Bab 4 Ibu dan Papa

Yungi membuka matanya. Pagi sudah datang. Ia bangkit dari tidurnya dan menoleh ke arah ranjang. Mina sudah tidak ada di sana. Namun, ia mendengar suara ribut dari kamar sebelah dan langsung mengambil kesimpulan bahwa Mina ada di sana. Ia keluar dari kamar tidurnya dan baru saja akan menuju kamar sebelah saat Zen menyapanya.

“Pagi Pah!” ujar Zen sambil mendekati dia dan mencium tangan kanannya. 

“Hah! oh..eh, iya selamat pagi!” jawab Yungi. Ia agak tertegun sekaligus kikuk mendengar cara Zen menyapanya. 

Papa. 

Wow! Sekarang dia harus ingat bahwa ia adalah ayah Zen juga. 

“Sarapannya di sana!” sahut Zen sambil menuntun tangan Yungi. 

“Ah, iya, oke!” sahut Yungi sambil masih agak canggung. Ia mengikuti Zen dan membiarkan tangannya ditarik olehnya. Mereka berjalan ke arah ruang makan dan di sana Juna sudah duduk siap menikmati sarapan. Keduanya sudah mandi dan siap akan pergi.

“Pagi, Pah!” sahut Juna sambil bangkit dari duduknya lalu menghampiri Yungi dan mencium tangan kanannya. Ada rasa bangga di dalam hati Yungi dan kini ia pikir ia harus benar-benar berterima kasih kepada Mina. Bagaimana pun Mina-lah yang telah mendidik kedua anaknya menjadi anak-anak yang sopan. 

“Kalian mau pergi ke mana? Kenapa sangat siap? Bukankah sekolah libur?” Yungi duduk di antara mereka. 

“Sekolah libur, tapi ekstrakurikuler ga, Yun!” Suara Mina terdengar dari arah pintu kamar dan saat Yungi menoleh ke arah mereka, dia menjadi terkesima. Mina dengan celemek dan rambut cepolnya menekankan lehernya yang jenjang dan putih menawan membuat mulutnya agak menganga. Di depannya si mungil Yuna berjalan dengan kostum balet dan tatanan rambut khas, siap untuk latihan.

“Oh!” jawabannya menjadi sangat singkat karena hatinya agak kewalahan dengan semuanya yang serba baru itu. 

Mereka kemudian duduk di meja makan, kecuali Mina berdiri di belakang mereka tengah menuangkan kopi untuk Yungi dan Yungi menerimanya sambil mengucapkan terima kasih. 

Dia menyisipnya sedikit demi sedikit hanya untuk menemukan bahwa rasa kopi yang ia minum begitu pas. Bagaimana Mina bisa tahu takarannya, padahal Erika selalu gagal ketika membuatkannya kopi dan jangan sebut Soraya karena ia tak pernah sekali pun mencobanya. 

Mina menyimpan wafel dengan toping es krim stroberi di atasnya tepat di depan Zen dan Juna. 

“Terima kasih, Bu!” ujar Zen dan disusul Juna mengatakan hal yang sama. 

Yungi tertegun saat Juna mengatakan ibu kepada Mina, tetapi Mina dengan santai menjawab sama-sama, seolah ia tidak menyadarinya. 

Mina beralih pada Yungi dan menyimpan wafel dengan taburan sirup maple dan yogurt buah beri. 

“Makasih,” sahut Yungi sambil memperhatikan sarapan paginya. Sekali lagi ia harus kagum dengan yang disodorkan oleh Mina karena wafel yang diberikan adalah wafel dengan rasa kesukaannya. 

Terakhir adalah Yuna. Mina menyodorkan sepiring wafel dengan taburan sirup maple dan kayu manis di atasnya membuat Yungi menyeringai. 

“Yuna makan itu?” Yungi menatap Mina yang tengah melepas celemeknya dan duduk di sebelah Yuna. Tangan Yungi menunjuk pada makanan Yuna. Yungi anti kayu manis makanya ia merasa aneh kenapa anaknya menyukai itu. 

