Bab 11 Bayar Utang
“Pagi, Pah!” Zen dan Juna menyapa kompak kemudian berdiri dan sun tangan papanya saat Yungi berjalan mendekati mereka. Ia mengusak rambut kedua jagoannya sambil tersenyum lalu berjalan menuju Yuna yang juga sudah menyapanya dan mencium pipi gembilnya.
“Di mana Ibu?” tanya Yungi sambil melihat-lihat ke arah dapur dan sosok yang dicarinya tidak ada.
“Di atas, jemur baju,” jawab Juna dengan santai.
“Tapi kopi papa sudah aku siapkan, kok, Pah!” sambung Zen sambil menyimpan kopi di atas meja tepat di depan Yungi. Yungi bahkan tidak menyadari kapan anak itu menyelinap ke dapur dan menuangkan kopi untuknya.
“Iya, makasih,” sahut Yungi sambil menepuk punggung Zen pelan.
“Kakek dan nenek belum bangun?” Yungi menatap kamar di ruang tamu lalu beralih pada Juna dan Zen. Ia berbicara lebih pelan.
“Udah pulang tadi subuh habis ngomel-ngomel sama Ibu,” jawab Zen. Wajahnya terlihat agak kesal.
“Gara-gara baju?” Yungi langsung menebak.
“Iya, Pah!” jawab Juna dengan wajah pasrah.
Yungi menghela napas panjang. Kalau alasannya kesehatan kan tidak bisa dipaksakan. Tertutup juga tidak apa-apa, toh ada waktunya dia bisa menikmati istrinya dalam keadaan yang lain yang tak perlu djelaskan lebih panjang seperti tadi subuh misalnya. Plus, dia bisa pastikan dalam keadaan itu, istrinya baik-baik saja dan Sssst.... sangat menggairahkan! Biarlah hanya dia yang menikmati pemandangan terbuka istrinya itu karena sekarang dia merasa bahwa ternyata itu lebih menyenangkan.
“Papah cari Ibu dulu deh!” ujar Yungi setelah cukup lama duduk dan menikmati kopinya. Anak-anaknya hanya mengangguk sambil tersenyum.
Dia berdiri dan berjalan menuju ke lantai tiga yang memang hanya berupa area terbuka. Lantai itu biasanya digunakan untuk menjemur pakaian dan juga untuk bersantai, diperuntukkan untuk ruang serbaguna.
Yungi berdri sejenak tepat di pintu keluar. Ia menyenderkan tubuhnya ke tembok dan menyilangkan tangannya di dada. Bibirnya menyunggingkan senyum dan matanya berbinar menikmati sebuah pemandangan yang menurutnya sangatlah indah. Padahal itu hanya punggung istrinya yang tengah mengibaskan pakaian siap jemur atau mengaitkan pakaian pada kawat-kawat jemuran.
Rambut Mina yang ikal dan berwarna hitam alami terurai sampai setengah punggungnya. Yungi tahu Mina mengurai rambutnya sebab ia tengah menutupi jejak Yungi tadi subuh pada leher dan punggung atasnya. Mengurai rambut bukan kebiasaan Mina apalagi pada pagi. Biasanya ia akan mencepol rambutnya sampai ke atas dan membiarkan tahi lalat pada leher belakangnya bernafas bebas serta leher mulus dan jenjangnya menikmati udara bebas.
Tubuhnya yang ramping dan indah itu berbalut gaun warna hijau mint dengan tangan tiga perempat dan riasan bunga krisan pada beberapa bagian bawahnya yang menutupi hampir semua betisnya membuatnya terlihat menawan bahkan hanya dari bagian belakangnya.
Yungi tersenyum lagi. Ingatannya kembali pada kejadian tadi subuh setelah percakapan dari kolam renang itu. Mereka melakukannya untuk pertama kalinya sebagai suami istri dan sialnya membayangkannya saja lagi membuat darah Yungi memanas dan membuatnya bersemangat lagi. Padahal hanya satu babak dan cepat pula.
Ia sendiri tak menyangka mengingat dia adalah sang Casanova yang telah teruji dapat menyenangkan semua wanita dengan kejantanan dan gaya bercintanya. Ia tak terkalahkan. Begitu banyak wanita yang menginginkannya lagi dan lagi dan itu artinya dia memiliki daya tarik tersendiri di bagian itu. Namun, dengan Mina, dia harus meminta maaf karena dia yang kalah dan dia menyadari bahwa pengalamannya dengan Mina yang super singkat itu adalah yang terbaik selama hidupnya.
“Pagi!” suara Yungi lembut di belakang telinga Mina membuat Mina agak terhenyak. Terlebih kedua lengan Yungi yang kekar menelusup dari belakang memeluk dirinya dan bibir Yungi mengecup pucuk kepala Mina lembut.
“Bikin kaget aja!” jawab Mina dan wajahnya merah karena malu.
“Maaf!” bisik Yungi dan ia mencium pipi Mina gemas.
“Yungi, masih pagi!” bisik Mina dan berusaha melepaskan pelukan Yungi.
“Terus kenapa?” tanya Yungi santai. Ia mengistirahatkan kepalanya di bahu kanan Mina dan mempertahankan posisinya.
“Anak-anak nanti liat!” bisik Mina sambil masih mencoba melepaskan dirinya dari Yungi.
“Terus kenapa?” dia masih ngotot dengan jawabannya.
“Lepasin, Yun, ini jemuran masih banyak,” sahut Mina lagi.
“Cium dulu, nanti aku lepas,” ujar yungi sambil mendekatkan pipinya.
Mina mengerling kesal, tapi ia menuruti keinginan Yungi. Ia mencium pipi Yungi dan tetiba Yungi mengklaim bibir mungil Mina dan selama beberapa waktu mereka berciuman.
“Nah, ini baru sarapan! Tapi, aku belum kenyang!” Yungi tersenyum nakal, mengedipkan satu matanya sambil mengusak rambut Mina pelan dan ia mengambil jemuran yang masih tersisa di keranjang.
“Aku bantu biar cepet!” sahutnya sambil mengambil satu pakaian siap memasangkan di jemuran.
“Ga usah, mandi sana.” Mina mengambil pakaian di tangan Yungi.
“Yakin?” tanya Yungi.
“Iya, sana pergi!” Mina mendorong punggung Yungi dan Yungi tersenyum dan dengan cepat memberikan satu kecupan lagi di pipi Mina sebelum akhirnya ia pergi menuruni tangga sambil bersiul bahagia.
Dia baru sampai di bawah tangga saat kedua anak lelakinya senyum-senyum menatap ke arahnya.
“Sukses Pah misinya?” Juna menggodanya.
Yungi menggaruk kepalanya pelan.
“Jangan kasih kendor, Pah!” sahut Zen sambil mengacungkan kedua jempolnya.
“Kami jagain Yuna Pah! Semangat ya Pah!” ujar Juna sambil tos dengan Zen dan kedua anak berlari meninggalkan dia yang masih senyum-senyum sendiri.
***
“Wah, apa ini?” Mina terkejut. Saat ia berjalan ke arah dapur, ia menatap menu sarapan pagi ditata dengan begitu elegan.
Ia menatap semua menu itu sambil tersenyum. Ia melihat ke arah kamarnya sebentar. Pintunya tertutup rapat. Lalu pandangannya mengarah pada kamar anak-anak, tetapi itu juga tertutup rapat dan akhirnya ia berjalan mengarah ke dapur dan mendapatkan sebuah pemandangan yang cukup lucu di sana. Yungi dengan celemek dan wajah yang belepotan dengan gula tepung.
“Ngapain kamu, Yun?” Mina menahan tawanya.
“Aku mencoba menyiapkan sarapan untuk istriku, tapi gagal!” ujar Yungi sambil menunjuk pada meja tepat di depannya yang berantakan dengan adonan. Ia tertawa, lebih tepatnya menertawakan dirinya.
“Belum mandi dong?” tanya Mina.
“Iya, nanggung, kan!” jawab Yungi sambil menunjuk pada bahan masakan.
“Itu yang di meja makan dah cukup. Kamu udah makan, belum?” tanya Mina.
“Belum. Baru minum kopi,” sahutnya.
Mina tersenyum. Ia mendekati Yungi dan jaraknya semakin dekat. Ia berjinjit sebentar dan mengecup bibir Yungi dengan cepat sementara kedua tangannya memeluk Yungi sambil melepas ikatan celemek di punggungnya. Yungi agak terhenyak dibuatnya. Ia berdiri terpana dengan sikap Mina kepadanya.
“Yungi dan celemek ga cocok sama sekali!” bisik Mina dengan nada mengejek. Ia mengedipkan satu matanya.
“Ayo sarapan bareng!” sahut Mina sambil menarik satu tangannya.
Yungi tersenyum sambil mengikutinya. Mereka duduk berhadapan.
“Di mana anak-anak?” tanya Mina.
“Di kamar. Mereka sudah sarapan dan mandi juga. Tinggal ganti baju, nungguin kita. Kan mau ketemu Awan hari ini,” sahut Yungi sambil tersenyum.
Mina mengangguk tersenyum sambil menikmati sarapan.
“Kok kayak anak kecil makannya, Yun. Yuna aja lebih baik daripada kamu,” sahut Mina sambil menatap Yungi dan tersenyum. Tangannya menjulur ke arah ujung bibir Yungi dan membersihkan saus stroberi yang sedikit menempel di sana, lalu ia memakannya.
Yungi agak kaget. Ia menatap Mina dan menelan ludah. Saat itu Mina menunduk dan tengah mengambil sebagian wafelnya dengan garpu dan tetiba saat ia menengadah, cup! Sebuah ciuman mendarat di bibirnya. Dengan cepat Yungi kembali ke tempat duduknya sambil menyunggingkan sebuah senyuman kemenangan.
“Apa-apaan kamu, Yun! berapa usia kamu sekarang? kayak anak remaja tahu!” Mina menunduk menyembunyikan wajahnya yang memerah. Yungi tersenyum, ia sadar Mina malu sebab bukan hanya wajahnya yang merah melainkan juga kedua telinganya.
“Ga peduli berapa usia aku! Aku gemes liat kamu!” goda Yungi.
Mina mengerling. Ia menendang kaki Yungi dan Yungi tergelak. Dia senang. Dia kembali menemukan sisi Mina yang belum pernah ia lihat sebelumnya dan yang itu, ia juga menyukainya. Mereka melanjutkan sarapan sambil mengobrol banyak hal, khususnya rencana di Jepang dan setelah pulang dari Jepang.
“Mandi, Yun! Aku beresin ini dulu!” Mina beranjak dari duduknya sambil menunjuk mejanya yang dipenuhi dengan peralatan makan sisa sarapan.
“Aku bantu kamu!” sahut Yungi.
“Ga perlu. Kamu mandi aja dulu!” sahut Mina.
“Ga apa-apa. Gini aja, aku yang beresin, kamu mandi duluan! kan kamu harus dandanin Yuna,” sahut Yungi.
“Yakin nih?” Mina memicingkan matanya.
“100 persen. Sana!” sahut Yungi sambil mengibaskan tangannya meminta Mina pergi. Mina
“Oke deh. Makasih ya!” ujar Mina sambil mengembangkan senyuman.
“Sip!” Yungi tersenyum.
Mina berjalan menuju kamar dan Yungi tersenyum nakal sambil menatap punggungnya seolah ia tengah merencanakan sesuatu.
***
Mina menarik handuk dan melilitkan di tubuhnya dan saat ia membalikkan tubuhnya Yungi sudah berada di depannya sambil tersenyum menatapnya.
“Astaga!!” Mina melotot dan menutup mulutnya.
“Kamu bikin aku kager!” ujar Mina sambil memukul dada Yungi.
“Dari kapan kamu di sini?” tanya Mina dengan suara yang pelan.
“Dari sejak kamu masuk shower,” bisik Yungi.
“Ngintip bintitan tau!” keluh Mina.
“Ga akan, yang aku intip kan punya aku!” jawab Yungi berbisik.
Mina menganga.
Yungi tersenyum dan ia mendorong tubuh Mina pelan ke tembok dan menguncinya dengan kedua tangannya yang kekar.
“Yungi, mau apa sih?” bisik Mina. Ia menelan ludah lalu menatap wajah Yungi sudah dipenuhi berahi.
“bayar utang,” bisiknya sambil tersenyum nakal.
“utang apa?” Mina tidak paham.
“Tadi subuh, kamu ga sampe, kan?” bisik Yungi.
“Salah aku!”sambungnya.
“Jadi, mau bayar utang. Masa Cuma aku yang seneng!” bisik Yungi.
“Ah, hahaha, bahasamu aneh!” Mina menahan tawa.
“Ga perlu sekarang. Lain kali aja. Anak-anak nunggu!” bisik Mina sambil senyum.
“Ngga ah! Mau sekarang aja! Anak-anak emang nunggu. Nungguin punya adik lagi!” goda Yungi.
Mina mengerling.
“Jadi, boleh ga?” tanya Yungi lagi sambil senyum nakal. Dia memainkan alisnya.
“Aku mandi lagi dong!” bisik Mina.
“Kan air banyak,” suara Yungi berat.
Mina tahu Yungi sudah pada puncaknya. Ia tak mungkin bisa menghindarinya.
Jadi, dia hanya membuka handuknya dan membiarkannya jatuh ke lantai sambil tersenyum.
Cukup lama mereka berada di sana dan setelah hampir satu jam, akhirnya mereka keluar dari kamar dengan keadaan rapi, siap pergi ke pemakaman. Anak-anak sudah siap pergi dan Juna dan Zen membantu mendandani Yuna. Mereka berdua bahkan mengepang rambut Yuna.
“Oh, kalian kakak yang baik!” Mina tersenyum bahagia.
“Yuna senang ga kakak-kakaknya baik tuh!” Mina menggendong Yuna sambil merapikan rambutnya lalu mencium pipinya.
Mereka semua memasuki mobil dan mobil melaju keluar menjauhi rumah.
“Ibu,” suara imut Yuna memecah keheningan di dalam mobil.
Mereka masih dalam perjalanan menuju makam Awan, sebenarnya lebih tepatnya rumah kremasi, gedung tempat menyimpan abu jenazah.
“Iya, sayang,” jawab Mina sambil melihat ke belakang. Yungi tersenyum dan menatap Yuna dan kedua anak lelakinya dari kaca depan.
“Kak Juna dan Kak Zen bilang, Ibu dan Papa mau kasih hadiah Yuna dede bayi kembar. Mereka ga boong, kan?” tanya Yuna sambil menatap Mina polos.
“Eh?” Mina kaget. Ia menatap Juna dan Zen yang wajahnya ikutan kaget juga.
“Ah, itu, eh!” kedua anak lelaki saling menatap dan kemudian menatap Mina yang sudah menatap mereka meminta penjelasan.
“Mereka ga boong, sayang, Papa akan berusaha.” Yungi menyelamatkan kedua jagoannya.
“Hah?” Mina melirik ke arah Yungi yang tengah mengedipkan satu matanya kepadanya sambil tersenyum manis.
Mina menggelengkan kepalanya.
“Yuna mau adik laki-laki dan perempuan. Nanti mereka tidur dengan Yuna, ya, Bu.” Yuna berkata dengan bahagia.
“Oh, ga bisa. Mereka tidur dengan kami. Yuna masih kecil. Jadi, belum bisa membantu mereka. Tapi, kami bisa bant mereka.
“Ga boleh. Mereka bobo sama Yuna. Kak Zen dan Kak Juna selalu bareng bobonya. Yuna sendirian. Yuna ga punya teman. Mereka bobo sama Yuna. Kalau ngga, Yuna mau nangis keras biar kalian pusing!” Mata Yuna sudah berkaca-kaca.
“Nangis aja! Yuzu dan Zena bobo sama kami, Weee!” Juna mulai mengolok.
“Astaga! Siapa mereka? Juna! Jangan gitu sama Yuna, eh??? Kenapa?” Mina marah. Dia agak meninggikan suaranya.
Yungi malah tertawa.
“Kalian sudah punya nama untuk adik-adik kalian rupanya,” ujar Yungi sambil masih tertawa.
“Nama adik-adik?” Mina meraba pelipisnya.
Yuna memukul Juna. Juna membalasnya dan akhirnya mereka ribut. Zen mencoba memisahkan dan langsung Yuna meredakan tangisnya.
“Juna, jangan gini! Kamu gimana sih!” Zen berbicara dengan kesal. Ia menggendong Yuna ke pangkuannya dan memeluknya sambil mengelus punggungnya lembut.
Juna langsung diam sementara Yuna masih menangis.
Sebenarnya ketika Yuna dan Juna hampir bertengkar, Mina hampir akan melerai mereka, tapi Yungi menahan dengan satu tangannya. Ia tersenyum sambil menatap penuh makna seolah jangan lakukan dan berikan kesempatan dan kepercayaan kepada mereka untuk menyelesaikannya sendiri. Jadi, Mina diam meskipun sebenarnya ia tak setuju untuk melakukannya.
Setelah beberapa saat keheningan memenangkan suasana, akhirnya Juna angkat bicara.
“Kak Juna minta maaf ya Yun,” ujarnya.
Yuna yang masih nemplok di pelukan Zen tak merespons, tapi pandangannya ke arah Juna.
“Tuh Kak Juna minta maaf. Maafin dong!” sahut Zen.
Akhirnya Yuna menganggukkan kepala.
“Tapi, adik kembarnya bobo sama Yuna,” ujar Yuna lagi masih maksa.
“Bobo bersama kalian semua. Mereka juga akan punya kamar dan kalian harus bantu Ibu tungguin dan jaga mereka. Jadi, ga ada yang rebutan kamar,” sahut Mina langsung menyela dengan suara yang cukup tegas. Dia tidak sabar sejak tadi ingin intervensi, tapi menunggu waktu yang tepat.
“Iya, Bu.” Semuanya menjawab kompak.
“Bagus. Sekarang kalian saling minta maaf dan pelukan,” ujar Mina lagi.
Yungi mengembangkan senyum.
“Jadi, ga apa-apa nih punya anak kembar?” Yungi melihat ke arah Mina sejenak sambil tersenyum lalu pandangannya ia alihkan lagi ke jalan.
“Gimana Tuhan yang kasih aja, Yun. Anak kan titipan,” ujar Mina.
“Tapi masih mau kan punya anak?” tanya Yungi.
“Iya, mau.” Mina tersenyum, tapi matanya tidak menatap Yungi, tetapi anak-anak yang sekarang tengah bercanda bersama.
“Kita buat yang banyak, ya!” Yungi senyum tengil.
“Ih, apaan sih, Yun? Kamu pikir aku pabrik?” Mina mengerling.
Yungi tertawa renyah.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Greenindya
loh nikahnya beda agama? bukan pas mina nikah sm yungi pake penghulu 🤔🤔
2023-09-14
0