“Vee, kenalin nih, temen aku, Mina. .. Min ini teman cheerleader aku Vee,” ujar Gladys menatap Mina dan Vee bergantian. Yang ditatap saling menyunggingkan senyum kemudian berjabat tangan sambil menyebutkan nama masing-masing.
“Kalian sekelas?” tanya Vee.
“Ga, kami temen rumah,” jawab Mina.
“Oh, Oke. BTW, jadi gimana si Emilia?” Vee melirik ke arah Gladys setelah ia merespons Mina.
“Iya, kemarin kami besuk dia gitu di rumah sakit. Terus mamanya bilang Emi harus off dulu dari cheerleading dan sekolah juga. Mereka katanya mau bawa Emi ke Singapura gitu buat pengobatan kakinya,” jelas Gladys.
Emilia itu salah anggota cheerleader di sekolahnya dan kakinya terkilir karena jatuh. Jadi, dia tidak bisa latihan. Sebentar lagi mereka akan memeriahkan pertandingan basket antar sekolah dan Vee yang ditunjuk sebagai ketua cheerleading harus memastikan bahwa semuanya latihan dengan serius.
“Oh, serius kalau gitu! Kamu udah bilang kemungkinan dia diganti ga?” Wajah Vee terlihat agak kecewa. Ia paham benar sangat sulit mencari pengganti dengan waktu yang sangat sempit.
“Iya. Malah mamanya yang nganjurin buat cari pengganti.” Gladys sebagai wakil kapten menjawab.
“Berat ini! Emi kan masuk formasi utama,” sahut Vee. Raut wajahnya masih kecewa.
“Makanya aku udah bawa calon pengganti.” Gladys melirik ke arah Mina.
Vee juga jadi melirik ke arah Mina dan yang ditatap terlihat bingung.
“Kenapa? kok ngeliatin aku gitu?” Mina mengernyitkan alis.
“Kamu mau gantiin Emi ga di Cheers? Cuma buat acara basket aja.” Vee bertanya, tapi nadanya agak memaksa.
“Aduh, kayaknya ga deh! Maaf ga bisa bantu ya!” Mina langsung mengatupkan kedua tangan di dada dan nyengir.
“Eh, ini buat reputasi sekolah loh!” Vee memaksa.
“Giliran gini bawa reputasi sekolah!” gumam Mina sambil memalingkan wajah.
“Duh, beneran. Aku ga bisa. Soalnya ga ada pengalaman,” sahut Mina.
“Takutnya malu-maluin!” sambungnya.
“Maaf ya!” Mina menutup percakapan sambil agak menunduk dan ia langsung pergi kembali ke bangku Genta, membiarkan Vee dan Gladys bengong.
Bagaimana tidak? Ada banyak orang mengincar posisi anggota tim Cheerleading sampai ada usaha suap menyuap segala. Eh yang satu ini malah nolak.
“Besok kita ketemu di belakang sekolah pas istirahat, ya! Bawa foto anjing kamu. Nanti aku liatin punya aku juga.” Mina menepuk bahu Genta pelan sambil tersenyum ramah.
“Bye!” ujar Mina sambil senyum lagi.
Genta hanya menganggukkan kepala. Wajahnya memerah saking malunya. Itu pertama kali seorang perempuan mengajaknya berbicara dan imut pula. Semuanya tentu saja tidak luput dari pengamatan Yungi. Ia cukup kagum dengan si perempuan yang bisa membuat Genta berbicara, tersenyum dan tersipu malu. Ia tersenyum.
Keren juga tuh cewek!
Begitu pikirnya.
***
Yungi berjalan santai menuju taman yang berada di belakang sekolah. Biasanya ia akan tidur atau main game di Hpnya. Tentu saja guru tidak tahu kebiasaannya yang jelas-jelas melanggar aturan sekolah. Sebenarnya, dia tidak pernah sendirian. Nathan, Felix, Frans, dan Justin menemaninya. Namun, pada hari itu, Nathan dan Felix tidak masuk sekolah, sementara Justin dan Frans masih di kantin dan mereka sudah bilang mereka akan segera menyusul Yungi kalau urusan mereka sudah selesai.
Baru saja ia sampai di dekat halaman belakang. Ia melihat sebungkus plastik yang isinya kue kering tergeletak di salah satu bangku taman. Yungi tersenyum.