“Hmm. Ini sarapan kesukaan Erika,” sahut Mina mengangguk sambil tersenyum, melirik ke arah yungi sebentar dan ia memasang serbet pada leher Yuna. 

Deg. Yungi tersentak. Ia tak menyangka Mina dengan santainya membawa nama Erika ke dalam percakapan di pagi hari. Wanita yang ia benci karena meninggalkannya saat ia benar-benar tengah berjuang untuk keluarganya. Itu pikirannya.

“Oh”, Itu yang keluar dari mulutnya karena ia tengah menata perasaannya yang tak nyaman gegara nama Erika muncul ke permukaan. 

“Terima kasih, Bu” ujar Yuna sambil menatap Mina. 

“Eh?” Kali ini Mina kaget. Ia diam sejenak dan Yungi memperhatikannya sambil senyum. 

“Ibu?” sahutnya pelan. 

“Boleh aku panggil Tante, Ibu seperti Kak Zen?” tanya Yuna sambil menatap Mina dengan penuh harap. 

Mina diam sejenak. Ia melihat ke arah Yungi seolah meminta persetujuannya. Yungi memberikan sebuah senyuman. Mina kemudian melirik ke arah Juna yang wajahnya terlihat ceria dan ia juga tidak segan langsung memanggilnya Ibu. 

Mina menunduk menyembunyikan matanya yang berkaca-kaca. 

“Iya boleh, sayang. Tentu saja!” sahut Mina sambil mencium pucuk kepala Yuna. Ia menatap Zen yang tengah tersenyum. 

“Ayah makan!” sahut Zen sambil menatap foto Awan yang tergantung di dinding. 

“Iya, ayah, kami makan!” ujar Juna sambil ikut menatap foto Awan dan Yuna juga melakukan hal yang sama. Yungi kaget saat Juna dan Yuna mengikuti Zen dan bilang ayah juga pada foto Awan.  

Yungi yang benar-benar baru dalam semuanya hanya bisa menganggukkan kepala pada foto Awan dan mengalihkan pandangannya pada Mina yang tengah tersenyum pada foto itu. 

“Kami makan. Doakan kami hari ini ya!” Mina menyunggingkan sebuah senyuman dan tatapannya begitu hangat pada foto itu. 

“Kami mencintaimu,” sambungnya. 

Yungi menelan ludah mendengar kata itu.  Seingatnya, ia jarang mengatakan kata itu kepada Erika atau pun Soraya dan selalu kedua perempuan itu yang mengatakannya dengan lantang kepadanya. Dan jawabannya hanya anggukan atau senyuman. Bahkan dalam hubungannya dengan para perempuan selama ia hidup, ia hampir tak pernah mengatakan kata-kata semacam itu kepada pasangannya. Selalu ia yang dikejar dan ia mengambil keuntungan dari itu. Sang Cassanova ini tak perlu mengeluarkan berbagai jurus cinta untuk menaklukan para wanita. Dia punya wajah yang tampan, penampilan dan gaya yang menarik, dan uang yang banyak. Apalagi yang diharapkan dari seorang wanita. Jika mereka hanya ingin berhubungan secara sementara, Yungi bisa menjadi pilihan yang tepat, tapi jika ingin membina rumah tangga, Yungi bukanlah orangnya. 

“Ayo makan!” sahut Mina. Semuanya sarapan. 

“Kami pergi Pah, Bu!” Kedua anak lelaki menyalami Yungi dan Mina bergantian di depan pintu keluar. Mobil jemputan eskul sekolah sudah siap di depan. Beberapa anak berada di dalamnya menyambut keduanya. 

“Juna dan Zen ikut eskul apa?” Yungi menyusul Mina memasuki rumah. 

“Bisbol dan basket. Hari ini bisbol. Lusa basket. Latihannya tiga kali seminggu untuk bisbol dan basket dua kali seminggu.” Mina menjelaskan. Mereka sudah duduk di ruang makan. 

“Yuna, kamu yang antar?” Yungi bertanya.

“Nggak, Sesil, jemput dia,” jawab Mina. 

“Oh,” sahut Yungi. 

Sesil adiknya Mina dan dia mempunyai klinik kecantikan. Gedungnya empat lantai. Lantai tiga dan empat tempat praktik klinik itu, lantai satu tempat olah raga para orang tua dan ini gratis, sementara lantai dua adalah sanggar balet dan Yoga terbang. Ini gratis juga dan guru mereka dibayar oleh klinik. Yang harus pendaftar lakukan hanyalah membayar keanggotaan setiap satu tahun sekali. 

Tak lama kemudian suara klakson mobil terdengar dari arah depan. Itu mobil Sesil dan sekali lagi Mina dan Yungi ke depan mengantar Yuna dan tak lupa mengucapkan terima kasih. 

“Kamu kayak gini tiap hari?” tanya Yungi. 

Mereka duduk berhadapan di ruang makan. Yungi menyisip kopinya yang masih tersisa, sementara Mina sarapan pagi dengan menu yang sama dengan Yungi. 

“Hmm.” Mina mengangguk. 

“Kamu pasti cape?” sahut Yungi. Ada nada menyesal di dalamnya. 

“Nggak. Aku suka kok!” sahut Mina sambil tersenyum. 

“Aku... hmm mau ngomong sama kamu. Sekarang waktunya tepat nggak?” Yungi menatap Mina. 

Mendengar nada Yungi yang serius, Mina mengangguk sambil menatap Yungi heran. 

Suasana hening sejenak. Mereka saling menatap. 

“Terima kasih untuk semuanya!” Nada Yungi serius. 

“Eh? Kok tiba-tiba?” Mina tersenyum sambil mengernyitkan alisnya. 

“Aku sangat beruntung punya teman sepertimu,” sahut Yungi. 

“ Aku serius. Aku bersyukur punya teman sepertimu,” sambungnya. 

“Terima kasih. Kamu membesarkan anak-anakku dan kamu mendidiknya dengan sangat baik. Aku berutang banyak sama kamu.” Yungi tersenyum. 

“Jadi, jika ada yang bisa kulakukan buat kamu, bilang aja ya!” Yungi terlihat agak kikuk.

“Tuhan sudah mengatur semuanya, Yun. Aku juga ga nyangka kamu jadi tetangga aku. Bahkan sekarang jadi suami aku juga, hahahaha. Ini aneh! Tapi dinikmati aja lah. Ga usah jadi masalah.” Mina berbicara dengan santai. 

“Ah, ya menyoal itu,” sahut Yungi. 

“Apa?” tanya Mina. 

“Iya, pernikahan kita,” jawab Yungi. 

“Hmm, ada apa?” tanya Mina. 

“Apa rencananya?” tanya Yungi.

“Rencana apa?” tanya Mina.

“Iya, maksudku apa yang kamu inginkan dari pernikahan kita. Ini bukan kontrak atau setingan, kan? Ini kenyataan bahwa kita ada dalam sebuah ikatan. Kamu sama aku. Jadi, kamu mau kita seperti apa?” tanya Yungi. 

Mina diam sejenak. Ia menatap Yungi sambil tersenyum. 

“Pertanyaan itu buat kamu, Yun ... bukan buat aku,” sahut Mina. 

“Kamu gagal dua kali. Apa kamu mau membuat ini menjadi yang ketiga kalinya?” Mina menatap Yungi. 

Yungi diam. Jelas ia sedang berpikir. 

“Yang kumau dari kamu saat ini adalah kamu dekat dengan anak-anak. Aku pikir itu yang paling penting sih sekarang. Kamu sekarang tinggal di sini kan, ga kerja jauh lagi. Jadi, aku pikir ini kesempatan yang Tuhan kasih buat kamu supaya kamu kenal baik dengan anak-anak kamu. Anak-anak juga perlu kamu, Yun. Aku ga bermaksud kritik hubungan kamu sama Erika dan maafin aku sebelumya karena ngungkit ini, uhm, ... tapi menurut aku sih pernikahan kamu sama Erika gagal karena kamu ada salahnya juga.” Mina diam sejenak saat Yungi terlihat terkejut. 

“Kamu ga tahu ya! Dia depresi pas kamu tinggalin dia. Aku sering nemenin dia konsul ke ahli kejiwaan loh! Bahkan ke ahli pernikahan juga! Itu karena saking dia cinta sama kamu loh! Kamu juga jarang telfon dan komunikasi sama dia, ya kan? Coba dipikirkan lagi! Erika itu baik. Yun, Dia bertahan sangat lama buat kamu. Kalau aku jadi dia, enam bulan pernikahan, aku udah minta cerai,” sahut Mina. Dia menyisip kopinya. 

Ekspresi di wajah Yungi berubah menjadi agak marah, tetapi dia masih diam. 

“Pernikahan itu tentang dua orang, kan? Sekarang aku sama kamu. Kamu cinta aku, Yun?” tanya Mina. 

“Hah!” Yungi kaget dengan pertanyaan Mina. Ia menatap Mina yang juga tengah menatapnya sambil tersenyum. 

“Kamu cinta sama aku, ga?” tanya Mina lagi sambil masih tersenyum.

“Eh, itu, hmmm, gimana ya?” Yungi menggaruk bagian belakang kepalanya. Ia juga tidak tahu. Ia nyaman bersama Mina tapi itu karena mereka sudah saling kenal lama. Ia pasti sayang Mina karena mereka teman. Tapi kalau cinta, itu bagaimana ya?

“Lebih mudah ngerancang bangunan daripada bilang cinta, ya Yun!” goda Mina sambil tersenyum. 

“Kamu cinta sama aku?” Yungi membalikkan pertanyaan. 

“Ga, aku ga cinta sama kamu, tapi aku sayang sama kamu. Aku peduli sama kamu karena kamu temen aku. Perasaan ini sama kayak aku ke anggota geng lainnya, Jadi, kalau kamu perlu aku, kamu bisa andelin aku.” Mina menjelaskan dengan lancar. 

“Iya, perasaanku ke kamu kalau gitu kurang lebih sama,” sahut Yungi. Ia menyisip lagi kopinya yang Mina baru saja tambahkan ke cangkirnya. 

“Kamu mau ML sama aku?” tanya Mina lagi.

Ohek... ohek!!! Yungi langsung terbatuk saat Mina berbicara seperti itu. 

Mina tersenyum. Ia langsung menyodorinya tisu sambil beranjak dari duduknya dengan cepat mengelus punggungnya. 

“Kenapa kamu bilang kayak gitu?” Yungi bertanya setelah ia agak tenang. 

“Karena itu ga akan bisa dihindari, kan?” Mina menatapnya. 

“Itu normal dan wajar untuk pasangan suami istri. Tapi aku ga akan ngelakuin itu selama ga ada perasaan di antara kita. Dan kalau kamu ga mau, kamu boleh menceraikan aku, atau setidaknya sampai kamu menemukan seseorang yang beneran kamu cinta, kamu boleh ninggalin aku,” jelas Mina. 

“Hah? Artinya selama kita bersama, kita ga akan pernah tidur bareng gitu?” Yungi menegaskan. 

“Iya, kalau kamu ga bisa cinta sama aku, iya, kita ga akan bisa tidur bareng,” sahut Mina. 

“Wah, pikiran kamu ngaco ini! tanya sama siapa aja, ustadz, pendeta, biksu, siapa aja lah, pokoknya... oh atau mama kamu deh... kalau udah nikah itu wajib ngelayanin suami tahu ga, terlepas dari cinta atau ga!” Yungi berargumen. 

“Gila aja, masa iya aku ga bakalan dikasih jatah seumur hidup,” keluh Yungi, tapi suaranya memelan. 

Mina tersenyum. Ia paham benar Yungi. Si Playboy cap kadal yang satu itu pasti ga akan bisa hidup satu hari saja tanpa wanita. 

Namun, ia juga cukup terkejut saat Yungi mengatakan seumur hidup. Setidaknya, ia tampak serius menjalani rumah tangga dengannya. 

“Min, yang bener aja! Serius???? Kita ga bakalan tidur bareng ini?” Nada suara Yungi terdengar memohon. 

“Bodo amat!” ujar Mina sambil beranjak dari duduknya lalu mengangkat telfon. 

“Hai, Jay!” terdengar suara Mina yang menjauhi meja makan mengangkat telfon dari Jay dan itu membuat Yungi mengeryitkan alisnya. 

“Jay?” sahutnya pelan. 

Yungi mengamati Mina yang tengah berbicara dengan Jay melalui telfon dari kejauhan. Semakin lama ia mengamati kenapa hatinya semakin merasa gerah ya! Lihatlah!! Mina terlalu sering tersenyum dan ia bahkan memainkan ujung rambutnya dan sesekali ia mendengar suaranya yang agak manja. Sikapnya lebih mirip dengan anak SMP yang sedang berbicara dengan kecengannya. 

“Siapa?” tanya Yungi saat Mina kembali ke kursinya. 

“Jay.” Jawaban Mina pendek. 

“Jay geng kita?” Yungi memastikan.

“Hmm.” Mina mengangguk karena ia tengah menyisip kopinya. 

Perasaan Yungi semakin aneh. 

“Dia sering PC kamu?” tanya Yungi lagi. 

“Hmm, ...lumayan sering,” sahut Mina datar. Reaksi Yungi yang terlihat agak kecewa tidak memberi kesan apa-apa terhadapnya. 

“Justin dan yang lain sering PC kamu juga?” tanya Yungi. 

“Nggak. Cuma Jay aja!” jawab Mina lagi santai. 

“Terus kamu ga curiga sama dia gitu? Kan pasti ada alasan kenapa dia sering PC kamu?” sahut Yungi lagi. 

“Ga, biasa aja! Kan dia satu geng. Kamu jarang nanya sama aku, aku ga apa-apa. Lagian kamu ga nyadar ya, di geng aku sama dia deket kok! Pas kamu sama cewek siapa aja lah, Vee sama Justin, Jini sama Jun, yang tersisa cuma kami berdua kan, jadinya sering nongkrong juga!” Mina menjelaskan logisnya. 

“Ah masa sih! sesederhana itu?” Yungi mengernyitkan alisnya. 

“Iya sesederhana kamu bawa cewek ke kamar hotel dan besoknya kamu digebukin sama pacar itu cewek dan kami bantuin kamu bawa ke rumah sakit. Aku yang nemenin kamu terapi loh! Kamu ga inget ya?” Mina mengangkat kedua alisnya. 

“Eh? Ah? Ooh!” Yungi tertawa malu, Ia sekali lagi menggaruk leher belakangnya pelan. 

“Udah ya, Jangan debat sama aku ya! Sekarang, buruan mandi, terus urusin tiket buat ke Jepang. Kamu mau ikut kan?” Mina melipat kedua tangannya di dada. 

“Ah, iya oke, oke!” sahut Yungi. 

“Tapi, Min!” tanya Yungi lagi. 

“Serius kamu ga bakalan kasih aku jatah?” Yungi memelas.

“Maneh ngomong deui dicabok ku sendal siah, Yungi!” (Kamu ngomong lagi, aku tampar kamu pakai sandal, Yungi!). Yungi tertawa. Ia tahu Mina hanya menggertaknya. Ia kemudian berjalan menuju ke kamarnya dan mandi. 

Bersambung 

Terpopuler

Comments

Gorillaz my house

Gorillaz my house

cerita ini bener-bener bikin ketagihan

2023-08-13

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Circle 7
2 Bab 2 Permintaan Tolong
3 Bab 3 Keluarga
4 Bab 4 Ibu dan Papa
5 Bab 5 Cemburu bukan sih?
6 Bab 6. Dare aja lah
7 Bab 7 Pas
8 Bab 8 Ga Nafsu ah
9 Bab 9 Sidak
10 Bab 10 Jadi, itu Aku
11 Bab 11 Bayar Utang
12 Bab 12 Terima Kasih
13 Bab 13 Amit-amit
14 Bab 14 Ciuman Pertama
15 Bab 15 Saat Bahagia
16 Bab 16 Love dan Hope
17 Bab 17 That was good
18 Bab 18 Bahagiamu Deritaku
19 Bab 19 IYA, AKU CINTA DIA
20 Bab 20 Pelukan Pertama
21 Bab 21 Tujuh Orang
22 Bab 22 Mimpi tapi Basah
23 Bab 23 PERTAMA
24 Bab 24 No Way
25 Bab 25 Ngidam bareng
26 Bab 26 Permintaan Yang Aneh
27 Bab 27 Menatap Langit yang Sama
28 Bab 28 Sisi lain Mina
29 Bab 29 Tetangga Baru
30 Bab 30 Jay dan Mina
31 Bab 31 In Between
32 Bab 32 Hari Yuna
33 Bab 33 Giliran Dua Jagoan
34 Bab 34 Satu
35 Bab 35 Hadiah
36 Bab 36 Dokter kepo
37 Bab 37 Mi Ayam Gerobak Hijau
38 Bab 38 Curhat
39 Bab 39 Perihal Nama
40 Bab 40 Selamat Datang Baby Jun, Jay, dan Justin
41 Bab 41 Perkara Tahi Lalat
42 Bab 42 Masih menyoal Tahi Lalat
43 Bab 43 Terima kasih Ibu
44 Bab 44 Teman sekaligus saingan
45 Bab 45 Jika aku ga ada, kamu ada
46 Bab 46 Bersyukur
47 Bab 47 Beli satu dapat dua
48 Bab 48 Di Toko
49 Bab 49 Masih di Toko
50 Bab 50 Cinta Pertama
51 Bab 51 Saingan
52 Bab 52 Mina Hilang
53 Bab 53 Berat
54 Bab 54 Celah
55 Bab 55 Semuanya akan baik-baik saja
56 Bab 56 Kesalahan Besar
57 Bab 57 Kembali seperti dulu
58 Bab 58 Cerai
59 Bab 59 Tim Kompak
60 Bab 60 Rencana
61 Bab 61 Versus
62 Bab 62 Main peran
63 Bab 63 Diam tidak berarti lemah
64 Bab 64 Yang Sebenarnya
65 Bab 65 Aku sangat merindukanmu
66 Bab 66 Siapa Namanya?
67 Bab 67 Begitu Rupanya
68 Bab 68 Mina Ibuku
69 Bab 69 Kau bukan siapa-siapa
70 Bab 70 Jay dan Yungi
71 Bab 71 Mina Bangun
72 Bab 72 Zen dan Ibu
73 Bab 73 Mimpi Indah Yungi
74 Bab 74 Kebahagiaan itu Fatamorgana
75 Bab 75 Jangan Tinggalkan Aku
76 Bab 76 Karlee anak kita
77 Bab 77 Tetap Bersama
78 Bab 78 Serendah itukah nilaiku di matamu?
79 Bab 79 Halo, kita bertemu lagi
80 Bab 80 Tidak Perlu Repot untuk Lari
81 Bab 81 Iya, aku cemburu
82 Bab 82 Sepuluh itu banyak!!!
83 Bab 83 Ini pertarunganku
84 Bab 84 Ketahuan
85 Bab 85 Buta dan Tuli saja
86 Bab 86 Anak tetaplah anak
87 Bab 87 Sekali
88 Bab 88 Dari Mahendra menjadi Kanirogo
89 Bab 89 Sistem Pendukung yang Hebat
90 Bab 90 Oke Deh Pah
91 Bab 91 Menyoal gaun 1
92 Bab 92 Menyoal gaun bagian 2
93 Bab 93 Menyoal gaun bagian 3
94 Bab 94 Masih menyoal gaun
95 Bab 95 Legendaris
96 Bab 96 Permintaan
97 Bab 97 Brian
98 Bab 98 Karena kita saling mencintai
99 Bab 99 Menjadi bagian dari kami
100 Bab100 Menua Bersama
Episodes

Updated 100 Episodes

1
Bab 1 Circle 7
2
Bab 2 Permintaan Tolong
3
Bab 3 Keluarga
4
Bab 4 Ibu dan Papa
5
Bab 5 Cemburu bukan sih?
6
Bab 6. Dare aja lah
7
Bab 7 Pas
8
Bab 8 Ga Nafsu ah
9
Bab 9 Sidak
10
Bab 10 Jadi, itu Aku
11
Bab 11 Bayar Utang
12
Bab 12 Terima Kasih
13
Bab 13 Amit-amit
14
Bab 14 Ciuman Pertama
15
Bab 15 Saat Bahagia
16
Bab 16 Love dan Hope
17
Bab 17 That was good
18
Bab 18 Bahagiamu Deritaku
19
Bab 19 IYA, AKU CINTA DIA
20
Bab 20 Pelukan Pertama
21
Bab 21 Tujuh Orang
22
Bab 22 Mimpi tapi Basah
23
Bab 23 PERTAMA
24
Bab 24 No Way
25
Bab 25 Ngidam bareng
26
Bab 26 Permintaan Yang Aneh
27
Bab 27 Menatap Langit yang Sama
28
Bab 28 Sisi lain Mina
29
Bab 29 Tetangga Baru
30
Bab 30 Jay dan Mina
31
Bab 31 In Between
32
Bab 32 Hari Yuna
33
Bab 33 Giliran Dua Jagoan
34
Bab 34 Satu
35
Bab 35 Hadiah
36
Bab 36 Dokter kepo
37
Bab 37 Mi Ayam Gerobak Hijau
38
Bab 38 Curhat
39
Bab 39 Perihal Nama
40
Bab 40 Selamat Datang Baby Jun, Jay, dan Justin
41
Bab 41 Perkara Tahi Lalat
42
Bab 42 Masih menyoal Tahi Lalat
43
Bab 43 Terima kasih Ibu
44
Bab 44 Teman sekaligus saingan
45
Bab 45 Jika aku ga ada, kamu ada
46
Bab 46 Bersyukur
47
Bab 47 Beli satu dapat dua
48
Bab 48 Di Toko
49
Bab 49 Masih di Toko
50
Bab 50 Cinta Pertama
51
Bab 51 Saingan
52
Bab 52 Mina Hilang
53
Bab 53 Berat
54
Bab 54 Celah
55
Bab 55 Semuanya akan baik-baik saja
56
Bab 56 Kesalahan Besar
57
Bab 57 Kembali seperti dulu
58
Bab 58 Cerai
59
Bab 59 Tim Kompak
60
Bab 60 Rencana
61
Bab 61 Versus
62
Bab 62 Main peran
63
Bab 63 Diam tidak berarti lemah
64
Bab 64 Yang Sebenarnya
65
Bab 65 Aku sangat merindukanmu
66
Bab 66 Siapa Namanya?
67
Bab 67 Begitu Rupanya
68
Bab 68 Mina Ibuku
69
Bab 69 Kau bukan siapa-siapa
70
Bab 70 Jay dan Yungi
71
Bab 71 Mina Bangun
72
Bab 72 Zen dan Ibu
73
Bab 73 Mimpi Indah Yungi
74
Bab 74 Kebahagiaan itu Fatamorgana
75
Bab 75 Jangan Tinggalkan Aku
76
Bab 76 Karlee anak kita
77
Bab 77 Tetap Bersama
78
Bab 78 Serendah itukah nilaiku di matamu?
79
Bab 79 Halo, kita bertemu lagi
80
Bab 80 Tidak Perlu Repot untuk Lari
81
Bab 81 Iya, aku cemburu
82
Bab 82 Sepuluh itu banyak!!!
83
Bab 83 Ini pertarunganku
84
Bab 84 Ketahuan
85
Bab 85 Buta dan Tuli saja
86
Bab 86 Anak tetaplah anak
87
Bab 87 Sekali
88
Bab 88 Dari Mahendra menjadi Kanirogo
89
Bab 89 Sistem Pendukung yang Hebat
90
Bab 90 Oke Deh Pah
91
Bab 91 Menyoal gaun 1
92
Bab 92 Menyoal gaun bagian 2
93
Bab 93 Menyoal gaun bagian 3
94
Bab 94 Masih menyoal gaun
95
Bab 95 Legendaris
96
Bab 96 Permintaan
97
Bab 97 Brian
98
Bab 98 Karena kita saling mencintai
99
Bab 99 Menjadi bagian dari kami
100
Bab100 Menua Bersama

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!