Yungi membuka matanya. Pagi sudah datang. Ia bangkit dari tidurnya dan menoleh ke arah ranjang. Mina sudah tidak ada di sana. Namun, ia mendengar suara ribut dari kamar sebelah dan langsung mengambil kesimpulan bahwa Mina ada di sana. Ia keluar dari kamar tidurnya dan baru saja akan menuju kamar sebelah saat Zen menyapanya.
“Pagi Pah!” ujar Zen sambil mendekati dia dan mencium tangan kanannya.
“Hah! oh..eh, iya selamat pagi!” jawab Yungi. Ia agak tertegun sekaligus kikuk mendengar cara Zen menyapanya.
Papa.
Wow! Sekarang dia harus ingat bahwa ia adalah ayah Zen juga.
“Sarapannya di sana!” sahut Zen sambil menuntun tangan Yungi.
“Ah, iya, oke!” sahut Yungi sambil masih agak canggung. Ia mengikuti Zen dan membiarkan tangannya ditarik olehnya. Mereka berjalan ke arah ruang makan dan di sana Juna sudah duduk siap menikmati sarapan. Keduanya sudah mandi dan siap akan pergi.
“Pagi, Pah!” sahut Juna sambil bangkit dari duduknya lalu menghampiri Yungi dan mencium tangan kanannya. Ada rasa bangga di dalam hati Yungi dan kini ia pikir ia harus benar-benar berterima kasih kepada Mina. Bagaimana pun Mina-lah yang telah mendidik kedua anaknya menjadi anak-anak yang sopan.
“Kalian mau pergi ke mana? Kenapa sangat siap? Bukankah sekolah libur?” Yungi duduk di antara mereka.
“Sekolah libur, tapi ekstrakurikuler ga, Yun!” Suara Mina terdengar dari arah pintu kamar dan saat Yungi menoleh ke arah mereka, dia menjadi terkesima. Mina dengan celemek dan rambut cepolnya menekankan lehernya yang jenjang dan putih menawan membuat mulutnya agak menganga. Di depannya si mungil Yuna berjalan dengan kostum balet dan tatanan rambut khas, siap untuk latihan.
“Oh!” jawabannya menjadi sangat singkat karena hatinya agak kewalahan dengan semuanya yang serba baru itu.
Mereka kemudian duduk di meja makan, kecuali Mina berdiri di belakang mereka tengah menuangkan kopi untuk Yungi dan Yungi menerimanya sambil mengucapkan terima kasih.
Dia menyisipnya sedikit demi sedikit hanya untuk menemukan bahwa rasa kopi yang ia minum begitu pas. Bagaimana Mina bisa tahu takarannya, padahal Erika selalu gagal ketika membuatkannya kopi dan jangan sebut Soraya karena ia tak pernah sekali pun mencobanya.
Mina menyimpan wafel dengan toping es krim stroberi di atasnya tepat di depan Zen dan Juna.
“Terima kasih, Bu!” ujar Zen dan disusul Juna mengatakan hal yang sama.
Yungi tertegun saat Juna mengatakan ibu kepada Mina, tetapi Mina dengan santai menjawab sama-sama, seolah ia tidak menyadarinya.
Mina beralih pada Yungi dan menyimpan wafel dengan taburan sirup maple dan yogurt buah beri.
“Makasih,” sahut Yungi sambil memperhatikan sarapan paginya. Sekali lagi ia harus kagum dengan yang disodorkan oleh Mina karena wafel yang diberikan adalah wafel dengan rasa kesukaannya.
Terakhir adalah Yuna. Mina menyodorkan sepiring wafel dengan taburan sirup maple dan kayu manis di atasnya membuat Yungi menyeringai.
“Yuna makan itu?” Yungi menatap Mina yang tengah melepas celemeknya dan duduk di sebelah Yuna. Tangan Yungi menunjuk pada makanan Yuna. Yungi anti kayu manis makanya ia merasa aneh kenapa anaknya menyukai itu.
“Hmm. Ini sarapan kesukaan Erika,” sahut Mina mengangguk sambil tersenyum, melirik ke arah yungi sebentar dan ia memasang serbet pada leher Yuna.
Deg. Yungi tersentak. Ia tak menyangka Mina dengan santainya membawa nama Erika ke dalam percakapan di pagi hari. Wanita yang ia benci karena meninggalkannya saat ia benar-benar tengah berjuang untuk keluarganya. Itu pikirannya.
“Oh”, Itu yang keluar dari mulutnya karena ia tengah menata perasaannya yang tak nyaman gegara nama Erika muncul ke permukaan.
“Terima kasih, Bu” ujar Yuna sambil menatap Mina.
“Eh?” Kali ini Mina kaget. Ia diam sejenak dan Yungi memperhatikannya sambil senyum.
“Ibu?” sahutnya pelan.
“Boleh aku panggil Tante, Ibu seperti Kak Zen?” tanya Yuna sambil menatap Mina dengan penuh harap.
Mina diam sejenak. Ia melihat ke arah Yungi seolah meminta persetujuannya. Yungi memberikan sebuah senyuman. Mina kemudian melirik ke arah Juna yang wajahnya terlihat ceria dan ia juga tidak segan langsung memanggilnya Ibu.
Mina menunduk menyembunyikan matanya yang berkaca-kaca.
“Iya boleh, sayang. Tentu saja!” sahut Mina sambil mencium pucuk kepala Yuna. Ia menatap Zen yang tengah tersenyum.
“Ayah makan!” sahut Zen sambil menatap foto Awan yang tergantung di dinding.
“Iya, ayah, kami makan!” ujar Juna sambil ikut menatap foto Awan dan Yuna juga melakukan hal yang sama. Yungi kaget saat Juna dan Yuna mengikuti Zen dan bilang ayah juga pada foto Awan.
Yungi yang benar-benar baru dalam semuanya hanya bisa menganggukkan kepala pada foto Awan dan mengalihkan pandangannya pada Mina yang tengah tersenyum pada foto itu.
“Kami makan. Doakan kami hari ini ya!” Mina menyunggingkan sebuah senyuman dan tatapannya begitu hangat pada foto itu.
“Kami mencintaimu,” sambungnya.
Yungi menelan ludah mendengar kata itu. Seingatnya, ia jarang mengatakan kata itu kepada Erika atau pun Soraya dan selalu kedua perempuan itu yang mengatakannya dengan lantang kepadanya. Dan jawabannya hanya anggukan atau senyuman. Bahkan dalam hubungannya dengan para perempuan selama ia hidup, ia hampir tak pernah mengatakan kata-kata semacam itu kepada pasangannya. Selalu ia yang dikejar dan ia mengambil keuntungan dari itu. Sang Cassanova ini tak perlu mengeluarkan berbagai jurus cinta untuk menaklukan para wanita. Dia punya wajah yang tampan, penampilan dan gaya yang menarik, dan uang yang banyak. Apalagi yang diharapkan dari seorang wanita. Jika mereka hanya ingin berhubungan secara sementara, Yungi bisa menjadi pilihan yang tepat, tapi jika ingin membina rumah tangga, Yungi bukanlah orangnya.
“Ayo makan!” sahut Mina. Semuanya sarapan.
“Kami pergi Pah, Bu!” Kedua anak lelaki menyalami Yungi dan Mina bergantian di depan pintu keluar. Mobil jemputan eskul sekolah sudah siap di depan. Beberapa anak berada di dalamnya menyambut keduanya.
“Juna dan Zen ikut eskul apa?” Yungi menyusul Mina memasuki rumah.
“Bisbol dan basket. Hari ini bisbol. Lusa basket. Latihannya tiga kali seminggu untuk bisbol dan basket dua kali seminggu.” Mina menjelaskan. Mereka sudah duduk di ruang makan.
