Bab 7 Pas

Bab 7 Pas 

Yungi melirik jam tangannya. Sudah hampir tengah malam dan mereka masih berada di tepi jalan, pada posisi memeluk Mina yang tengah menangis sesenggukan. Alasan menangisnya tentu saja belum ketahuan dan ia yakin setelah selesai, Mina tidak akan mengatakan apa saja tentang itu. 

Terlalu banyak hal yang Yungi tidak tahu. Jadi, ia mencoba mengurainya sendiri. Pikirannya melayang pada acara kumpul barusan. Pertama, sekarang ia tahu bahwa Jay menyukai Mina. Artinya, meskipun mereka teman, pada saat yang sama mereka juga saingan. Tapi ia juga menyangsikan kata ‘saingan’ cocok dengan definisi hubungan dia dan Jay. Pasalnya jika harus memilih, Mina pasti memilih Jay. Setidaknya, sejak dulu mereka lebih dekat dibandingkan dia dan Mina. Di mana dirinya saat dulu Mina memerlukan seseorang untuknya. Justru sebaliknya, dia yang selalu mengandalkan Mina dan Jay jika terjadi masalah kepadanya. Selain itu juga yang dikatakan Jay memang benar, bahwa Mina jatuh cinta kepada Yuna dan Juna dan alasan menikahinya karena kedua anaknya, bukan karena Mina murni menyukai dirinya. 

Lalu, pikiran Yungi terhenti pada kejadian permainan. Ada sesuatu yang menyeruak panas di dalam hatinya. Tetiba ia kesal saat Mina menjadi sumber pertanyaan. Dan apa pula pertanyaannya. Si Justin dan Vee keterlaluan. Kenapa ada pertanyaan semacam itu. Eh, tapi dia juga penasaran sebenarnya dengan siapa pertama kali Mina melakukannya dan kapan? Tapi ini ga terlalu penting jika dibandingkan dengan reaksi Jay waktu itu. Itu membuat Yungi tetiba kesal dan berpikiran yang iya-iya. 

Jangan-jangan Mina dan Jay. Oh!!!! tidak! tidak!!! Astagaaa!!!!. 

Yungi menggeleng-gelengkan kepalanya dan mengepalkan tangannya saking kesal.

Yungi membuang napas dan mengusap wajahnya. Ia tak leluasa bergerak sebab Mina masih berada di pelukannya. Sekarang, ia menyadari Mina sudah berhenti menangis dan tertidur. Ia bisa menyimpulkan itu karena dengkuran halus yang keluar dari mulut Mina terdengar dengan jelas. 

Yungi merebahkan Mina kembali ke kursinya dan menurunkan sandarannya, membuatnya nyaman tidur. Ia menelfon Sesil, menitipkan anak-anaknya dan sejurus kemudian, ia melajukan mobilnya ke arah berlawanan, membawanya ke Vila keluarganya. 

Setibanya di sana, ia langsung menidurkan Mina di atas ranjang yang dikelilingi kelambu dan menyelimutinya. Ia sendiri merebah di sofa yang ada di dekat ranjang dan kemudian menutup matanya. Rupanya ia juga kelelahan. Berpikir kehidupan dan mencoba mencari jawaban itu sangat menguras otak dan tenaganya. 

“Pagi!” sapa Yungi. 

Ia duduk di pinggir ranjang dengan segelas ramuan herbal dan membiarkan Mina yang bangkit dari tidurnya mengumpulkan kesadarannya. Mina memegangi pelipisnya dan meringis. Yungi tidak membiarkannya. Ia menarik tangan Mina pelan dan itu membuatnya terkejut.

“Aku cuma mau kasihin ini!” jawab Yungi sambil menyodorkan minuman herbal yang sejak tadi ia pegang. Ia paham akan reaksi Mina yang menyangkanya akan melakukan sesuatu yang mesum. 

“Oh!” Mina menerimanya dan menyisipnya pelan. 

“Makasih!” sahutnya sambil mengangkat gelasnya dan melihat ke arah Yungi lalu melihat ke sekelilingnya. Rupanya ia baru sadar ia tidak ada di rumahnya. 

Yungi menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. 

“Minuman itu bagus buat ngobatin yang hangover.” Yungi menjelaskan. 

“Habiskan!” sambungnya. 

“Hmm. iya.” Mina mengangguk pelan.

“Eh, tapi ngomong-ngomong, ini di mana?” sekali lagi mata Mina berkeliling kamar dan berakhir di Yungi. 

“Di Vila keluargaku,” jawab Yungi. 

“Hah?” Mina langsung mengangkat selimut. Oh bajunya masih menempel di tubuhnya. Aman. Dia melihat Yungi dan menyadari Yungi baru saja mandi. Setidaknya rambutnya yang masih basah mengonfirmasinya. 

“Kenapa kita di sini? Tadi malam kita ngelakuin apa?” Mina mengernyitkan alis. Ia berusaha keras mengingat yang terjadi tadi malam. 

“Pfft!” Yungi tak kuat menahan tawa. 

“Ih, Yungi maneh, koplok! (Yungi, kamu brengsek!). Jangan-jangan ini tempat kamu beroperasi ya! Kamu bawa perempuan ke sini buat diapa-apain ya?” Mina menatap Yungi dengan wajah sedikit kesal. 

“Astaga, Min! Jahat banget kamu sama aku! Kamu cewek pertama yang aku bawa ke sini loh! Ga pernah ada cewek lain ke sini selain mamaku dan Ibu Arni sama suaminya Pak Toto yang rawat tempatnya!” Yungi geleng-geleng kepala. 

“Oh! Waw! Aku tersanjung!” nada Mina menyindir. 

“Sumpah, Min, aku ga bohong. Tanya Bu Arni  sama Pak Toto deh kalau ga percaya! Tuh mereka lagi di bawah nyiapin sarapan buat kita.” Yungi menunjuk pintu luar.

“Terus apa maksudnya aku dibawa ke sini? Kok kita ga pulang? Kamu mau ngapa-ngapain aku ya?” Mina menarik selimut dan ia mundur menjauhi Yungi. Tatapannya yang penuh curiga  dan tingkahnya sangat lucu di mata Yungi. 

“Iya bener! Aku mau ngapa-ngapain kamu.” Yungi menaiki ranjang sambil tersenyum dan mendekati Mina yang tampak ketakutan. 

 “Tapi entar itu mah kalau kamu mau, hahahaha!” Yungi tertawa renyah.  Ia membalikkan tubuhnya dan loncat dari ranjang. 

“Astaga!” Mina langsung menarik napas lega. 

“Aku bawa kamu ke sini karena mata kamu bintitan, sisa nangis tadi malem tuh!. Ngaca deh! Kalau pulang nanti anak-anak pada nanya kenapa ibu matanya gitu. Terus aku harus jawab apa?” Yungi melipat kedua tangannya dan bersender pada pintu keluar. 

“Ya udah jawab aja aku dipipisin kecoak, kan gampang!” jawab Mina sambil menuruni ranjang.

“Hahahahahahaha!!” Yungi terpingkal-pingkal. Ia menahan perutnya.

“Ah, Min. Kamu kocak deh, beneran!” sahut Yungi. 

Mina diam dan menatap Yungi kesal. 

“Buruan mandi. Aku tunggu di bawah ya! Kita sarapan,” sahut Yungi. Ia membuka pintu kamar.

“Eh, tunggu dulu! Yungi! Anak-anak sama siapa di rumah?” teriak Mina karena Yungi sudah menutup pintu dan melangkah menjauhi kamar.

“Sesil,” jawab Yungi dengan suara yang samar. 

“Oh, Sesil!” ujar Mina sambil tersenyum. 

Mina melangkahkan kakinya ke kamar mandi. Sejenak ia berdiri di depan kaca memandangi dirinya. Benar yang dikatakan Yungi. Matanya sembap sisa menangis tadi malam. Tapi, ngomong-ngomong kenapa dia nangis ya? Duh! Jangan-jangan dia meracau aneh di depan Yungi. Mina menelan ludah. Ia memukul-mukul keningnya beberapa kali, mencoba mengingat yang sudah terjadi tadi malam. 

“Ada yang bisa saya bantu?” Mina berjalan ke dapur dengan kemeja Yungi yang agak longgar dan celana Jersey punya Yungi juga. Keduanya tentu saja kebesaran untuknya, tapi dia membuat pakaian itu sesuai dan senyaman mungkin di tubuhnya. 

“Oh, Non, istrinya Den Yungi ya?” seorang ibu dengan wajah yang masih segar untuk orang seusianya menghampiri Mina dengan tergesa-gesa sambil menunduk sopan. 

“Silakan duduk dulu. Den Yungi tadi di luar sedang telfon,” sahut ibu yang pasti bernama Arni. 

“Terima kasih, Bu. Tapi saya bisa bantu kalau ibu mau. Sedang buat apa?” tanya Mina sambil merangkul bahu Bu Arni lembut dan membawanya ke dapur. 

“Eh, aduh, Non! Ga apa-apa. Non duduk saja.” Ibu Arni merasa canggung 

“Tidak apa-apa, Bu, Ibu buat apa. Harumnya pastri. Buat Croissant ya?” Mina membaui sesuatu yang jelas ia tahu apa itu. Mereka berjalan menuju dapur dan berdiri di depan oven. Mina mengambil satu celemek yang tergantung di dinding lalu memakainya 

“Wah, Non tahu? Wah hebat!” ujar Ibu Arni. Wajahnya berbinar menunjukkan kekaguman, bukan hanya pada ketahuan Mina saja melainkan juga pada wajah Mina yang imut dan manis. 

“Saya kan belajar ini, Bu. Tapi ini baunya khas. Resep rahasia Ibu, ya?” goda Mina sambil tersenyum. 

“Ah, nggak Non, tapi dari kecil kalau Den Yungi ke sini, pasti minta dibuatkan ini,” sahut Ibu Arni. 

“Oh, gitu! Kalau gitu, saya harus minta resepnya. Saya akan belajar dari Ibu, jadi saya bisa buat untuk Yungi, boleh?” tanya Mina. 

“Oh, iya, Non, tentu boleh. Nanti ibu tulis ya untuk Non,” ujar Ibu Arni. 

“Terima kasih, Bu. Anak-anak kami juga sangat suka croissant. Mereka pasti sangat suka resep dari Ibu.” Mina mengambil tangan Ibu Arni dan menganggukkan kepalanya sambil tersenyum tulus. Bu Arni terlihat bahagia. Baru kali ini dia merasa seseorang yang derajatnya lebih tinggi darinya mau bersentuhan dan merangkul dia juga. 

“Ibu, punya kopi Arabica?” tanya Mina. 

“Untuk Den Yungi, Non?” tanya Bu Arni. 

“Iya,” sahut Mina sambil mengangguk.

“Ada, tapi Den Yungi biasanya buat sendiri. Buatan Ibu dan Bapak biasanya kurang pas,” sahut Bu Arni. 

“Tidak apa-apa. Saya yang buat. Dia ga pernah komplen kalau saya yang buat!” sahut Mina sambil tersenyum. 

“Oh, iya!” sahut Ibu Arni. Ia berjalan menuju sebuah lemari dan mengeluarkan kopi yang diminta. 

“Ibu, saya kan teman Yungi dari SMP, kenapa saya ga pernah liat Ibu di rumah Yungi yang di Cigadung ya?” Mina melanjutkan perbincangan. Mereka tengah duduk di meja makan.

“Oh, itu. Iya saya jarang ke sana, Non. Saya kan memang ditugaskan di sini oleh Bapak dan Ibu.” Ibu Arni menjawab. 

“Saya pernah ke sana itu pas ngunduh mantu Den Yungi sama Non Erika terus yang kedua saya ga bisa ikut karena Pak Toto lagi dirawat, Maagnya kambuh,” terang Bu Arni. 

“Oh, ya, pantes saya ga pernah liat, Ibu. Ibu pernah datang ke rumah Yungi yang di Ciumbuleuit?” tanya Mina lagi. 

“Oh, belum pernah.” Bu Arni menjawab lagi. 

“Oh, gitu. Kalau udah pernah mampir, Ibu pasti tahu rumah saya juga. Kami satu komplek. Ada lima rumah di sana, tapi rumah kami tepat berhadapan,” sahut Mina. 

“Oh, dasar ya Jodoh mah jorok!” sahut Bu Arni. 

“Eh, maaf gimana, Bu?” tanya Mina terlihat bingung. 

“Iya, itu peribahasa Sunda, artinya kalau jodoh itu ga tahu siapa dengan siapa,” sahut Bu Arni berusaha menjelaskan. 

“Ah, gitu.” Mina mengangguk. 

“Sebenarnya, kalau Ibu ada waktu, saya pengennya Ibu datang ke rumah kami. Ibu belum liat anak-anak kami, kan?” tanya Mina lagi. 

“Sudah pernah bertemu Den Arjuna, kalau Non Yuna belum,” sahut Bu Arni. 

“Anak kami ada tiga, Bu!” Tetiba Yungi nimbrung dari arah belakang Mina. 

Mina menoleh dan kaget karena Yungi berjalan dengan Juna, Zen, dan Yuna.

“Ibuuu!” semua berteriak kegirangan dan berlari menuju Mina. 

“Waaaaah! Kaliaaaan!!” Mina tersenyum dan langsung memeluk mereka. 

“Kamu jemput mereka?” tanya Mina sambil tersenyum bahagia. Mereka langsung duduk memenuhi meja makan. 

“Iya. Cepet, kan? Ga macet soalnya aku cari jalan tikus,” sahut Yungi. 

Mina hanya mengangguk.

“Ibu, kenapa matanya?” tanya Yuna kaget lihat mata Mina yang bintitan. 

“Oh, kan papa dah Bilang Na, itu mata ibu dipipisin kecoak.” Yungi berkata sambil menahan tawa. Mina mengangguk-anggukan kepala meyakinkan. 

“Oh, kasihan, Ibu.” Yuna langsung memeluk Mina. 

“Ayo, kita sarapan dulu. Semuanya sudah siap,” sahut Bu Arni. 

Mereka sarapan dan setelah sarapan Mina memperkenalkan anak-anak kepada Bu Arni dan Pak Toto juga. Mereka sekarang mengobrol di halaman belakang, menikmati pemandangan yang berupa gunung dari kejauhan dan udara yang segar. 

“Pah, boleh ngomong ga bentar?” tanya Juna dan Zen. 

Yungi yang sedang mendengarkan perbincangan Mina dan pengasuhnya sejak kecil langsung mengiyakan dan mereka pergi ke dalam ruangan. Mina hanya melihat sekilas dan kembali berbicara dengan Pak Toto dan Bu Arni. 

“Ada apa?” tanya Yungi sambil menyisip kopinya. 

Mereka duduk berhadapan di ruang tamu. 

Juna dan Zen saling menatap seolah memberi kode siapa yang akan bicara duluan. 

“Pah, kalau kami minta adik kembar keberatan ga?” tanya Juna  sambil menatap ayahnya yang sedang minum kopi.

Ohek ... ohek. Yungi langsung tersedak. 

“Gimana, Jun?” yungi masih menenangkan dirinya dari tersedak. 

“Kami mau adik kembar, laki-laki dan perempuan, Pah. Papa bisa bikin sama Ibu, kan?” Zen menegaskan. 

Wajah Yungi memerah. Ia menggaruk bagian belakang kepalanya. 

“Aduh kok permintaannya mendadak,” sahut yungi sambil mendeham dan memperbaiki posisi duduknya. 

“Oh, ini mendadak ya!” Wajah Juna terlihat polos. 

Yungi tersenyum. 

“Kalian emang tahu gimana cara bikin anak?” sahut Yungi sambil mesem-mesem. 

“Tahu!” keduanya menjawab kompak.

Yungi tersentak kaget. 

Anak zaman now ga ada malu-malunya. Itu pikir Yungi. 

“Gimana?” Yungi menggoda kedua anaknya.

“Papah mau yang simpel atau yang ribet penjelasannya?” tanya Zen. 

“Whattt?” Yungi kaget lagi. 

“Dua-duanya juga boleh lah!” Yungi nantang. 

Zen menjelaskan bagaimana kehamilan terjadi dalam perspektif sains dan itu membuat Yungi bergidik. Kok bisa anak segede uprit menjelaskan hal yang sulit gitu! Padahal dulu waktu seusianya, dia lebih suka ngejar layangan atau main kelereng dengan teman-temannya. 

“Singkatnya sih, Papah sama Ibu ehem ehem terus abis selesai itu papah ikutin saran dari Zen tadi Pah, biar jadi anak kembar. Gitu Pah, Please ya Pah! Kami ga minta hadiah apa-apa deh buat ultah kami, tapi tolong kasih kami adik kembar ya, Pah, Please!!!” Juna memohon. 

“Duh, ini permintaannya sulit. Papah mesti ngomong dulu sama Ibu. Gimana kalau kalian bantuin Papah bilang sama Ibu.” Yungi balik meminta kedua anaknya.

“Iya, kami udah bilang, Pah.” Zen dan Juna bilang bersamaan. 

“Nah, terus, Ibu bilang apa?” tanya Yungi jadi penasaran. 

“Kata Ibu, tunggu waktunya pas,” jawab Juna.

“Iya, waktu pas itu katanya kalau Ibu sama papah udah saling cinta udah saling sayang,” sambung Zen. 

“Jadi, gimana sekarang Pah? Udah pas belum? Papah sama Ibu udah saling cinta saling sayang belum?” tanya Juna dengan polos. 

Yungi terkesiap. Dia tidak bilang apa-apa. 

“Papah sayang Ibu ga? Cinta Ibu ga?” tanya Zen lagi. 

Yungi semakin diam. 

“Kalau Papa ga punya cinta susah. Itu kata Ibu.” Juna melanjutkan. 

Yungi terhenyak. 

“Ibu kalian punya cinta?” tanya Yungi. 

“Kalau Papah cinta Ibu, Ibu juga akan berusaha cinta Papah.” Zen bilang. 

“Ayah selalu bilang, kalau ayah ga ada, aku harus pastiin ibu bahagia. Sendiri atau dengan siapa saja, aku ingin ibu bahagia. Tolong bikin ibu bahagia, Pah. Kadang-kadang, mata ibu bintitan kayak tadi. Aku tahu itu bukan karena dipipisin kecoak, itu karena ibu nangis, kan? Aku juga yakin itu bukan karena papah atau ayah. Soalnya waktu papah belum nikah sama Ibu, kadang-kadang Ibu juga suka nangis sendirian kalau malem-malem. Aku ingin kasih semua cinta buat Ibu, tapi aku ga bisa. Punyaku, punya Juna, dan punya Yuna ga cukup. Boleh aku minta cinta Papah buat ibu?” Air mata Zen mengalir. Juna ikut menangis. 

“Hei, sini!” Yungi terenyuh. Matanya ikut berkaca-kaca. Dia memeluk kedua jagoannya dan mengelus punggung mereka. 

“Papah akan berusaha bikin Ibu bahagia, tapi ada syaratnya.” Yungi berkata. 

“Apa, Pah?” Zen menghentikan tangisannya. 

“Kalian juga harus bantu Papah ya!” sahut Yungi.

“Gimana caranya?” tanya Juna. 

“Nanti kalau sudah waktunya, Papah kasih tahu,” sahut Yungi. 

“Siap, Pah!” Kedua anak menjawab kompak. 

“Good! Sekarang hapus air mata kalian dan ayo kita main basket!” Yungi mencoba mengalihkan suasana. 

“Oke!” kedua anak menjawab lagi. 

Mereka berjalan ke belakang sudah membawa bola basket, siap bermain. Mereka melewati, Mina yang tengah merapikan rambut Yuna. 

“Mina?” Yungi berhenti sejenak di dekat mereka.

“Hmm?” Mina menoleh.

“Mau ikut main basket?” tanya Yungi.

“Ga bisa main. Kan kamu udah tahu. Mau ledekin maksudnya?” Wajah Mina kesal. 

“Aku ajari, ayo!” sahut Yungi. 

“Ayo, Bu! ikut main pleaseeeee!” Juna dan Zen memohon. 

“Dua lawan dua!” ujar Juna lagi. 

“Ya oke deh!” Mina menjawab. 

“Yuna, kamu video kami, ya!” sahut Juna pelan sambil mengedipkan satu matanya. 

Yuna mengangguk sambil membawa HP. Ia tersenyum tengil.

Bersambung 

Episodes
1 Bab 1 Circle 7
2 Bab 2 Permintaan Tolong
3 Bab 3 Keluarga
4 Bab 4 Ibu dan Papa
5 Bab 5 Cemburu bukan sih?
6 Bab 6. Dare aja lah
7 Bab 7 Pas
8 Bab 8 Ga Nafsu ah
9 Bab 9 Sidak
10 Bab 10 Jadi, itu Aku
11 Bab 11 Bayar Utang
12 Bab 12 Terima Kasih
13 Bab 13 Amit-amit
14 Bab 14 Ciuman Pertama
15 Bab 15 Saat Bahagia
16 Bab 16 Love dan Hope
17 Bab 17 That was good
18 Bab 18 Bahagiamu Deritaku
19 Bab 19 IYA, AKU CINTA DIA
20 Bab 20 Pelukan Pertama
21 Bab 21 Tujuh Orang
22 Bab 22 Mimpi tapi Basah
23 Bab 23 PERTAMA
24 Bab 24 No Way
25 Bab 25 Ngidam bareng
26 Bab 26 Permintaan Yang Aneh
27 Bab 27 Menatap Langit yang Sama
28 Bab 28 Sisi lain Mina
29 Bab 29 Tetangga Baru
30 Bab 30 Jay dan Mina
31 Bab 31 In Between
32 Bab 32 Hari Yuna
33 Bab 33 Giliran Dua Jagoan
34 Bab 34 Satu
35 Bab 35 Hadiah
36 Bab 36 Dokter kepo
37 Bab 37 Mi Ayam Gerobak Hijau
38 Bab 38 Curhat
39 Bab 39 Perihal Nama
40 Bab 40 Selamat Datang Baby Jun, Jay, dan Justin
41 Bab 41 Perkara Tahi Lalat
42 Bab 42 Masih menyoal Tahi Lalat
43 Bab 43 Terima kasih Ibu
44 Bab 44 Teman sekaligus saingan
45 Bab 45 Jika aku ga ada, kamu ada
46 Bab 46 Bersyukur
47 Bab 47 Beli satu dapat dua
48 Bab 48 Di Toko
49 Bab 49 Masih di Toko
50 Bab 50 Cinta Pertama
51 Bab 51 Saingan
52 Bab 52 Mina Hilang
53 Bab 53 Berat
54 Bab 54 Celah
55 Bab 55 Semuanya akan baik-baik saja
56 Bab 56 Kesalahan Besar
57 Bab 57 Kembali seperti dulu
58 Bab 58 Cerai
59 Bab 59 Tim Kompak
60 Bab 60 Rencana
61 Bab 61 Versus
62 Bab 62 Main peran
63 Bab 63 Diam tidak berarti lemah
64 Bab 64 Yang Sebenarnya
65 Bab 65 Aku sangat merindukanmu
66 Bab 66 Siapa Namanya?
67 Bab 67 Begitu Rupanya
68 Bab 68 Mina Ibuku
69 Bab 69 Kau bukan siapa-siapa
70 Bab 70 Jay dan Yungi
71 Bab 71 Mina Bangun
72 Bab 72 Zen dan Ibu
73 Bab 73 Mimpi Indah Yungi
74 Bab 74 Kebahagiaan itu Fatamorgana
75 Bab 75 Jangan Tinggalkan Aku
76 Bab 76 Karlee anak kita
77 Bab 77 Tetap Bersama
78 Bab 78 Serendah itukah nilaiku di matamu?
79 Bab 79 Halo, kita bertemu lagi
80 Bab 80 Tidak Perlu Repot untuk Lari
81 Bab 81 Iya, aku cemburu
82 Bab 82 Sepuluh itu banyak!!!
83 Bab 83 Ini pertarunganku
84 Bab 84 Ketahuan
85 Bab 85 Buta dan Tuli saja
86 Bab 86 Anak tetaplah anak
87 Bab 87 Sekali
88 Bab 88 Dari Mahendra menjadi Kanirogo
89 Bab 89 Sistem Pendukung yang Hebat
90 Bab 90 Oke Deh Pah
91 Bab 91 Menyoal gaun 1
92 Bab 92 Menyoal gaun bagian 2
93 Bab 93 Menyoal gaun bagian 3
94 Bab 94 Masih menyoal gaun
95 Bab 95 Legendaris
96 Bab 96 Permintaan
97 Bab 97 Brian
98 Bab 98 Karena kita saling mencintai
99 Bab 99 Menjadi bagian dari kami
100 Bab100 Menua Bersama
Episodes

Updated 100 Episodes

1
Bab 1 Circle 7
2
Bab 2 Permintaan Tolong
3
Bab 3 Keluarga
4
Bab 4 Ibu dan Papa
5
Bab 5 Cemburu bukan sih?
6
Bab 6. Dare aja lah
7
Bab 7 Pas
8
Bab 8 Ga Nafsu ah
9
Bab 9 Sidak
10
Bab 10 Jadi, itu Aku
11
Bab 11 Bayar Utang
12
Bab 12 Terima Kasih
13
Bab 13 Amit-amit
14
Bab 14 Ciuman Pertama
15
Bab 15 Saat Bahagia
16
Bab 16 Love dan Hope
17
Bab 17 That was good
18
Bab 18 Bahagiamu Deritaku
19
Bab 19 IYA, AKU CINTA DIA
20
Bab 20 Pelukan Pertama
21
Bab 21 Tujuh Orang
22
Bab 22 Mimpi tapi Basah
23
Bab 23 PERTAMA
24
Bab 24 No Way
25
Bab 25 Ngidam bareng
26
Bab 26 Permintaan Yang Aneh
27
Bab 27 Menatap Langit yang Sama
28
Bab 28 Sisi lain Mina
29
Bab 29 Tetangga Baru
30
Bab 30 Jay dan Mina
31
Bab 31 In Between
32
Bab 32 Hari Yuna
33
Bab 33 Giliran Dua Jagoan
34
Bab 34 Satu
35
Bab 35 Hadiah
36
Bab 36 Dokter kepo
37
Bab 37 Mi Ayam Gerobak Hijau
38
Bab 38 Curhat
39
Bab 39 Perihal Nama
40
Bab 40 Selamat Datang Baby Jun, Jay, dan Justin
41
Bab 41 Perkara Tahi Lalat
42
Bab 42 Masih menyoal Tahi Lalat
43
Bab 43 Terima kasih Ibu
44
Bab 44 Teman sekaligus saingan
45
Bab 45 Jika aku ga ada, kamu ada
46
Bab 46 Bersyukur
47
Bab 47 Beli satu dapat dua
48
Bab 48 Di Toko
49
Bab 49 Masih di Toko
50
Bab 50 Cinta Pertama
51
Bab 51 Saingan
52
Bab 52 Mina Hilang
53
Bab 53 Berat
54
Bab 54 Celah
55
Bab 55 Semuanya akan baik-baik saja
56
Bab 56 Kesalahan Besar
57
Bab 57 Kembali seperti dulu
58
Bab 58 Cerai
59
Bab 59 Tim Kompak
60
Bab 60 Rencana
61
Bab 61 Versus
62
Bab 62 Main peran
63
Bab 63 Diam tidak berarti lemah
64
Bab 64 Yang Sebenarnya
65
Bab 65 Aku sangat merindukanmu
66
Bab 66 Siapa Namanya?
67
Bab 67 Begitu Rupanya
68
Bab 68 Mina Ibuku
69
Bab 69 Kau bukan siapa-siapa
70
Bab 70 Jay dan Yungi
71
Bab 71 Mina Bangun
72
Bab 72 Zen dan Ibu
73
Bab 73 Mimpi Indah Yungi
74
Bab 74 Kebahagiaan itu Fatamorgana
75
Bab 75 Jangan Tinggalkan Aku
76
Bab 76 Karlee anak kita
77
Bab 77 Tetap Bersama
78
Bab 78 Serendah itukah nilaiku di matamu?
79
Bab 79 Halo, kita bertemu lagi
80
Bab 80 Tidak Perlu Repot untuk Lari
81
Bab 81 Iya, aku cemburu
82
Bab 82 Sepuluh itu banyak!!!
83
Bab 83 Ini pertarunganku
84
Bab 84 Ketahuan
85
Bab 85 Buta dan Tuli saja
86
Bab 86 Anak tetaplah anak
87
Bab 87 Sekali
88
Bab 88 Dari Mahendra menjadi Kanirogo
89
Bab 89 Sistem Pendukung yang Hebat
90
Bab 90 Oke Deh Pah
91
Bab 91 Menyoal gaun 1
92
Bab 92 Menyoal gaun bagian 2
93
Bab 93 Menyoal gaun bagian 3
94
Bab 94 Masih menyoal gaun
95
Bab 95 Legendaris
96
Bab 96 Permintaan
97
Bab 97 Brian
98
Bab 98 Karena kita saling mencintai
99
Bab 99 Menjadi bagian dari kami
100
Bab100 Menua Bersama

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!