“Tuhan Kau selalu baik kepadaku. I love You,” ujar Yungi sambil menengadah dan memberikan ciuman melalui tangannya. Dia tersenyum sambil duduk dan membuka bungkusnya dan tanpa pikir panjang, ia mulai memasukkan satu per satu kue itu ke mulutnya sambil menggumamkan kata ‘uhm, enak’. Dia bahkan tidak menyadari seorang anak perempuan tengah berteriak kepadanya, marah-marah, sampai sebuah pukulan ringan mendarat di bahunya.
Yungi menoleh dan Mina di sana dengan wajah yang dipenuhi dengan air mata marah-marah kepadanya.
“Kenapa makan kuenya? Kamu nyebelin!” Mina setengah terisak. Ia menangis saking kesalnya kue yang ia sengaja buat untuk Genta dimakan Yungi.
“Oh, aduh. Ini kue kamu, ya!” Yungi menelan ludah. Kuenya yang sisa satu lagi di tangannya ia makan dengan cepat dan entah kenapa ia melakukannya. Terlambat juga jika dikatakan ia ingin menghilangkan barang bukti.
“Kok ga izin. Kamu ga sopan!” suara tangisan Mina semakin keras.
“Hey, aduh! Aku ganti deh! Jangan nangis ya!” Yungi panik tapi ia merasa lucu juga, khususnya dengan tingkah Mina yang menurut dia membuatnya gemas.
“Ga bisa diganti. Itu aku yang bikin semaleman. Kamu ga ngerti. Itu hadiah buat Genta.” Tangisan Mina semakin meledak.
Panik, Yungi dengan agak kuat menarik lengannya menjauh dari taman memasuki deretan pohon yang membawa mereka ke taman lain yang jaraknya lebih jauh.
“Sssst! Oke, oke, aku minta maaf! Lagian kamu juga, kenapa simpen kuenya di bangku gitu aja?” yungi tidak mau kalah.
Mina melotot. Ia menghentikan tangisnya dan mengusap air mata di pipinya.
“Kamu ga tahu malu!” Mina kesal, air matanya mengalir lagi, tapi kali ini ia tidak sesenggukan. Ia menginjak kaki Yungi saking kesalnya dan kemudian memukul lengan kanan Yungi beberapa kali.
“Oke, puas sekarang! Aku minta maaf, oke!” Yungi tersenyum, Wajahnya yang tengil memancing kemarahan Mina lagi.
“Kamu nyebelin!!!” Mina bicara dengan ketus dan ia berteriak sekerasnya.
“Astagaa!Jangan teriak dong! Aduh!” Yungi panik dan tetiba ia mendekati Mina menarik pinggang rampingnya dan menempelkan bibirnya di bibir Mina dan ini membuat Mina terkejut. Mina melotot dan bibir Yungi masih menempel di bibirnya.
“Ah, maaf! Kamu bikin aku panik. Tolong jangan teriak!” Yungi berkata dengan lirih setelah ia melepaskan ciumannya. Sikapnya terlihat canggung sekaligus malu. Ia mengusap-usap leher belakangnya sambil masih tersenyum. Beda hal dengan Mina yang terlihat shocked dan tetiba air matanya mengalir hangat membasahi pipinya.
“Brengsek kamu!” di sela tangisannya Mina berbicara dan ia berlari menjauhi Yungi meninggalkan beberapa kertas yang berserakan di atas rumput.
“Hey, aku minta maaf! Hey! Ini kertas kamu ketinggalan,” kata Yungi dengan suara yang agak keras.
Yungi memungut kertas-kertas itu lalu melihatnya satu demia satu.
“Anjing?” Yungi bergumam sambil masih menatap foto-foto itu dan wajahnya terlihat bingung.
“Gi, ... Yungi!!” Suara Justin dari kejauhan membuatnya beralih dari kertas-kertas itu. Dengan cepat, ia memasukkan foto-foto itu ke dalam sakunya. Apalagi Justin dan Frans sedang berjalan cukup cepat mendekati dia.
“Ngapain kamu di sini?” Justin langsung duduk di salah satu bangku dekat pohon.
“Hah! Ga ada, tidur,” ujar Yungi sambil berusaha terlihat tenang.
“Oh, gitu! Ya udah. ayo kita ke base camp,” sahut Frans. Dia berjalan balik meninggalkan mereka. Yungi langsung menganggukkan kepalanya.
Saat mereka berjalan menuju tempat mereka main game, Yungi melihat Genta duduk di taman dan di sebelahnya Mina menyunggingkan senyum sambil melihat beberapa gambar yang ditunjukkan oleh Genta. Dia berhenti sejenak dan memperhatikan mereka dari kejauhan.
“Wow! Genta dan Mina?” Justin kaget dan berhenti di sebelah Yungi.
“Mereka jadian?” tanya Yungi sambil melirik ke arah Justin.
“Hah! Ga mungkin! Bukan gaya si Mina pacaran! Dia mah sedatar jalan tol!” sahut Justin.
Justin, Mina, dan Gladys teman sekolah TK dan SD juga.
“Oh, gitu!” komentar Yungi tapi nadanya ragu.
“Lagian kalau pun jadian, ga apa-apa kali kalau mereka saling suka,” ujar Justin dengan nada normal.
“Iya, paling orang bilang ini yang namanya cinta itu buta,” komentar Frans yang entah kapa ikut berdiri di sebelah Justin.
“Maksudnya?” Yungi dan Justin langsung melihat ke arah Frans.
“Si Mina kagak punya mata. Aing (Sunda kasar; Aku) lebih tampan dibanding si Gentong. Kok dia yang dipilih!” Fransa bicara dengan nada kesal.
Kedua anak lainnya tertawa lalu mereka pergi setelah melirik ke arah jam tangan mereka.
“Cuma setengah jam lagi. Buruan ah!” Frans yang pergi duluan dan Yungi serta Justin mengikuti dari belakang.
***
Setelah kejadian di taman itu, ada banyak kesempatan Yungi bertemu dengan Mina secara tidak sengaja. Yungi selalu dengan teman main Gamenya atau dengan teman basketnya dan Mina pasti dengan Genta. Pada satu akhir Minggu misalnya, saat Yungi dan teman basketnya jalan-jalan di sebuah Mal setelah mereka latihan, mereka tidak sengaja melihat Mina dan Genta di area permainan Ice Skating. Mereka terlihat bahagia dan menikmati permainan mereka.
“Aku pikir si Gentong ga bisa sliding di es.” Komentar salah satu teman basket Yungi yang bernama Joseph saat melihat mereka bermain di arena ice skating. Yang lainnya cekikikan kecuali Yungi yang memang tengah fokus mengamati senyum Mina yang indah.
“Kok bisa si Mina sama si Genta?” teman lain Yungi yang bernama Andrew terlihat heran.
“Mau kiamat ini!” ujar Henry dan mereka tertawa lagi.
“Kalian jaga bicaranya!” Jun menggelengkan kepalanya.
“Jadi makan ga?” tanya Justin.
“Iya lah! Nih perut udah keroncongan,” jawab Yungi dan ia berjalan mendahului mereka.
Mereka mengikuti Yungi berjalan ke sebuah tempat pizza kesukaan mereka di dalam mal itu.
Pada kesempatan lain, Yungi bertemu lagi dengan Genta dan Mina di taman permainan. Saat itu dia jalan dengan Gladys. Mereka tidak berpacaran dan tidak suka juga dengan status itu. Mereka lebih suka dengan status teman tapi kencan.
Gladys yang menyadari dulu keberadaan mereka saat mereka naik bianglala dan Mina dan Genta tengah berjalan menikmati kembang gula. Gladys langsung menghampiri mereka yang tengah asyik menikmati corndog di salah satu bangku tak jauh dari tempat bianglala yang mereka naiki. Mina terlihat kaget saat ia melihat Yungi, tapi ia berusaha untuk tenang. Terlebih ia paham Yungi dekat dengan Gladys. Setidaknya mereka berpegangan tangan.
Awkward.
Mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan situasi ketika mereka bersama dan ketika beberapa kali salah satu atau dua di antara mereka meninggalkan yang lainnya dengan alasan toilet atau pesan makanan. Pertama, kedua perempuan meninggalkan Yungi dan Genta untuk pergi ke kamar mandi, lalu sebaliknya, tapi alasannya berbeda. Yungi beli makanan dan Genta menerima telfon dari mamanya.
“Maafin aku waktu itu ya uhm ... di taman belakang sekolah!” Yungi bicara dengan gugup sambil menatap Mina. Waktu itu hanya mereka berdua di sana. Wajah Mina langsung memerah. Jelas dia paham tentang arah pembicaraan Yungi.
“Jangan bahas!” nada Mina galak, tapi sebenarnya dia ingin menyembunyikan rasa malunya.
“Oh!” Yungi agak kaget dan dia juga ikut kesal. Kenapa harus segalak itu padahal dia sudah bilang maaf.
Mereka diam lagi. Mina menikmati minumannya dan saat ia tak sengaja melihat ke arah Yungi, ujung bibir Yungi dihiasi saus mayonaise Corndog.
“Tsk! Mina berdecak kesal. Ia tak mau berkomunikasi dengan Yungi tapi hati nuraninya menuntunnya agar bilang kepada Yungi perkara saus di ujung bibir.
Ia menghela napas panjang dan langsung memberikan sehelai tisu membuat Yungi bingung. Ia mengangkat kedua alisnya.
“Itu makanan di ujung bibir. Gladys ga suka cowok jorok. Jangan bikin dia ilang feeling,” nada Mina melunak.
“Oh, makasih!” ujar Yungi dengan canggung.
Mina tidak merespons. Yungi mengambil tisu dan mengelap bagian ujung bibir tapi sausnya masih ada di sana. Mina yang melihatnya hanya mengembuskan napas, lalu dengan wajah agak sedikit kesal mengambil tisu lain dan mengelap dengan lembut ujung bibir Yungi. Itu membuat Yungi terkesiap.
Mereka saling menatap sejenak lalu berpaling ke arah lain, sama-sama menyembunyikan wajah mereka yang memerah.
“Wooh!” Yungi mengembuskan napas membuang rasa gugup.
Untunglah itu tidak lama sebab Gladys dan Genta kembali ke bangku mereka walau tidak bersamaan.
Mereka berpisah di halte bus. Pertama, Genta yang dijemput lalu Mina dan Gladys nebeng pulang karena mereka tetangga.
“Kamu pulangnya ke mana?” tanya ayah Mina sopan.
“Ke daerah Cigadung, Om,” ujar Yungi.
“Ya udah, Om anter pulang, mau?” tanya ayah Mina.
“Ga apa-apa, Om, saya ga mau merepotkan,” ujar Yungi dengan sopan juga.
“Ga ngerepotin. Yuk naik!” sahut ayah Mina.
Jadilah Yungi duduk di belakang dengan Gladys.
Suasana hening sepanjang jalan sampai akhirnya mereka sampai di rumah Yungi. Ia mengucapkan terima kasih saat ia turun dari mobil dan mobil kembali melaju di jalanan.
“Pacarnya, Dys?” Goda ayah Mina.
“Eh, bukan Om, teman aja kok!” ujar Gladys malu-malu.
“Oh, teman aja!” sahut ayah Mina tapi nadanya bercanda.
Gladys senyum-senyum.
Mereka sampai di depan rumah Mina dan saat mereka turun, Gladys tidak lupa mengucapkan terima kasih.
“Min, bisa ngomong bentar ga?” tanya Gladys.
Mina menganggukkan kepala.
Mereka berdiri berhadapan.
“Tolong sekali ini aja, bantu tim cheerleading kami, Min. Beneran ga ada orang,” sahut Gladys. Jelas dari nadanya memohon.
“Tapi aku khawatir bikin kecewa. Emangnya ga ada tim cadangan?” tanya Mina.
“Ya, ada. Tapi ga ada yang qualified. Gimana kalau kamu coba dulu deh seminggu, kalau ngerasa ga bisa, ga apa-apa kamu bisa nolak. Aku bakalan nyari juga,” sekali lagi Gladys memohon.
Mina diam sebentar.
“Kostumnya ga terbuka kan?” tanya Mina.
“Ga, Min. Atasnya ketutup bawahnya kita pake legging gitu. Beneran ga kok!” sahut Gladys lagi.
“Iya deh, oke!” Mina akhirnya mengiyakan.
“Yes!” Gladys senang dan ia langsung memeluk Mina.
“Makasih ya Bestie!” ujar Gladys.
“Uhmm,” respons Mina sambil senyum dan menepuk punggung Gladys pelan.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments