuhnya. Ia merapikan dasi dan buket bunga kecil yang menempel pada bagian saku dadanya. Wajahnya terlihat agak tegang, tapi ia berusaha menenangkan dirinya. Sebuah ketukan di pintu membuatnya menoleh dan tak lama kemudian tiga orang lelaki yang sama gagahnya dengan dirinya berdiri di sana.
“Bro, kali ini ga boleh gagal, oke?” Jay menepuk bahu Yungi pelan.
“Aduh, jangan sampai! Siapa yang mau gagal, Jay?” Yungi menjawab sambil tersenyum.
“Selamat, Bro! Mudah-mudahan ini terakhir ya!” celoteh Jun sambil menyimpan kedua tangannya di bahu Yungi.
“Iya, aku juga berharap begitu. Sekarang aku kan sudah settle juga di Bandung, Mudah-mudahan, aku bisa jadi suami yang lebih baik!” sahut Yungi. Ia menghela napas sambil menganggukkan kepala.
“Amin.” Justin mengangkat kedua tangan sambil tersenyum.
“Anak-anak udah oke kan sama yang ini?” Justin menatap Yungi.
“Keliatannya sih hubungan mereka baik-baik aja. Ya, ga sedekat sama Mina sih, tapi lumayan lah untuk permulaan!” Yungi menjelaskan.
“Oke, good! Itu penting!” ujar Justin.
Mereka tengah asyik berbicara ketika sebuah kepala muncul dari balik pintu.
“Aku ganggu, gak?” Vee tersenyum.
“Masuk sini! Gimana nih Bumil? Ga kecapean, kan?” Yungi menunjuk perut Vee yang besar.
“Ini kan yang ketiga, Yun! Biasa aja kali!” sahut Vee.
“Wow! Anda sangat produktif ya!” Yungi mencandai Justin kemudian menatap Vee.
Justin hanya menggaruk kepala bagian belakangnya pelan dan ia hanya menyunggingkan sebuah senyuman tengil di bibirnya.
“BTW, selamat ya Yun, aku ikut senang!” ujar Vee dan menoleh ke arah pintu sebab gagangnya tengah dibuka seseorang. Giliran Jini yang masuk.
“Kalian pada ngumpul di sini rupanya!” Jini berjalan mendekati Yungi.
“Di mana Mina?” Jini melihat semuanya.
“Di ruangan pengantar pengantin. Dia mengurus anak-anak,” ujar Yungi.
“Oh!” Jawaban Jini pendek.
“Aku mau ke kamar pengantin perempuan tadi, tapi dikunci!” sahut Jini lagi.
“Wah masa?” Jawab Yungi.
“Iya, tadi aku juga ke situ, dikunci dan sepi loh!” Vee menimpali.
Yungi menelan ludah.
“Jangan panik dulu! Kali Soraya lagi di toilet atau pengen sendiri gitu. Pernikahan itu hal yang besar loh!” Jay menatap Yungi, mencoba untuk menghiburnya.
“Iya! Aku juga mikirnya kayak gitu!” ujar Jini. Vee mengangguk menguatkan.
Suasana hening sejenak dan buyar setelah seseorang mengetuk di depan pintu.
“Yun, boleh aku masuk?” suara Mina terdengar jelas dari luar.
“Iya!” Yungi menjawab dan Mina membuka pintu.
“Yun, Soraya ga di sini ya?” Tatapan Mina menelusuri setiap bagian ruangan.
“Eh! kalian semua ada di sini rupanya?” Mina tersenyum saat melihat teman-temannya di sini.
Semuanya mengangguk.
“Soraya ga ada di ruangannya?” Yungi kembali pada persoalan.
Mina menganggukkan kepala dengan wajahnya terlihat bingung.
Semuanya saling menatap. Jelas ada masalah. Kecuali Vee, yang lainnya dengan cepat mencari calon istri Yungi ke semua ruangan termasuk kamar hotel yang mereka sudah sewa selama tiga hari empat malam.
Setelah hampir satu jam mencari mereka akhirnya menyerah. Berita tentang hilangnya pengantin perempuan sudah terdengar ke aula dan membuat orang tua Yungi mendatangi kamar Yungi. Mereka juga membawa serta orang tua Soraya untuk meminta penjelasan.
Dari mereka semua terkuak kebenarannya. Sebenarnya mereka hanya orang sewaan yang dibayar Soraya untukberpura-pura menjadi orang tua.
Soraya sudah mendapatkan keinginannya.
Sebenarnya, dia mendekati Yungi karena tahu bahwa Yungi mempunyai banyak uang. Dia hanya ingin mengambil semua uang Yungi dan menikmati kekayaannya tanpa susah payah. Dia sudah mendapatkannya. Dia membuat Yungi menandatangani banyak dokumen saat ia mabuk dan kemudian mengalihkan semuanya atas namanya.
Sekarang, ia hanya punya rumah yang ia tinggali dan beberapa ratus ribu di rekeningnya. Ia sudah mengecek semuanya dan itu benar-benar kacau. Soraya bahkan mengambil uang tabungan untuk masa depan anak-anaknya.
Yungi menangis. Ia benar-benar terpuruk. Semua temannya ada di sana, kecuali Mina yang tengah menenangkan Yuna karena terlalu shok melihat ayahnya mengamuk di kamar pengantin.
Sekali lagi Yungi harus menelan pil pahit gara-gara seorang wanita dan ia sepertinya akan memasuki klub yang sama dengan Jay selama sisa hidupnya. Sebuah ketukan lembut membuat semua kepala menoleh ke arah pintu. Mina masuk dari balik pintu.
“Yuna sudah tidur di kamarku. Di mana Juna?” tanya Mina melihat ke semuanya.
“Dia di ruang sebelah dengan Tante dan Om!” sahut Vee. Om dan tante yang ia maksud adalah orang tua Yungi.
“Oke!” Mina menjawab lalu menatap Yungi.
“Aku ke sana dulu ya!” sahut Mina sambil menatap Yungi.
Yungi menatap Mina sejenak lalu mengangguk seolah mengucapkan terima kasih. Namun, wajahnya masih dipenuhi dengan raut sedih dan luka yang amat dalam.
Mina meninggalkan mereka. Ia bergegas menuju ruang sebelah. Ia masuk setelah mengetuk dan mendapati Arjuna duduk di pojok ruangan ditemani dengan Zen di sebelahnya. Tidak jauh dari sana kakek dan neneknya duduk menungguinya dengan perasaan khawatir. Bisa dibayangkan bagaimana perasaan anak kecil itu yang sudah dua kali gagal mendapatkan seseorang untuk menjadi ibunya.
Mina menganggukkan kepalanya kepada orang tua Yungi sambil tersenyum saat ia memasuki ruangan dan orang tuanya membalas anggukannya dan tersenyum.
“Tante!” Arjuna berlari ke arahnya dan langsung menangis di pelukannya.
Mina mengelus punggungnya pelan. Matanya berkaca-kaca. Ia sangat paham bagaimana perasaan Juna saat itu. Zen berjalan menuju mereka dan duduk di sebelah mereka. Tangan Mina yang lainnya meraih Zen dan memeluknya juga. Ia mencium pucuk kepala Zen dengan penuh kasih sayang dan sekarang Zen ikut menangis juga. Rupanya sejak tadi, anak itu menahan rasa ingin menangisnya karena tidak ingin membuat sahabatnya semakin sedih.
Mereka masih pada posisinya. Mina hanya diam dan mengusap kedua anak lelaki yang ada di dalam pelukannya itu. Tak lama, Juna menghentikan tangisannya. Ia menatap Zen dan keduanya saling menganggukan kepala seolah-olah mereka telah berbicara tentang sesuatu dan mereka akan mengatakannya kepada Mina.
Mereka berdiri bersebelahan di depan Mina dan Mina menatap mereka bergantian sambil menyunggingkan senyuman hangat.
“Ada apa?” tanya Mina.
“Mau beli es krim?” Mina melanjutkan.
“Ibu! jangan bercanda! Juna lagi ngumpulin keberanian nih!” sahut Zen.
“Wow! Oke! Maaf... Maaf!” Mina langsung tertawa kecil sambil menutup mulutnya. Begitu pula orang tua Yungi, ikut tertawa dan juga heran tentang apa yang akan dilakukan kedua anak yang sekarang berusia sepuluh tahun itu.
“Tante,” ujar Juna sambil menatap Mina.
“Ada apa? ...sini! Duduk sebelah tante!” Mina menarik lengan Juna pelan. Namun, Juna menahannya.
“Nggak, Tante! Aku mau bilang sesuatu yang serius!” sahut anak kecil itu.
Sebenarnya Mina ingin tertawa mendengar celoteh anak itu. Tapi karena wajah anak itu serius, ia menahannya.
“Oke. Ada apa? Kalian mau ngakuin sesuatu? Kalian ga bikin ulah, kan?” Mina menatap lagi mereka bergantian. Kali ini wajahnya terlihat khawatir.
“Nggak, Tante. Kami ga gitu kok! Dan tolong jangan ngomong dulu. Ini aku mau ngomong!” ujar Juna.
Dia terlihat agak gugup dan itu membuat Mina tersenyum.
Juna malah terlihat lucu saat gugup.
“Apa?” tanya Mina sambil tersenyum.
“Tante, kalau aku minta tolong, Tante mau nolongin aku nggak?” Juna menatap Mina dan ia terlihat sangat gugup.
“Boleh. Minta tolong apa?” tanya Mina. Ia memengang satu tangan Juna sambil tersenyum.
Juna meneguk ludah sebelum mulai bicara lagi.
“Tolong nikah sama Papah aku, Tante!” sahut Juna dengan lancar.
“Eh???” Mina membelalakkan matanya.
Wajahnya terlihat sangat kaget. Orang tua Yungi yang berada di belakang kedua anak itu juga terlihat kaget.
Ia diam, terlalu terpukau dengan apa yang dikatakan anak kecil di hadapannya itu.
“Tolong, Tante!” Sekarang Juna berlutut disusul Zen yang berada di sampingnya. Ikut berlutut seolah ia juga memohon kepadanya.
“Kalian jangan begini!” Mina mengangkat kedua anak itu, tapi keduanya cukup kuat mempertahankan posisinya.
“Tolong jangan begini!” suara Mina agak tercekat, menahan diri untuk tidak menangis.
Bagaimana tidak? Anak kecil di hadapannya itu terlalu putus asa dan mungkin kasihan kepada ayahnya sampai-sampai memintanya untuk menikahi ayahnya.
“Ayo duduk dan kita bicara ya, Nak, ya!” sahut Mina dengan lembut.
Ia bahkan tidak menyadari saat Ibu Yungi perlahan berjalan meninggalkan ruangan.
Mereka masih pada posisinya saat tetiba Yungi dan yang lainnya membuka pintu dan melihat pemandangan mengibakan itu.
Yungi dengan kasar menarik lengan Juna memintanya berdiri.
“Apa kau sudah gila! Jangan seperti ini! Tante Mina sudah banyak membantumu! Jangan membuatnya lebih repot lagi!”
“Yun!” Mina berteriak sambil melepaskan tarikan tangan Yungi pada lengan Juna.
“Lepasin! Jangan kasar! Gimana sih kamu!” Mina memarahi Yungi.
“Sini sayang! Kamu ga apa-apa, hmm? Lengan kamu ga sakit?” tanya Mina sambil mengelus lengan Juna lembut.
“Om, tolong nikah sama Ibu ya, Please!” Giliran Zen yang berlutut memohon di hadapan Yungi.
Giliran Yungi yang melotot.
“Astaga!” Mina meraba-raba pelipisnya. Kepalanya mendadak pusing. Pertama, ia kurang tidur dan sekarang masalah ini.
Semua orang di sana hanya bisa tertegun menyaksikan pemandangan itu.
“Pah!” Juna berbalik ke ayahnya.
Sekarang dua anak kecil itu tengah memohon kepadanya.
“Hei! kalian jangan begini!” sahut Yungi.
“Iya, jangan begini, Nak. Ayo kita duduk dan kita bicara, ya Nak ya!” Mina berdiri di samping Yungi.
Tapi keduanya masih dengan kuat mempertahankan posisinya.
Mina menatap Yungi.
“Ayo kita bicara sebentar!” Sahut Mina sambil menarik tangan Yungi keluar dari ruangan.
“Kamu mau nurutin permintaan mereka?” Yungi melipat kedua tangannya di dada. Mina menatap Yungi sambil menggelengkan kepala.
“Aku tahu kamu ga suka sama aku dan aku tahu aku bukan tipe kamu, tapi aku ga mau liat anak-anak kayak gini lagi. Dulu Erika ninggalin kamu, Juna stres, sekarang juga kayak gini. Yuna juga sekarang jadi ngalamin ini! Kamu nyadar ga sih gimana terpukulnya mereka gara-gara ayahnya ditinggalin orang-orang yang mereka pikir sayang sama kamu!” Mina menjeda sebentar.
“Aku tahu pernikahan ini hal besar. Kamu juga buka tipe aku dan aku udah anggap kamu temen dan ga akan bisa lebih dari itu. Intinya sih, aku mau nikah sama kamu buat mereka. Turunin ego kamu dikit. Kamu udah dua kali nikah sama orang yang kamu cinta dan gagal. Sekarang kamu nikah bukan buat kamu, tapi buat anak-anak kamu. Paham ga? Kita tetep aja kayak temen, Yun, ga usah ada adegan-adegan ranjang segala, bisa kan?” Mina menjelaskan panjang lebar.
“Lah terus kebutuhan biologis aku gimana?” Yungi bertanya heran.
“Sia! Boloho ih! Aing keuheul! (bahasa Sunda: Kamu bodoh sekali! Aku kesel)!” Mina melengos pergi.
“Eh, maksud kamu apa? Aku ga bodoh Min, aku mikirin realnya, tau!” Yungi menarik lengan Mina.
“Iya, habisnya kamu egois, ih! Mikirin diri kamu sendiri!” jawab Mina kesal.
“Egois?” Yungi berkacak pinggang.
Mina baru akan membuka mulutnya lagi saat Jay tetiba berada tak jauh dari mereka.
“Kalian debatnya lain kali aja. Itu penghulunya udah marah-marah nanyain pengantinnya. Waktu dia terbatas tuh! Orderannya kan banyak!” ujar Jay sambil tersenyum. Ia menyender ke pinggir pintu sambil melipat kedua tangannya di dada.
“Tsk!” Yungi berdecak kesal.
“Ga usah kayak gitu! Kalau ga mau juga, bukan aku yang malu, tapi kamu! Nyebelin nih orang. Dibantu malah ngeyel!” ujar Mina. Dia hampir berlalu, tapi Yungi menarik lengannya lagi.
“Tunggu! Oke... oke! Aku minta maaf! Aku sekarang bangkrut! ga punya duit! Gimana mau ngidupin anak orang?” Yungi menatap Mina.
“Aku punya. Aku ga bilang biayain kamu. Kamu juga pasti punya pride, kan! Kamu pinjem sama aku. Ntar, kalau kamu udah stabil, kamu bisa balikin sama aku.” Mina menjawab tenang.
Yungi membelalakkan matanya.
“Kamu serius?” Yungi mengernyitkan alisnya.
“Kita teman. Ga nikah juga, kalau kamu perlu bantuan aku, kamu bisa ngandelin aku. Kalau aku bisa, aku pasti bantu!” sahut Mina.
Yungi diam sejenak.
“Ayo! penghulunya nunggu!” sahut Mina lagi sambil menatap Yungi.
Yungi menganggukkan kepalanya.
“Lakukan saja demi anak-anak kamu, Yun!” ujar Mina lagi sambil memberikan tangannya.
Yungi membalas senyumnya. Ia menerima tangan Mina dan mereka berdua keluar dari ruangan sambil menyunggingkan senyuman.
Begitulah, akhirnya terjadilah pernikahan di antara keduanya. Untungnya, orang tua Mina juga hadir di sana karena memang salah satu undangan juga, sehingga tidak sulit untuk meminta restu mereka untuk pernikahan itu.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments