Bab 11 Bayar Utang

Bab 11 Bayar Utang 

“Pagi, Pah!” Zen dan Juna menyapa kompak kemudian berdiri dan sun tangan papanya saat Yungi berjalan mendekati mereka. Ia mengusak rambut kedua jagoannya sambil tersenyum lalu berjalan menuju Yuna yang juga sudah menyapanya dan mencium pipi gembilnya. 

“Di mana Ibu?” tanya Yungi sambil melihat-lihat ke arah dapur dan sosok yang dicarinya tidak ada. 

“Di atas, jemur baju,” jawab Juna dengan santai.

“Tapi kopi papa sudah aku siapkan, kok, Pah!” sambung Zen sambil menyimpan kopi di atas meja tepat di depan Yungi. Yungi bahkan tidak menyadari kapan anak itu menyelinap ke dapur dan menuangkan kopi untuknya.

“Iya, makasih,” sahut Yungi sambil menepuk punggung Zen pelan. 

“Kakek dan nenek belum bangun?” Yungi menatap kamar di ruang tamu lalu beralih pada Juna dan Zen. Ia berbicara lebih pelan. 

“Udah pulang tadi subuh habis ngomel-ngomel sama Ibu,” jawab Zen. Wajahnya terlihat agak kesal.

“Gara-gara baju?” Yungi langsung menebak.

“Iya, Pah!” jawab Juna dengan wajah pasrah.

Yungi menghela napas panjang. Kalau alasannya kesehatan kan tidak bisa dipaksakan. Tertutup juga tidak apa-apa, toh ada waktunya dia bisa menikmati  istrinya dalam keadaan yang lain yang tak perlu djelaskan lebih panjang seperti tadi subuh misalnya. Plus, dia bisa pastikan dalam keadaan itu, istrinya baik-baik saja dan Sssst.... sangat menggairahkan! Biarlah hanya dia yang menikmati pemandangan terbuka istrinya itu karena sekarang dia merasa bahwa ternyata itu lebih menyenangkan. 

“Papah cari Ibu dulu deh!” ujar Yungi setelah cukup lama duduk dan menikmati kopinya. Anak-anaknya hanya mengangguk sambil tersenyum.

Dia berdiri dan berjalan menuju ke lantai tiga yang memang hanya berupa area terbuka. Lantai itu biasanya digunakan untuk menjemur pakaian dan juga untuk bersantai, diperuntukkan untuk ruang serbaguna. 

Yungi berdri sejenak tepat di pintu keluar. Ia menyenderkan tubuhnya ke tembok dan menyilangkan tangannya di dada. Bibirnya menyunggingkan senyum dan matanya berbinar menikmati sebuah pemandangan yang menurutnya sangatlah indah. Padahal itu hanya punggung istrinya yang tengah mengibaskan pakaian siap jemur atau mengaitkan pakaian pada kawat-kawat jemuran. 

Rambut Mina yang ikal dan berwarna hitam alami terurai sampai setengah punggungnya. Yungi tahu Mina mengurai rambutnya sebab ia tengah menutupi jejak Yungi tadi subuh pada leher dan punggung atasnya. Mengurai rambut bukan kebiasaan Mina apalagi pada pagi. Biasanya ia akan mencepol rambutnya sampai ke atas dan membiarkan tahi lalat pada leher belakangnya bernafas bebas serta leher mulus dan jenjangnya menikmati udara bebas. 

Tubuhnya yang ramping dan indah itu berbalut gaun warna hijau mint dengan tangan tiga perempat dan riasan bunga krisan pada beberapa bagian bawahnya yang menutupi hampir semua betisnya membuatnya terlihat menawan bahkan hanya dari bagian belakangnya. 

Yungi tersenyum lagi. Ingatannya kembali pada kejadian tadi subuh setelah percakapan dari kolam renang itu. Mereka melakukannya untuk pertama kalinya sebagai suami istri dan sialnya membayangkannya saja lagi membuat darah Yungi memanas dan membuatnya bersemangat lagi. Padahal hanya satu babak dan cepat pula. 

Ia sendiri tak menyangka mengingat dia adalah sang Casanova yang telah teruji dapat menyenangkan semua wanita dengan kejantanan dan gaya bercintanya. Ia tak terkalahkan. Begitu banyak wanita yang menginginkannya lagi dan lagi dan itu artinya dia memiliki daya tarik tersendiri di bagian itu. Namun, dengan Mina, dia harus meminta maaf karena dia yang kalah dan dia menyadari bahwa pengalamannya dengan Mina yang super singkat itu adalah yang terbaik selama hidupnya. 

“Pagi!” suara Yungi lembut di belakang telinga Mina membuat Mina agak terhenyak. Terlebih kedua lengan Yungi yang kekar menelusup dari belakang memeluk dirinya dan bibir Yungi mengecup pucuk kepala Mina lembut. 

“Bikin kaget aja!” jawab Mina dan wajahnya merah karena malu. 

“Maaf!” bisik Yungi dan ia mencium pipi Mina gemas. 

“Yungi, masih pagi!” bisik Mina dan berusaha melepaskan pelukan Yungi. 

“Terus kenapa?” tanya Yungi santai. Ia mengistirahatkan kepalanya di bahu kanan Mina dan mempertahankan posisinya. 

“Anak-anak nanti liat!” bisik Mina sambil masih mencoba melepaskan dirinya dari Yungi.

“Terus kenapa?” dia masih ngotot dengan jawabannya. 

“Lepasin, Yun, ini jemuran masih banyak,” sahut Mina lagi. 

“Cium dulu, nanti aku lepas,” ujar yungi sambil mendekatkan pipinya.

Mina mengerling kesal, tapi ia menuruti keinginan Yungi. Ia mencium pipi Yungi dan tetiba Yungi mengklaim bibir mungil Mina dan selama beberapa waktu mereka berciuman. 

“Nah, ini baru sarapan! Tapi, aku belum kenyang!” Yungi tersenyum nakal, mengedipkan satu matanya sambil mengusak rambut Mina pelan dan ia mengambil jemuran yang masih tersisa di keranjang.

“Aku bantu biar cepet!” sahutnya sambil mengambil satu pakaian siap memasangkan di jemuran. 

“Ga usah, mandi sana.” Mina mengambil pakaian di tangan Yungi. 

“Yakin?” tanya Yungi.

“Iya, sana pergi!” Mina mendorong punggung Yungi dan Yungi tersenyum dan dengan cepat memberikan satu kecupan lagi di pipi Mina sebelum akhirnya ia pergi menuruni tangga sambil bersiul bahagia. 

Dia baru sampai di bawah tangga saat kedua anak lelakinya senyum-senyum menatap ke arahnya. 

“Sukses Pah misinya?” Juna menggodanya.

Yungi menggaruk kepalanya pelan. 

“Jangan kasih kendor, Pah!” sahut Zen sambil mengacungkan kedua jempolnya. 

“Kami jagain Yuna Pah! Semangat ya Pah!” ujar Juna sambil tos dengan Zen dan kedua anak berlari meninggalkan dia yang masih senyum-senyum sendiri. 

***

“Wah, apa ini?” Mina terkejut. Saat ia berjalan ke arah dapur, ia menatap menu sarapan pagi ditata dengan begitu elegan. 

Ia menatap semua menu itu sambil tersenyum. Ia melihat ke arah kamarnya sebentar. Pintunya tertutup rapat. Lalu pandangannya mengarah pada kamar anak-anak, tetapi itu juga tertutup rapat dan akhirnya ia berjalan mengarah ke dapur dan mendapatkan sebuah pemandangan yang cukup lucu di sana. Yungi dengan celemek dan wajah yang belepotan dengan gula tepung. 

“Ngapain kamu, Yun?” Mina menahan tawanya. 

“Aku mencoba menyiapkan sarapan untuk istriku, tapi gagal!” ujar Yungi sambil menunjuk pada meja tepat di depannya yang berantakan dengan adonan. Ia tertawa, lebih tepatnya menertawakan dirinya. 

“Belum mandi dong?” tanya Mina.

“Iya, nanggung, kan!” jawab Yungi sambil menunjuk pada bahan masakan.

“Itu yang di meja makan dah cukup. Kamu udah makan, belum?” tanya Mina.

“Belum. Baru minum kopi,” sahutnya. 

Mina tersenyum. Ia mendekati Yungi dan jaraknya semakin dekat. Ia berjinjit sebentar dan mengecup bibir Yungi dengan cepat sementara kedua tangannya memeluk Yungi sambil melepas ikatan celemek di punggungnya. Yungi agak terhenyak dibuatnya. Ia berdiri terpana dengan sikap Mina kepadanya.

“Yungi dan celemek ga cocok sama sekali!” bisik Mina dengan nada mengejek. Ia mengedipkan satu matanya. 

“Ayo sarapan bareng!” sahut Mina sambil menarik satu tangannya. 

Yungi tersenyum sambil mengikutinya. Mereka duduk berhadapan. 

“Di mana anak-anak?” tanya Mina.

“Di kamar. Mereka sudah sarapan dan mandi juga. Tinggal ganti baju, nungguin kita. Kan mau ketemu Awan hari ini,” sahut Yungi sambil tersenyum. 

Mina mengangguk tersenyum sambil menikmati sarapan. 

“Kok kayak anak kecil makannya, Yun. Yuna aja lebih baik daripada kamu,” sahut Mina sambil menatap Yungi dan tersenyum. Tangannya menjulur ke arah ujung bibir Yungi dan membersihkan saus stroberi yang sedikit menempel di sana, lalu ia memakannya. 

Yungi agak kaget. Ia menatap Mina dan menelan ludah. Saat itu Mina menunduk dan tengah mengambil sebagian wafelnya dengan garpu dan tetiba saat ia menengadah, cup! Sebuah ciuman mendarat di bibirnya. Dengan cepat Yungi kembali ke tempat duduknya sambil menyunggingkan sebuah senyuman kemenangan.

“Apa-apaan kamu, Yun! berapa usia kamu sekarang? kayak anak remaja tahu!” Mina menunduk menyembunyikan wajahnya yang memerah. Yungi tersenyum, ia sadar Mina malu sebab bukan hanya wajahnya yang merah melainkan juga kedua telinganya. 

“Ga peduli berapa usia aku! Aku gemes liat kamu!” goda Yungi. 

Mina mengerling. Ia menendang kaki Yungi dan Yungi tergelak. Dia senang. Dia kembali menemukan sisi Mina yang belum pernah ia lihat sebelumnya dan yang itu, ia juga menyukainya. Mereka melanjutkan sarapan sambil mengobrol banyak hal, khususnya rencana di Jepang dan setelah pulang dari Jepang. 

“Mandi, Yun! Aku beresin ini dulu!” Mina beranjak dari duduknya sambil menunjuk mejanya yang dipenuhi dengan peralatan makan sisa sarapan.

“Aku bantu kamu!” sahut Yungi.

“Ga perlu. Kamu mandi aja dulu!” sahut Mina.

“Ga apa-apa. Gini aja, aku yang beresin, kamu mandi duluan! kan kamu harus dandanin Yuna,” sahut Yungi.

“Yakin nih?” Mina memicingkan matanya.

“100 persen. Sana!” sahut Yungi sambil mengibaskan tangannya meminta Mina pergi. Mina 

“Oke deh. Makasih ya!” ujar Mina sambil mengembangkan senyuman.

“Sip!” Yungi tersenyum. 

Mina berjalan menuju kamar dan Yungi tersenyum nakal sambil menatap punggungnya seolah ia tengah merencanakan sesuatu.

***

Mina menarik handuk dan melilitkan di tubuhnya dan saat ia membalikkan tubuhnya Yungi sudah berada di depannya sambil tersenyum menatapnya. 

“Astaga!!” Mina melotot dan menutup mulutnya. 

“Kamu bikin aku kager!” ujar Mina sambil memukul dada Yungi. 

“Dari kapan kamu di sini?” tanya Mina dengan suara yang pelan.

“Dari sejak kamu masuk shower,” bisik Yungi.

“Ngintip bintitan tau!” keluh Mina.

“Ga akan, yang aku intip kan punya aku!” jawab Yungi berbisik. 

Mina menganga. 

Yungi tersenyum dan ia mendorong tubuh Mina pelan ke tembok dan menguncinya dengan kedua tangannya yang kekar. 

“Yungi, mau apa sih?” bisik Mina. Ia menelan ludah lalu menatap wajah Yungi sudah dipenuhi berahi. 

“bayar utang,” bisiknya sambil tersenyum nakal. 

“utang apa?” Mina tidak paham. 

“Tadi subuh, kamu ga sampe, kan?” bisik Yungi.

“Salah aku!”sambungnya.

“Jadi, mau bayar utang. Masa Cuma aku yang seneng!” bisik Yungi. 

“Ah, hahaha, bahasamu aneh!” Mina menahan tawa. 

“Ga perlu sekarang. Lain kali aja. Anak-anak nunggu!” bisik Mina sambil senyum. 

“Ngga ah! Mau sekarang aja! Anak-anak emang nunggu. Nungguin punya adik lagi!” goda Yungi. 

Mina mengerling. 

“Jadi, boleh ga?” tanya Yungi lagi sambil senyum nakal. Dia memainkan alisnya. 

“Aku mandi lagi dong!” bisik Mina. 

“Kan air banyak,” suara Yungi berat. 

Mina tahu Yungi sudah pada puncaknya. Ia tak mungkin bisa menghindarinya. 

Jadi, dia hanya membuka handuknya dan membiarkannya jatuh ke lantai sambil tersenyum. 

Cukup lama mereka berada di sana dan setelah hampir satu jam, akhirnya mereka keluar dari kamar dengan keadaan rapi, siap pergi ke pemakaman. Anak-anak sudah siap pergi dan Juna dan Zen membantu mendandani Yuna. Mereka berdua bahkan mengepang rambut Yuna. 

“Oh, kalian kakak yang baik!” Mina tersenyum bahagia. 

“Yuna senang ga kakak-kakaknya baik tuh!” Mina menggendong Yuna sambil merapikan rambutnya lalu mencium pipinya. 

Mereka semua memasuki mobil dan mobil melaju keluar menjauhi rumah. 

“Ibu,” suara imut Yuna memecah keheningan di dalam mobil. 

Mereka masih dalam perjalanan menuju makam Awan, sebenarnya lebih tepatnya rumah kremasi, gedung tempat menyimpan abu jenazah. 

“Iya, sayang,” jawab Mina sambil melihat ke belakang. Yungi tersenyum dan menatap Yuna dan kedua anak lelakinya dari kaca depan. 

“Kak Juna dan Kak Zen bilang, Ibu dan Papa mau kasih hadiah Yuna dede bayi kembar. Mereka ga boong, kan?” tanya Yuna sambil menatap Mina polos.

“Eh?” Mina kaget. Ia menatap Juna dan Zen yang wajahnya ikutan kaget juga. 

“Ah, itu, eh!” kedua anak lelaki saling menatap dan kemudian menatap Mina yang sudah menatap mereka meminta penjelasan.

“Mereka ga boong, sayang, Papa akan berusaha.” Yungi menyelamatkan kedua jagoannya. 

“Hah?” Mina melirik ke arah Yungi yang tengah mengedipkan satu matanya kepadanya sambil tersenyum manis. 

Mina menggelengkan kepalanya.

“Yuna mau adik laki-laki dan perempuan. Nanti mereka tidur dengan Yuna, ya, Bu.” Yuna berkata dengan bahagia. 

“Oh, ga bisa. Mereka tidur dengan kami. Yuna masih kecil. Jadi, belum bisa membantu mereka. Tapi, kami bisa bant mereka. 

“Ga boleh. Mereka bobo sama Yuna. Kak Zen dan Kak Juna selalu bareng bobonya. Yuna sendirian. Yuna ga punya teman. Mereka bobo sama Yuna. Kalau ngga, Yuna mau nangis keras biar kalian pusing!” Mata Yuna sudah berkaca-kaca. 

“Nangis aja! Yuzu dan Zena bobo sama kami, Weee!” Juna mulai mengolok. 

“Astaga! Siapa mereka? Juna! Jangan gitu sama Yuna, eh??? Kenapa?” Mina marah. Dia agak meninggikan suaranya.

Yungi malah tertawa.

“Kalian sudah punya nama untuk adik-adik kalian rupanya,” ujar Yungi sambil masih tertawa. 

“Nama adik-adik?” Mina meraba pelipisnya. 

Yuna memukul Juna. Juna membalasnya dan akhirnya mereka ribut. Zen mencoba memisahkan dan langsung Yuna meredakan tangisnya. 

“Juna, jangan gini! Kamu gimana sih!” Zen berbicara dengan kesal. Ia menggendong Yuna ke pangkuannya dan memeluknya sambil mengelus punggungnya lembut. 

Juna langsung diam sementara Yuna masih menangis. 

Sebenarnya ketika Yuna dan Juna hampir bertengkar, Mina hampir akan melerai mereka, tapi Yungi menahan dengan satu tangannya. Ia tersenyum sambil menatap penuh makna seolah jangan lakukan dan berikan kesempatan dan kepercayaan kepada mereka untuk menyelesaikannya sendiri. Jadi, Mina diam meskipun sebenarnya ia tak setuju untuk melakukannya.

Setelah beberapa saat keheningan memenangkan suasana, akhirnya Juna angkat bicara. 

“Kak Juna minta maaf ya Yun,” ujarnya. 

Yuna yang masih nemplok di pelukan Zen tak merespons, tapi pandangannya ke arah Juna.

“Tuh Kak Juna minta maaf. Maafin dong!” sahut Zen.

Akhirnya Yuna menganggukkan kepala. 

“Tapi, adik kembarnya bobo sama Yuna,” ujar Yuna lagi masih maksa.

“Bobo bersama kalian semua. Mereka juga akan punya kamar dan kalian harus bantu Ibu tungguin dan jaga mereka. Jadi, ga ada yang rebutan kamar,” sahut Mina langsung menyela dengan suara yang cukup tegas. Dia tidak sabar sejak tadi ingin intervensi, tapi menunggu waktu yang tepat.

“Iya, Bu.” Semuanya menjawab kompak. 

“Bagus. Sekarang kalian saling minta maaf dan pelukan,” ujar Mina lagi. 

Yungi mengembangkan senyum. 

“Jadi, ga apa-apa nih punya anak kembar?” Yungi melihat ke arah Mina sejenak sambil tersenyum lalu pandangannya ia alihkan lagi ke jalan. 

“Gimana Tuhan yang kasih aja, Yun. Anak kan titipan,” ujar Mina. 

“Tapi masih mau kan punya anak?” tanya Yungi.

“Iya, mau.” Mina tersenyum, tapi matanya tidak menatap Yungi, tetapi anak-anak yang sekarang tengah bercanda bersama.

“Kita buat yang banyak, ya!” Yungi senyum tengil.

“Ih, apaan sih, Yun? Kamu pikir aku pabrik?” Mina mengerling.

Yungi tertawa renyah. 

Bersambung 

 

Terpopuler

Comments

Greenindya

Greenindya

loh nikahnya beda agama? bukan pas mina nikah sm yungi pake penghulu 🤔🤔

2023-09-14

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Circle 7
2 Bab 2 Permintaan Tolong
3 Bab 3 Keluarga
4 Bab 4 Ibu dan Papa
5 Bab 5 Cemburu bukan sih?
6 Bab 6. Dare aja lah
7 Bab 7 Pas
8 Bab 8 Ga Nafsu ah
9 Bab 9 Sidak
10 Bab 10 Jadi, itu Aku
11 Bab 11 Bayar Utang
12 Bab 12 Terima Kasih
13 Bab 13 Amit-amit
14 Bab 14 Ciuman Pertama
15 Bab 15 Saat Bahagia
16 Bab 16 Love dan Hope
17 Bab 17 That was good
18 Bab 18 Bahagiamu Deritaku
19 Bab 19 IYA, AKU CINTA DIA
20 Bab 20 Pelukan Pertama
21 Bab 21 Tujuh Orang
22 Bab 22 Mimpi tapi Basah
23 Bab 23 PERTAMA
24 Bab 24 No Way
25 Bab 25 Ngidam bareng
26 Bab 26 Permintaan Yang Aneh
27 Bab 27 Menatap Langit yang Sama
28 Bab 28 Sisi lain Mina
29 Bab 29 Tetangga Baru
30 Bab 30 Jay dan Mina
31 Bab 31 In Between
32 Bab 32 Hari Yuna
33 Bab 33 Giliran Dua Jagoan
34 Bab 34 Satu
35 Bab 35 Hadiah
36 Bab 36 Dokter kepo
37 Bab 37 Mi Ayam Gerobak Hijau
38 Bab 38 Curhat
39 Bab 39 Perihal Nama
40 Bab 40 Selamat Datang Baby Jun, Jay, dan Justin
41 Bab 41 Perkara Tahi Lalat
42 Bab 42 Masih menyoal Tahi Lalat
43 Bab 43 Terima kasih Ibu
44 Bab 44 Teman sekaligus saingan
45 Bab 45 Jika aku ga ada, kamu ada
46 Bab 46 Bersyukur
47 Bab 47 Beli satu dapat dua
48 Bab 48 Di Toko
49 Bab 49 Masih di Toko
50 Bab 50 Cinta Pertama
51 Bab 51 Saingan
52 Bab 52 Mina Hilang
53 Bab 53 Berat
54 Bab 54 Celah
55 Bab 55 Semuanya akan baik-baik saja
56 Bab 56 Kesalahan Besar
57 Bab 57 Kembali seperti dulu
58 Bab 58 Cerai
59 Bab 59 Tim Kompak
60 Bab 60 Rencana
61 Bab 61 Versus
62 Bab 62 Main peran
63 Bab 63 Diam tidak berarti lemah
64 Bab 64 Yang Sebenarnya
65 Bab 65 Aku sangat merindukanmu
66 Bab 66 Siapa Namanya?
67 Bab 67 Begitu Rupanya
68 Bab 68 Mina Ibuku
69 Bab 69 Kau bukan siapa-siapa
70 Bab 70 Jay dan Yungi
71 Bab 71 Mina Bangun
72 Bab 72 Zen dan Ibu
73 Bab 73 Mimpi Indah Yungi
74 Bab 74 Kebahagiaan itu Fatamorgana
75 Bab 75 Jangan Tinggalkan Aku
76 Bab 76 Karlee anak kita
77 Bab 77 Tetap Bersama
78 Bab 78 Serendah itukah nilaiku di matamu?
79 Bab 79 Halo, kita bertemu lagi
80 Bab 80 Tidak Perlu Repot untuk Lari
81 Bab 81 Iya, aku cemburu
82 Bab 82 Sepuluh itu banyak!!!
83 Bab 83 Ini pertarunganku
84 Bab 84 Ketahuan
85 Bab 85 Buta dan Tuli saja
86 Bab 86 Anak tetaplah anak
87 Bab 87 Sekali
88 Bab 88 Dari Mahendra menjadi Kanirogo
89 Bab 89 Sistem Pendukung yang Hebat
90 Bab 90 Oke Deh Pah
91 Bab 91 Menyoal gaun 1
92 Bab 92 Menyoal gaun bagian 2
93 Bab 93 Menyoal gaun bagian 3
94 Bab 94 Masih menyoal gaun
95 Bab 95 Legendaris
96 Bab 96 Permintaan
97 Bab 97 Brian
98 Bab 98 Karena kita saling mencintai
99 Bab 99 Menjadi bagian dari kami
100 Bab100 Menua Bersama
Episodes

Updated 100 Episodes

1
Bab 1 Circle 7
2
Bab 2 Permintaan Tolong
3
Bab 3 Keluarga
4
Bab 4 Ibu dan Papa
5
Bab 5 Cemburu bukan sih?
6
Bab 6. Dare aja lah
7
Bab 7 Pas
8
Bab 8 Ga Nafsu ah
9
Bab 9 Sidak
10
Bab 10 Jadi, itu Aku
11
Bab 11 Bayar Utang
12
Bab 12 Terima Kasih
13
Bab 13 Amit-amit
14
Bab 14 Ciuman Pertama
15
Bab 15 Saat Bahagia
16
Bab 16 Love dan Hope
17
Bab 17 That was good
18
Bab 18 Bahagiamu Deritaku
19
Bab 19 IYA, AKU CINTA DIA
20
Bab 20 Pelukan Pertama
21
Bab 21 Tujuh Orang
22
Bab 22 Mimpi tapi Basah
23
Bab 23 PERTAMA
24
Bab 24 No Way
25
Bab 25 Ngidam bareng
26
Bab 26 Permintaan Yang Aneh
27
Bab 27 Menatap Langit yang Sama
28
Bab 28 Sisi lain Mina
29
Bab 29 Tetangga Baru
30
Bab 30 Jay dan Mina
31
Bab 31 In Between
32
Bab 32 Hari Yuna
33
Bab 33 Giliran Dua Jagoan
34
Bab 34 Satu
35
Bab 35 Hadiah
36
Bab 36 Dokter kepo
37
Bab 37 Mi Ayam Gerobak Hijau
38
Bab 38 Curhat
39
Bab 39 Perihal Nama
40
Bab 40 Selamat Datang Baby Jun, Jay, dan Justin
41
Bab 41 Perkara Tahi Lalat
42
Bab 42 Masih menyoal Tahi Lalat
43
Bab 43 Terima kasih Ibu
44
Bab 44 Teman sekaligus saingan
45
Bab 45 Jika aku ga ada, kamu ada
46
Bab 46 Bersyukur
47
Bab 47 Beli satu dapat dua
48
Bab 48 Di Toko
49
Bab 49 Masih di Toko
50
Bab 50 Cinta Pertama
51
Bab 51 Saingan
52
Bab 52 Mina Hilang
53
Bab 53 Berat
54
Bab 54 Celah
55
Bab 55 Semuanya akan baik-baik saja
56
Bab 56 Kesalahan Besar
57
Bab 57 Kembali seperti dulu
58
Bab 58 Cerai
59
Bab 59 Tim Kompak
60
Bab 60 Rencana
61
Bab 61 Versus
62
Bab 62 Main peran
63
Bab 63 Diam tidak berarti lemah
64
Bab 64 Yang Sebenarnya
65
Bab 65 Aku sangat merindukanmu
66
Bab 66 Siapa Namanya?
67
Bab 67 Begitu Rupanya
68
Bab 68 Mina Ibuku
69
Bab 69 Kau bukan siapa-siapa
70
Bab 70 Jay dan Yungi
71
Bab 71 Mina Bangun
72
Bab 72 Zen dan Ibu
73
Bab 73 Mimpi Indah Yungi
74
Bab 74 Kebahagiaan itu Fatamorgana
75
Bab 75 Jangan Tinggalkan Aku
76
Bab 76 Karlee anak kita
77
Bab 77 Tetap Bersama
78
Bab 78 Serendah itukah nilaiku di matamu?
79
Bab 79 Halo, kita bertemu lagi
80
Bab 80 Tidak Perlu Repot untuk Lari
81
Bab 81 Iya, aku cemburu
82
Bab 82 Sepuluh itu banyak!!!
83
Bab 83 Ini pertarunganku
84
Bab 84 Ketahuan
85
Bab 85 Buta dan Tuli saja
86
Bab 86 Anak tetaplah anak
87
Bab 87 Sekali
88
Bab 88 Dari Mahendra menjadi Kanirogo
89
Bab 89 Sistem Pendukung yang Hebat
90
Bab 90 Oke Deh Pah
91
Bab 91 Menyoal gaun 1
92
Bab 92 Menyoal gaun bagian 2
93
Bab 93 Menyoal gaun bagian 3
94
Bab 94 Masih menyoal gaun
95
Bab 95 Legendaris
96
Bab 96 Permintaan
97
Bab 97 Brian
98
Bab 98 Karena kita saling mencintai
99
Bab 99 Menjadi bagian dari kami
100
Bab100 Menua Bersama

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!