“Yuna, kamu yang antar?” Yungi bertanya.
“Nggak, Sesil, jemput dia,” jawab Mina.
“Oh,” sahut Yungi.
Sesil adiknya Mina dan dia mempunyai klinik kecantikan. Gedungnya empat lantai. Lantai tiga dan empat tempat praktik klinik itu, lantai satu tempat olah raga para orang tua dan ini gratis, sementara lantai dua adalah sanggar balet dan Yoga terbang. Ini gratis juga dan guru mereka dibayar oleh klinik. Yang harus pendaftar lakukan hanyalah membayar keanggotaan setiap satu tahun sekali.
Tak lama kemudian suara klakson mobil terdengar dari arah depan. Itu mobil Sesil dan sekali lagi Mina dan Yungi ke depan mengantar Yuna dan tak lupa mengucapkan terima kasih.
“Kamu kayak gini tiap hari?” tanya Yungi.
Mereka duduk berhadapan di ruang makan. Yungi menyisip kopinya yang masih tersisa, sementara Mina sarapan pagi dengan menu yang sama dengan Yungi.
“Hmm.” Mina mengangguk.
“Kamu pasti cape?” sahut Yungi. Ada nada menyesal di dalamnya.
“Nggak. Aku suka kok!” sahut Mina sambil tersenyum.
“Aku... hmm mau ngomong sama kamu. Sekarang waktunya tepat nggak?” Yungi menatap Mina.
Mendengar nada Yungi yang serius, Mina mengangguk sambil menatap Yungi heran.
Suasana hening sejenak. Mereka saling menatap.
“Terima kasih untuk semuanya!” Nada Yungi serius.
“Eh? Kok tiba-tiba?” Mina tersenyum sambil mengernyitkan alisnya.
“Aku sangat beruntung punya teman sepertimu,” sahut Yungi.
“ Aku serius. Aku bersyukur punya teman sepertimu,” sambungnya.
“Terima kasih. Kamu membesarkan anak-anakku dan kamu mendidiknya dengan sangat baik. Aku berutang banyak sama kamu.” Yungi tersenyum.
“Jadi, jika ada yang bisa kulakukan buat kamu, bilang aja ya!” Yungi terlihat agak kikuk.
“Tuhan sudah mengatur semuanya, Yun. Aku juga ga nyangka kamu jadi tetangga aku. Bahkan sekarang jadi suami aku juga, hahahaha. Ini aneh! Tapi dinikmati aja lah. Ga usah jadi masalah.” Mina berbicara dengan santai.
“Ah, ya menyoal itu,” sahut Yungi.
“Apa?” tanya Mina.
“Iya, pernikahan kita,” jawab Yungi.
“Hmm, ada apa?” tanya Mina.
“Apa rencananya?” tanya Yungi.
“Rencana apa?” tanya Mina.
“Iya, maksudku apa yang kamu inginkan dari pernikahan kita. Ini bukan kontrak atau setingan, kan? Ini kenyataan bahwa kita ada dalam sebuah ikatan. Kamu sama aku. Jadi, kamu mau kita seperti apa?” tanya Yungi.
Mina diam sejenak. Ia menatap Yungi sambil tersenyum.
“Pertanyaan itu buat kamu, Yun ... bukan buat aku,” sahut Mina.
“Kamu gagal dua kali. Apa kamu mau membuat ini menjadi yang ketiga kalinya?” Mina menatap Yungi.
Yungi diam. Jelas ia sedang berpikir.
“Yang kumau dari kamu saat ini adalah kamu dekat dengan anak-anak. Aku pikir itu yang paling penting sih sekarang. Kamu sekarang tinggal di sini kan, ga kerja jauh lagi. Jadi, aku pikir ini kesempatan yang Tuhan kasih buat kamu supaya kamu kenal baik dengan anak-anak kamu. Anak-anak juga perlu kamu, Yun. Aku ga bermaksud kritik hubungan kamu sama Erika dan maafin aku sebelumya karena ngungkit ini, uhm, ... tapi menurut aku sih pernikahan kamu sama Erika gagal karena kamu ada salahnya juga.” Mina diam sejenak saat Yungi terlihat terkejut.
“Kamu ga tahu ya! Dia depresi pas kamu tinggalin dia. Aku sering nemenin dia konsul ke ahli kejiwaan loh! Bahkan ke ahli pernikahan juga! Itu karena saking dia cinta sama kamu loh! Kamu juga jarang telfon dan komunikasi sama dia, ya kan? Coba dipikirkan lagi! Erika itu baik. Yun, Dia bertahan sangat lama buat kamu. Kalau aku jadi dia, enam bulan pernikahan, aku udah minta cerai,” sahut Mina. Dia menyisip kopinya.
Ekspresi di wajah Yungi berubah menjadi agak marah, tetapi dia masih diam.
“Pernikahan itu tentang dua orang, kan? Sekarang aku sama kamu. Kamu cinta aku, Yun?” tanya Mina.
“Hah!” Yungi kaget dengan pertanyaan Mina. Ia menatap Mina yang juga tengah menatapnya sambil tersenyum.
“Kamu cinta sama aku, ga?” tanya Mina lagi sambil masih tersenyum.
“Eh, itu, hmmm, gimana ya?” Yungi menggaruk bagian belakang kepalanya. Ia juga tidak tahu. Ia nyaman bersama Mina tapi itu karena mereka sudah saling kenal lama. Ia pasti sayang Mina karena mereka teman. Tapi kalau cinta, itu bagaimana ya?
“Lebih mudah ngerancang bangunan daripada bilang cinta, ya Yun!” goda Mina sambil tersenyum.
“Kamu cinta sama aku?” Yungi membalikkan pertanyaan.
“Ga, aku ga cinta sama kamu, tapi aku sayang sama kamu. Aku peduli sama kamu karena kamu temen aku. Perasaan ini sama kayak aku ke anggota geng lainnya, Jadi, kalau kamu perlu aku, kamu bisa andelin aku.” Mina menjelaskan dengan lancar.
“Iya, perasaanku ke kamu kalau gitu kurang lebih sama,” sahut Yungi. Ia menyisip lagi kopinya yang Mina baru saja tambahkan ke cangkirnya.
“Kamu mau ML sama aku?” tanya Mina lagi.
Ohek... ohek!!! Yungi langsung terbatuk saat Mina berbicara seperti itu.
Mina tersenyum. Ia langsung menyodorinya tisu sambil beranjak dari duduknya dengan cepat mengelus punggungnya.
“Kenapa kamu bilang kayak gitu?” Yungi bertanya setelah ia agak tenang.
“Karena itu ga akan bisa dihindari, kan?” Mina menatapnya.
“Itu normal dan wajar untuk pasangan suami istri. Tapi aku ga akan ngelakuin itu selama ga ada perasaan di antara kita. Dan kalau kamu ga mau, kamu boleh menceraikan aku, atau setidaknya sampai kamu menemukan seseorang yang beneran kamu cinta, kamu boleh ninggalin aku,” jelas Mina.
“Hah? Artinya selama kita bersama, kita ga akan pernah tidur bareng gitu?” Yungi menegaskan.
“Iya, kalau kamu ga bisa cinta sama aku, iya, kita ga akan bisa tidur bareng,” sahut Mina.
“Wah, pikiran kamu ngaco ini! tanya sama siapa aja, ustadz, pendeta, biksu, siapa aja lah, pokoknya... oh atau mama kamu deh... kalau udah nikah itu wajib ngelayanin suami tahu ga, terlepas dari cinta atau ga!” Yungi berargumen.
“Gila aja, masa iya aku ga bakalan dikasih jatah seumur hidup,” keluh Yungi, tapi suaranya memelan.
Mina tersenyum. Ia paham benar Yungi. Si Playboy cap kadal yang satu itu pasti ga akan bisa hidup satu hari saja tanpa wanita.
Namun, ia juga cukup terkejut saat Yungi mengatakan seumur hidup. Setidaknya, ia tampak serius menjalani rumah tangga dengannya.
“Min, yang bener aja! Serius???? Kita ga bakalan tidur bareng ini?” Nada suara Yungi terdengar memohon.
“Bodo amat!” ujar Mina sambil beranjak dari duduknya lalu mengangkat telfon.
“Hai, Jay!” terdengar suara Mina yang menjauhi meja makan mengangkat telfon dari Jay dan itu membuat Yungi mengeryitkan alisnya.
“Jay?” sahutnya pelan.
Yungi mengamati Mina yang tengah berbicara dengan Jay melalui telfon dari kejauhan. Semakin lama ia mengamati kenapa hatinya semakin merasa gerah ya! Lihatlah!! Mina terlalu sering tersenyum dan ia bahkan memainkan ujung rambutnya dan sesekali ia mendengar suaranya yang agak manja. Sikapnya lebih mirip dengan anak SMP yang sedang berbicara dengan kecengannya.
“Siapa?” tanya Yungi saat Mina kembali ke kursinya.
“Jay.” Jawaban Mina pendek.
“Jay geng kita?” Yungi memastikan.
“Hmm.” Mina mengangguk karena ia tengah menyisip kopinya.
Perasaan Yungi semakin aneh.
“Dia sering PC kamu?” tanya Yungi lagi.
“Hmm, ...lumayan sering,” sahut Mina datar. Reaksi Yungi yang terlihat agak kecewa tidak memberi kesan apa-apa terhadapnya.
“Justin dan yang lain sering PC kamu juga?” tanya Yungi.
“Nggak. Cuma Jay aja!” jawab Mina lagi santai.
“Terus kamu ga curiga sama dia gitu? Kan pasti ada alasan kenapa dia sering PC kamu?” sahut Yungi lagi.
“Ga, biasa aja! Kan dia satu geng. Kamu jarang nanya sama aku, aku ga apa-apa. Lagian kamu ga nyadar ya, di geng aku sama dia deket kok! Pas kamu sama cewek siapa aja lah, Vee sama Justin, Jini sama Jun, yang tersisa cuma kami berdua kan, jadinya sering nongkrong juga!” Mina menjelaskan logisnya.
“Ah masa sih! sesederhana itu?” Yungi mengernyitkan alisnya.
“Iya sesederhana kamu bawa cewek ke kamar hotel dan besoknya kamu digebukin sama pacar itu cewek dan kami bantuin kamu bawa ke rumah sakit. Aku yang nemenin kamu terapi loh! Kamu ga inget ya?” Mina mengangkat kedua alisnya.
“Eh? Ah? Ooh!” Yungi tertawa malu, Ia sekali lagi menggaruk leher belakangnya pelan.
“Udah ya, Jangan debat sama aku ya! Sekarang, buruan mandi, terus urusin tiket buat ke Jepang. Kamu mau ikut kan?” Mina melipat kedua tangannya di dada.
“Ah, iya oke, oke!” sahut Yungi.
“Tapi, Min!” tanya Yungi lagi.
“Serius kamu ga bakalan kasih aku jatah?” Yungi memelas.
“Maneh ngomong deui dicabok ku sendal siah, Yungi!” (Kamu ngomong lagi, aku tampar kamu pakai sandal, Yungi!). Yungi tertawa. Ia tahu Mina hanya menggertaknya. Ia kemudian berjalan menuju ke kamarnya dan mandi.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Gorillaz my house
cerita ini bener-bener bikin ketagihan
2023-08-13
1