Yungi menaiki tangga dan berhenti sejenak di pucuknya. Ia berjalan menuju kamar yang pintunya tidak terlalu tertutup. Ia berdiri di sana menyaksikan Mina tengah bergumam dengan lukisan Awan. Meskipun suaranya pelan, Yungi masih bisa dengan jelas mendengarnya.
"Aku minta maaf karena ngambil keputusan tanpa ngomong dulu sama kamu, Wan. Aku ga tega liat anak-anak. Maafin aku nikahin Yungi ga bilang dulu. Mudah-mudahan kamu bisa maafin aku. Aku janji aku akan terus melakukan apa yang biasa aku lakukan buat kamu. Jadi, kamu ga akan pernah kesepian, Hmm," ujar Mina sambil tersenyum dan mengusap wajah Awan pada lukisan dengan lembut.
"Minggu depan aku pergi sama anak-anak dan Yungi ke Jepang. Rencana kita jadi rencana kami. Maafkan aku ya! Tapi aku ga akan ubah rencana apa pun. Ini semuanya seperti yang udah direncanakan. Doakan kami ya. Aku berharap anak-anak bahagia. Kalau mereka bahagia, kamu juga bahagia, kan, Wan?" Mina tersenyum.
"Aku akan bahagia kalau kamu bahagia, Wan. Aku janji kamu ga akan pernah kesepian. Aku ga akan pernah ninggalin kamu. Aku selalu cinta kamu, Wan. Kamu ga marah sama aku karena aku nikah sama Yungi, kan? Erika titipin Yungi sama kita, kan. Kita udah janji mau jaga Yungi juga, kan?" Suara Mina agak tercekat sekarang. Sepertinya dia akan menangis.
Yungi yang berada di balik pintu tidak berbuat apa-apa. Dia hanya diam dan mencoba menenangkan pikiran dan sekarang ia menjadi punya pertanyaan. Kenapa Erika menitipkan dirinya kepada Mina dan Awan. Sejauh mana sebenarnya hubungan mereka. Dia penasaran.
"Aku rindu kamu, Wan. Doakan aku kuat ya!" Mina terisak. Ia menahan mulutnya dan menangis dan Yungi hanya bisa menyaksikan. Ia menelan ludah dan mengepalkan tangan. Sungguh ia ingin melakukan sesuatu. Ia ingin berlari memasuki ruangan dan memeluk Mina menenangkan, tapi kakinya kaku tak berjalan.
Ia mematung di sana dan tetiba air matanya melonjak keluar. Hatinya ikut sakit mendengar Mina menangis. Ia tahu jika ia berdiri lama di sana, pada akhirnya ia akan ketahuan. Jadi, ia memutuskan melangkah pelan kembali ke kamarnya, merebahkan diri dan menghela napas panjang.
Sebenarnya, ini bukan pertama kalinya Yungi menyaksikan Mina menangis. Sewaktu SMP, saat anjingnya, si Moli mati juga Mina nangis histeris. Juga pas dia jadi juara di perlombaan es skating di SMA, dia juga nangis sampai ingusnya bleberan. Pernah juga Mina menangis gegara ada temannya yang iseng merebut jepit rambutnya dan melemparkannya ke kolam renang. Ini juga waktu SMP. Namun, dari semuanya itu, kayaknya sakitnya ga sampai ke hati kayak sekarang.
Ini faktor umur. Semakin tua semakin sensitif. Itu pikir Yungi. Ia memiring dan menghela napas panjang. Dengan cepat ia pura-pura memejam saat terdengar gagang pintu ditekan. Mina masuk. Ia berjalan mendekati sofa bed lalu menarik selimut, menyelimuti Yungi sampai pada bagian leher. Setelah itu, ia berjalan menuju ranjang dan mematikan lampu setelah menyelimuti dirinya dan memejamkan matanya.
Yungi membuka matanya. Ia tak bisa tidur. Ia bangkit dari tidurnya sangat pelan karena tak mau membangunkan Mina. Ia berjalan perlahan ke arahnya. Mina sudah lelap dalam tidurnya. Ia duduk di tepi ranjang, mengamatinya.
Tanpa sadar wajahnya mendekati wajah Mina dan ia mendaratkan sebuah ciuman di keningnya lembut.
"Mmmph," lirih Mina dan itu membuat Yungi terkejut. Ia bangkit dan berjalan dengan cepat menuju sofa bednya.
"Astaga! Gila kamu Yungi!" Yungi bicara sendiri sambil merebah. Tangannnya memukul-mukul keningnya pelan.
"Goblok kamu, Yungi!" ujarnya kepada dirinya sendiri.
Dan lihatlah! Hanya gegara mencium kening istrinya yang ia bilang tidak ia cintai, naga di bagian bawahnya menggeliat bangun.
Yungi mengangkat selimutnya sambil menelan ludah.
"Sial!" gerutunya. Ia tahu naganya yang sudah bangun itu tak mungkin dengan cepat tidur kembali kecuali ia memberikan perhatian. Ia bangkit dari tidurnya dan berjalan menuju kamar mandi. Di sana ia melakukan dengan tangan dan setelah beberapa kali melenguh pelan akhirnya ia kesampaian.
Ia selesai membersihkan. Ia kemudian keluar dari kamar mandi setelah mencuci tangan dan kini ia benar-benar memejamkan matanya agar bisa dengan cepat tidur dan merasa lebih tenang.
Keesokan harinya dia bangun dan dia sangat berusaha bersikap sangat biasa. Beberapa kali Mina bertanya kepadanya tentang sikapnya yang aneh dan tentu saja ia tidak bilang apa-apa.
Ia tidak bisa membayangkan jika Mina tahu apa yang telah dia lakukan tadi malam kepadanya. Ia pasti akan diusir dari kamarnya. Ia langsung bergidik ketika membayangkannya.
"Astaga! Jangan sampai!" gerutunya kesal.
"Apa?" Mina yang tengah duduk di hadapannya bekerja di depan laptopnya menatapnya.
"Ah! Oh ini! ada laki-laki, dia dosen dipecat karena dia menghamili mahasiswinya!" Yungi bisa beralasan karena kebetulan artikel di depan laptopnya memberitakan hal itu.
"Whatttt! Seriusan!!! Itu gila. Awas tuh kamu! Ini jadi pelajaran buat kamu." Mina memperingatkan.
"Ga bakalan lah kalau setoran ranjang di rumah lancar, Min!" Yungi tersenyum nakal.
Mina melemparkan boneka Hippo warna biru punya Yuna ke arah Yungi sambil mengerling dan manyun kesal.
"Hahahahha," Yungi tidak mengelak. Ia menangkap boneka itu dan ia tertawa dengan puas. Baiklah, itu menyelamatkan keadaan Yungi hari itu dari kejadian yang sebenarnya.
***
Sebuah mobil terparkir di depan sebuah kafe. Mina dan Yungi keluar dari mobil itu dan keduanya berjalan santai memasukinya. Musik live yang cukup santai dibawakan seorang penyanyi laki-laki menyambut mereka saat mereka membuka pintu kafe. Suaranya mirip dengan Ronan Keating dan lagunya pun memang salah satu lagu yang dinyanyikan olehnya.
If tomorrow never comes, will she know how much I love her...
Bagian itu yang Mina tangkap tatkala ia berjalan dengan Yungi menuju sebuah ruangan VIP di lantai dua yang sengaja dipesan untuk acara mereka.
"Ini dia pengantinnya," ujar Justin saat Yungi membuka pintu dan ia langsung membuka sampanye.
Semua sudah ada di sana. Mereka duduk di sebuah meja yang cukup luas dan mulai berbicara. Tak lama kemudian mereka bersulang menyelamati sang pengantin.
"Istriku tak akan minum, jadi aku akan minum mewakilinya, ya!" ujar Justin sambil mengelus kepala Vee dengan lembut.
"Kalian pulang naik apa?" tanya Mina dengan khawatir.
"Ah, aku menyetir untuk mereka," sahut Jay.
"Oh, begitu. Baguslah. Kamu selalu yang paling perhatian." Mina tersenyum hangat sambil menatap Jay lembut.
Deg.
Yungi yang menyaksikan pemandangan itu mendadak kesal, seolah ada yang mencubit hatinya. Entah kenapa. Mina pilih kasih. Sama Jay lembut, sama dia kok enggak sih?
Mereka berbicara ngalor ngidul. Pertama, grup perempuan membuat lingkaran sendiri. Mereka asyik mengobrol bertiga dan diselingi dengan tawa renyah yang sesekali terdengar menyapu suara musik dari luar. Lalu, grup laki-laki berkumpul bersama-sama dan juga berbicara dan saling bercanda.
"Gimana, Bro? Nikahin temen sendiri?" Jun membuka percakapan.
"Selamat datang di klub teman tapi nikah, Bro, hahahaha," giliran Justin angkat gelas sampanye.
Hanya Jay yang bungkam padahal semua mata mengarah padanya.
"Aduh maaf! Aku ga punya komentar. Ga ada pengalaman soalnya!" Jay yang sadar akan situasinya langsung respons.
Yungi hanya tersenyum.
"Kalian udah... Ehem.. ehem?" Justin tersenyum sambil memainkan alisnya.
"Ehem... ehem apa? tidur aja ga seranjang," nada Yungi kesal.
"Hahahahahaha. Tumben kamu Yun ga gercep," giliran Jun yang tertawa puas.
"Sialan kalian!" Yungi berdiri dan berjalan ke arah balkon. Dia memilih minum sendirian.
Jay menghampirinya dan berdiri di sebelahnya. Yungi melirik ke arahnya sebentar lalu menatap lagi ke arah luar.
"Apa rencanamu, Bro?" Jay memulai percakapan.
"Kenapa kamu nanya?" tanya Yungi. Nadanya agak sinis karena sebenarnya ketika ia tahu bahwa Jay sering berkontak dengan Mina sifat posesifnya muncul dan ia tak suka melihat interaksi Mina dan Jay sejak tadi yang menurutnya terlalu dekat.
"Mina mencintai anak-anakmu, bukan kamu. Jadi, kalau kamu ingin dia cinta sama kamu, kamu harus mulai dengan membuat dirimu dikenali anak-anak kamu sendiri. Menjadi ayah yang baik itu bukan hanya menyediakan materi untuk mereka, melainkan juga menghadirkan kasih sayang dan dirimu sendiri kepada mereka. Kalau kamu bisa melakukan itu, aku pikir dia bakalan sayang sama kamu. Cinta kan bisa nyusul Bro! Yang paling penting effort-mu, hmm! " Jay menepuk satu bahu sahabatnya itu sambil tersenyum.
"Hmmm," ujar Yungi. Dia tak berkomentar panjang sebab hatinya masih menahan kesal.
"Tapi, kalau kamu mau cerai sama dia, Bro, hubungi aku. Aku akan dengan cepat membantu kalian menyelesaikannya." Jay tetiba berwajah serius.
Yungi kaget. Ia menatap Jay lalu tersenyum agak sinis.
"Rupanya itu yang kamu mau," sahut Yungi.
"Mina sangat berharga di mataku. Aku rela mengenyampingkan apa pun buat dia. Dia pilih kamu karena anak-anakmu. Aku hargai itu. Siapa saja di sampingnya, aku akan bahagia untuknya kecuali jika lelaki itu menyakitinya. Bahkan jika kau, sahabatku sendiri yang menyakitinya, aku ga akan segan ngambil dia dari kamu," jelas Jay. Wajahnya serius.
"Sejak kapan?" tanya Yungi.
"Apa?" Jay mengernyitkan alisnya.
"Sejak kapan kamu suka dia?" tegas Yungi suaranya terdengar membentak.
"Kamu ga perlu tahu. Itu urusanku. Pastikan saja kamu ga nyakitin dia. Karena sekali saja kamu membuatnya meneteskan air mata, aku tak akan segan merebutnya dari kamu. Paham?" Kedua lelaki berhadapan dengan wajah yang serius.
"Apa karena itu kamu pilih melajang?" Yungi bertanya lagi.
"Di hatiku hanya ada dia. Tidak ada tempat untuk yang lain." Jay berkata dengan tenang.
"Tapi aku ga akan ganggu kalian jika kamu jagain dia baik-baik," ujar Jay.
"Kalau gitu bagus. Jangan telfon dia tiap hari karena itu membuatku marah," ujar Yungi.
"Baguslah! Setidaknya cemburu dibutuhkan dalam sebuah hubungan. Baiklah! Aku tak akan menelfon dia setiap hari. Tapi aku akan selalu berkomunikasi dengannya dan kamu ga bisa nyegah aku. Paham!!!"
"Kamuu!!!" Yungi melotot.
"Kalian lagi ngapain. Kita mau main game nih! Seru seruan yuk masuk!" Jun memanggil mereka berdua.
Permainan dimulai. Mereka duduk melingkar di lantai beralaskan karpet yang cukup tebal. Sengaja mereka meminta pihk kafe menyediakan itu untuk acara permainan. Sebuah botol sampanye digelar di atas kertas dengan beberapa nomor di atasnya.
Cara mainnya juga mudah. Mereka hanya perlu memutar botol dan jika botol mengarah pada seseorang, dia harus menjawab pertanyaan dari si pemandu. Jay jadi pemandunya.
Pertanyaan disiapkan berdasarkan angka-angka yang juga digelindingkan menggunakan botol sampanye yang lain. Jadi ada dua botol di atas meja yang satu menunjuk orang dan yang lainnya menunjukkan angka.
Justin dan Vee yang menyiapkan pertanyaan, sementara Jini dan Jun yang mengeset permainan.
Aturan permainan sama seperti Truth dan Dare. Kalau pilih Truth harus jawab dengan jujur pertanyaan, tapi kalau pilih Dare, harus siap melakukan tantangan.
Permainan dimulai, Justin mendapatkan giliran pertama dan ia memilih Truth dan ia menjawab pertanyaan dengan jujur. Ini tentang arti Circle 7 untuknya.
Pertanyaan kedua harus dijawab oleh Yungi. Ia memilih Truth. Pertanyaannya, apakah ia pernah menyatakan cinta kepada seseorang. Ia menjawab tidak pernah.
Pertanyaan demi pertanyaan bergulir dan mereka tertawa dengan bahagia. Sampai akhirnya botol sampanye itu bergulir pada Mina. Pertanyaannya cukup mencengangkan dan itu membuat suasana menjadi agak tegang.
"Dengan siapa kamu melakukan ehem ehem pertama kali dalam hidup kamu?" Jay membaca itu dengan ragu dan ia menatap Mina yang wajahnya dipenuhi dengan kekagetan.
"Truth or Dare?" Jay melanjutkan tapi sikapnya tak tenang seolah ia tahu tentang sesuatu.
Dan sikap keduanya itu tak luput dari pengawasan Yungi.
"Kamu mau Dare?" Jay langsung menawari karena Mina mematung.
"Kenapa? berikan dulu dia kesempatan," ujar Jini sambil tersenyum.
"Iya, aku mau Dare," jawab Mina.
Ia menatap Jay berusaha tenang sambil tersenyum.
Yungi mengepalkan tangannya.
"Kamu harus cium pasanganmu di bibir selama 2 menit," sahut Jay.
"Cium pasangan?" Mina terdengar kaget.
Ia menelan ludah dan menatap Yungi. Yungi juga kaget. Ia menatap Mina.
"Baiklah!" ujar Mina.
Yang lain bertepuk tangan menyoraki.
"Aku set waktunya ya!" ujar Vee.
Mina berjalan mendekati Yungi dan langsung menempelkan bibirnya di bibir Yungi dan menutup matanya. Yungi agak melotot. Ia tidak siap. Mina terlalu tiba-tiba. Namun, di tengah keramaian itu, ia tak bisa menolak bibir Mina yang hangat terlebih tatapan Jay yang terlihat kecewa membuat nyali lelakinya muncul dengan begitu saja.
Yungi menahan kepala Mina dan ia membuka mulutnya lalu ******* bibir Mina.
"Mmmph!" Mina kaget. Ia membuka matanya. Tapi, Yungi menahannya. Awalnya, Mina mencoba memberontak. Ia mendorong Yungi. Namun, alih-alih bergerak, hisapan bibir Yungi semakin kuat.
Dia menyerah sebab seiring proses itu, ia merasakan kehangatan dalam ciuman Yungi itu dan itu mengingatkan pada ciumannya dengan Awan. Karena itu, ia membuka bibirnya dan membalas ciuman Yungi.
Yungi sendiri terkejut saat Mina menghisap balik bibirnya, mengigit bibir bawahnya dan memasukkan lidahnya ke mulut Yungi dan kini mereka berciuman dengan penuh gairah.
"Wow!" ucap Vee sambil menunjuk pada timer di HPnya yang sudah menunjukkan hampir lima menit kepada Justin.
"Kita kalah, Babe!" sahut Justin sambil tertawa.
Yang lainnya menonton kaget.
Tak lama kemudian, Mina melepaskan ciumannya.
"Baiklah. Ayo berhenti. Aku harus pulang. Aku janji hanya sebentar sama Sesil," sahut Mina sambil merapikan rambutnya. Semuanya menganggukkan kepala, sementara Yungi masih tertegun dalam duduknya, menahan jantungnya yang tetiba berdegup sangat cepat.
Mereka merapikan masing-masing dan saat Yungi tengah berpamitan dengan yang lain, ia melihat Jay dan Mina berbicara dengan serius. Jay memperlakukan Mina terlalu manis. Oh apakah harus berpelukan untuk berpamitan. Yungi memutar bola matanya dan dia semakin kesal.
"Ehemm!" Yungi berdeham sambil menghampiri mereka berdua.
"Sudah selesai. Baiklah! Stay in touch ya!" ujar Jay sambil tersenyum.
"Semangat Bro!" Dia menepuk satu lengan Yungi.
Mereka berpisah di sana.
Mina tersenyum sambil menaiki mobil. Ia terus tersenyum dan itu membuat Yungi merasa aneh. Tak lama berselang mereka sudah dalam perjalanan menuju pulang.
"Kamu ga apa-apa, Min?" Yungi melirik sebentar ke arah Mina.
"Hmmm," ujar Mina sambil tersenyum dan ia menganggukkan kepalanya.
"Kamu mabuk?" Yungi meminggirkan mobilnya dan tangannya memegang kening dan pipi Mina. Mina memegang tangan Yungi dan ia menciumnya.
"Astaga! Kamu kenapa, Min?" Yungi kaget. Mina yang asli boro-boro bakal cium tangan Yungi. Tangannya lagi jalan ke arah Mina aja pasti langsung dibabuk( dipukul) dengan gesitnya.
Yungi mendekatkan wajahnya ke wajah Mina, membaui mulut Mina dan bau alkohol memang. Tapi, seingatnya, Mina ga minum banyak. Setelah permainan, kan langsung beres-beres pulang.
"Min, kamu minum apa?" tanya Yungi pelan sambil membaui di sekitar wajah Mina dan tetiba Mina menarik wajah Yungi dan mencium bibirnya dengan kuat.
Yungi melotot lagi. Ia diam dan tidak membalas ciuman Mina.
"Aku ingin melupakan sesuatu. Jika tidak, kita tidak akan bertahan. Bantu aku, hmmm!" lirih Mina. Ia mengelus pipi Yungi pelan.
"Kita?" Yungi terkejut sekaligus bingung. Tapi dia menganggukkan kepalanya.
"Kamu ingin aku melakukan apa?" tanya Yungi lembut.
"Peluk aku!" lirih Mina.
Dan tanpa menunggu lagi, Yungi langsung memeluk Mina. Seketika Mina menangis sangat kencang sekencang pelukannya terhadap Yungi.
Yungi diam dan baru kali itu dadanya bergemuruh tak karuan saat seorang perempuan mungil, temannya sejak kecil memintanya memeluknya dengan tatapan yang hangat dan penuh harapan.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments