Bab 9 Sidak
“Min, ini cukup baik, kan?” Yungi keluar dari kamar dengan memakai kemeja biru muda menghampiri Mina yang baru saja menggantung celemeknya dan secara keseluruhan, ia sebenarnya sangat rapi dan tampan.
“Ya, terlalu rapi bahkan!” ujar Mina sambil menyunggingkan senyum dan menatap Yungi hangat.
“Duh, kok aku jadi degdegan gini ya! Ini kok kayak sidak!” Yungi menggaruk belakang kepalanya sambil tersenyum gugup.
“Ah, biasa aja, Yun. Ga apa-apa, kok! Kalau kamu terbebani sama kata-kata aku tadi, biar aku jelasin deh dengan singkat.” Mina mendekati dan memperbaiki kerah baju Yunggi yang agak kusut.
“Apa?” Yugi sebenarnya deg-degan karena mereka berdiri terlalu dekat. Ia menelan ludah.
“Mama sama papa aku itu orangnya terlalu romantis, jadi kesannya dramatis di mata orang lain. Ya, di mata anak-anaknya juga. Mereka tuh suka nunjukkin kemesraan mereka gitu! Pokoknya kamu bakalan geli deh kalau liat mereka. Aku aja kebanyakan jijik kalau liat mereka gitu,” sahut Mina mulai menjelaskan.
“Oh pantesan kamu kayak ga tertarik sama yang gitu-gitu! Kebanyakan nonton adegan panas ya? Jadi bosen,” Goda Yungi.
“Bisa jadi! hahahah!” Mina tertawa lepas dan Yungi tertegun melihatnya. Kenapa tetiba ia merasa senyum Mina begitu manis dan semakin lama ia berbicara dengan Mina, semakin ia merasa bahwa hatinya hangat.
“Mama papa aku juga suka nanya-nanya soal ranjang kita dan pasti sidak kamar tidur. Dia pasti nanyain kamu kemampuan aku memuaskan kamu di ranjang dan juga kemampuan kamu di ranjang muasin aku.” Mina tersenyum saat Yungi melotot.
“Whatttt! Kamu lagi canda, kan, Min,?” Yungi menganga.
“Ga, sumpah! Ini beneran!” Mina tertawa kecil sambil membuat tanda peace dengan jari telunjuk dan tengahnya, menegaskan jawabannya.
“Terus, aku mesti jawab gimana?” tanya Yungi.
“Ya, kamu jawab aja seadanya. Kita kan belum sampai ke sana kan?” Mina tersenyum.
“Iya. Jadi, ga apa-apa kalau dijawab jujur?” Yungi memastikan.
“Iya, ga apa-apa. Tapi, kalau mereka nanya kenapa belum, kamu harus siapin alasan yang masuk akal ke mereka.” Mina menjawab dengan santai.
“Apa tah?” Yungi mengikuti Mina ke kamar.
“Ya Ampun. Masa aku terus kasih contekan. Ga seru ah Yun. Kamu kan pinter. Bikin aja alasan sendiri. Ntar kalau agak aneh, aku back-up!” sahut Mina sambil senyum.
“Duh susah itu!” Yungi menggerutu.
“Haha! Santai Yun!” Mina senyum.
“Oh, iya, aku hampir lupa!” Mina berbalik membuat mereka berdiri berdekatan lagi sebab Yungi mengikuti Mina tidak terlalu jauh di belakangnya.
“Yun, mama aku tuh ga suka gaya aku!” Mina menjeda sebentar . Ia manyun sambil mikir
“Maksudnya?” Yungi jelas bingung.
“Ah, kami ga se-frekuensi. Aku tuh kan apa kamu bilang dulu ya sama aku ... hmmm, Ah bener! Aku tuh kan wanita kolot! Itu kata kamu dulu!” Mina mengedipkan satu matanya.
Yungi langsung memerah.
“Ngapain bawa-bawa itu sih? Tapi emang kamu gitu!” Yungi bergumam.
“Nah itu. Jadi, selama Mama sama Papa aku tinggal di sini, jangan kaget kalau aku keterlaluan sama kamu, ya!” Mina mengatupkan kedua tanganya lalu meminta maaf.
“Keterlaluan gimana?” Yungi penasaran.
“Iya, aku bisa jadi abuse kamu! Pokoknya aku udah minta maaf! Sebenarnya sih aku juga ga nyaman. Itu kayak ga jadi diri aku sendiri, tapi kalau aku ga ngikutin apa kata Mama, dia pasti ngomel panjang sepanjang jalan kenangan loh! Pokoknya nyebelin!” Mina menggerutu kesal.
“Wow dramatis banget!” Yungi kaget dan heran juga dengan definisi ‘keterlaluan’ dan ‘abuse’ Mina.
“Tapi, ya udah ga apa-apa. Palingan beberapa jam aja kan ya!” Yungi melanjutkan.
“Apaan! Dua hari, Yun. Mama sama Papa kan nginep sampai lusa. Tante Yasmin aja yang sebentar!” Mina menjelaskan dan itu membuat Yungi melotot.
“Min, kok perasaan aku ga enak ya! Sumpah deh! Nikah sama kamu tuh, kok kayak aku masuk ke hutan lebat tanpa jalan setapak. Ini Aku bakalan selamat pulang ga ya!” Canda Yungi.
“Seru kan, Yun!” Mina mengangkat kedua alisnya dan tersenyum lagi.
Yungi hanya mengerling.
“Sekarang, keluar dulu, ya! Aku mau ganti baju. Ga bakalan lama!” ujar Mina sambil mendorong Yngi keluar kamar.
“Jangan lama!” ujar yungi. Sepertinya, ia benar-benar gugup.
“Hmmm,” Mina sambil menutup pintu.
Yungi menunggu di ruang tamu. Beberapa kali ia mengembuskan napas panjang, seolah sedang mempersiapkan sebuah ujian.
“Tenang aja, Yun, Kamu dulu nilai drama kan A. Pasti bisa akting gini doang, mah!” suara Mina mendekat seiring dengan derap kakinya.
“Iya hahaha!” Yungi dengan suara gugup menoleh ke arah sumber suara, tapi kedua matanya tertawan di sana dan mulutnya menganga setelah menggumamkan kata ‘woah’.
Matanya tak berkedip. Mina berjalan ke arahnya dengan penampilan yang berbeda dan itu jauh dari definisi wanita kolot atau konvesional yang selalu ia katakan dulu kepada Mina. Ia mengepang rambutnya longgar membiarkan beberapa rambutnya jatuh tergerai dan itu sangat sesuai dengan wajahnya yang mungil. Anting mutiara yang ia kenakan di kedua telinganya menekankan kecantikannya.
Yungi menelan ludah saat matanya menatap kedua bahu Mina yang biasanya tertutup kini hanya digantungi dua utas tali gaun berwarna biru yang panjang beberapa senti meter di bawah lututnya. Gaun Vintage elegan dengan FrenchV neck Sling itu sangat manis membalut tubuhnya.
“Wow!” Yungi melihatnya dengan rasa kagum.
“Apa Yungi! Mau ngomen lagi, ya!! Awas aja! Aku ga nyaman ini, tapi lebih ga nyaman lagi kalau Mama sama Papa ngomel. Ga enak di kuping!” ujar Mina sambil merapikan rambutnya
“Ga kok! Cuma mau bilang aja nanti kamu kehilangan identitas kamu kalau kayak gini!” sahut Yungi berusaha menenangkan dirinya.
“Nah, bener... bener itu! Iya kan, ini bukan aku soalnya! Berdoa aja lah aku ga masuk angin!” Mina setuju dengan yang dikatakan Yungi, padahal Yungi sedang mengejek dirinya.
“Oh, hampir lupa! Ini pake!” Mina memberikan sebuah cincin.
“Hah! Ini cincin geng kita waktu kuliah, kan?” Yungi kaget, tapi ia menerimanya.
“Iya, aku simpan semuanya. Kan sekarang udah ganti,” ujar Mina sambil nunjuk ke kalungnya. Jelas liontin yang ia pakai adalah sebuah cincin yang dimaksud.
“Oh, kamu masih simpan? Hebat!” sahut Yungi.
“Ini dipakai buat apa?” tanya Yungi sambil nunjuk cincin yang Mina berikan baru saja.
“Anggap aja itu cincin nikah kita, biar mama sama papa ga banyak komen. Udah buruan pake. Nih aku juga pake. Tuh mirip couple kan? Padahal 7 orang hahahaa!” Mina tertawa.
“Emang orang tua kamu ga tahu kalau kita punya ginian di geng?” tanya Yungi.
“Ga lah! Udah pake!” sahut Mina lagi sambil senyum.
“Terus kalau Mama sama Papa kamu tanya asal usul ini cincin gimana?” tanya Yungi.
“Ngarang aja lah! Kan kamu jagonya!” ujar Mina lagi. Dia berjalan ke arah pintu sebab dari arah luar terdengar suara mobil yang memasuki halaman.
Yungi menggelengkan kepala. Gini amat nikah sama si Mina. Pikir Yungi.
Ia sekarang mulai berpikir bahwa ia tak kenal temannya itu! 20 tahun ternyata masih belum cukup untuk mengenal seseorang.
“Mah, pah! Apa kabar?” Mina dan Yungi gantian sun tangan dan pelukan mama papanya.
Mereka terlihat bahagia.
“Tante, apa kabar?” Mina dan Yungi menghampiri tantenya dan mereka berpelukan sejenak dan kemudian saling menyunggingkan senyuman.
“Sehat?” tanya Tante Yasmin.
“Iya, sehat, Tante,” ujar Mina.
“Oh, ini yang namanya Yungi, ya!” Tante Yasmin senyum ramah. Dan Yungi bisa bilang bahwa Mina lebih mirip tantenya daripada mamanya yang tak sekejap pun melepaskan pegangan tangan dari ayah Mina.
“Jangan kaget ya dengan mereka!” bisik Tante Yasmin sambil menepuk punggung Yungi.
Yungi mengangguk.
“Mina udah kasih spoiler, Tante!” Canda Yungi.
“Hahaha, biasa aja kamu!” jawab Tante Yasmin.
Mereka masuk dan langsung menuju ke ruang keluarga.
“Anak-anak lagi latihan?” tanya Mama Mina sambil menatap Mina.
“Iya, Mah.” Mina menjawab sambil menyimpan cangkir yang sudah berisi air.
Sesil baru memasuki ruangan karena ia memarkirkan mobil dan langsung ngakak melihat dandanan kakaknya.
Yungi yang seolah mengerti ikut tersenyum.
“Pencitraan haha!” bisik Sesil yang berdiri di dekat Mina. Mina tersenyum.
“Kalau masuk angin kerokin ya, haha!” bisik Mina.
“Kakak cantik loh kalau kayak gini! Kak Yun aja ga ngicep tuh dari tadi!” bisik Sesil lagi sambil melirik ke arah Yungi yang memang sejak tadi matanya tidak lelah menatap Mina.
“Bodo amat!” bisik Mina.
“Hey, kalian nanaonan sih! Haharewosan wae!”( Ngapin sih! bisik-bisik terus!). Mamanya menganggu perbincangan mereka.
“Ga Mah, ini Sesil bilang mau jemput anak-anak. Jadi, nanya jam berapa.” Mina jelas bohong. Sesil mengernyitkan alisnya sambil cengo.
“Eh, ga usah, Sil! Nanti Kak Yun aja yang jemput!” sahut Yungi percaya dengan yang dikatakan Mina.
“Oke, Kak!” Sesil langsung tersenyum lebar.
Mina hanya tersenyum. Ia duduk di sebelah Yungi dan mengaitkan tangannya dengan tangan Yungi lalu mengenggamnya erat. Yungi membalas genggamannya dan membalas juga senyuman Mina yang disertai dengan tatapan Mina yang penuh makna, seolah bilang permainan akan dimulai.
Pada awalnya, tentu saja Yungi kaget. Itu kan di luar kebiasaan. Boro-boro pegangan tangan, mereka duduk leye-leyean begitu seperti menjadi bagian dari salah satu keajaiban. Namun, di balik semua kekagetan, Yungi juga mulai berpikir mungkin ini yang dimaksudkan Mina bahwa ia akan bersikap tak seperti biasanya, bahkan bisa jadi sikapnya abusif dan keterlaluan. Dan jika dia memperhatikan sejauh ini sikap Mina biasa saja, malah bisa dibilang menyenangkan.
Selain itu, Yungi juga mengamati bahwa selama mereka terlibat dalam pembicaraan yang ngalor ngidul itu, sikap mama dan papanya memang kelewat romantis. Mereka tak pernah lepas pegangan tangan. Papanya cium pucuk kepala Mama Mina sudah tak terhitung jumlahnya dan kadang-kadang mereka tatapan sambil menyunggingkan senyuman dan lama kelamaan ujung hidung mereka bersentuhan.
Cukup Wow! Mina saja sampai menggelengkan kepala! Tantenya beberapa kali mendeham memberikan kode agar mereka tidak kelewatan. Namun, mereka tak menghiraukan.
“Jadi, gimana Yun?” tanya Mama Mina ke Yungi.
“Apa, Mah?” tanya Yungi.
“Mina bagus ga di ranjang?” tanya Mamanya santai.
Yungi agak kaget tapi Mina menahan tangannya, memberikan tanda untuk bersikap biasa. Iya, Yungi tahu Mina sudah memperingatkan, tapi ditanya langsung dan diberitahu rasanya sangat beda.
“Kami belum melakukan, Mah!” suara Yungi agak pelan.
“Haaah! Kok bisa?” Mama Mina kaget.
“Iya, Papah mah dulu langsung attack aja, Yun. No wait-wait. Kelamaan mah takut basi!” Papanya Mina nimbrung. Keduanya tertawa sambil saling melihat dan Mama Mina memukul dada suaminya manja.
“Ih geleuh!” Sesil dan Mina kompak bilang dengan suara pelan. Yungi yang mendengar hanya tersenyum.
“Yungi belum ke makam Awan, Mah. Yungi belum minta izin sama Awan buat ngapa-ngapain Mina,” sahut Yungi dengan santai. Kali ini Mina yang kaget. Jawaban Yungi di luar pikiran Mina. Ia menatap Yungi. Yungi menatap balik sambil tersenyum. Pegangan tangannya mengerat. Sejenak dada Mina bergemuruh dan wajahnya langsung memerah.
Sesil dan Tante Yasmin yang memperhatikan interaksi keduanya langsung saling menatap dan tersenyum.
“Waduh! Serius amat! Yang meninggal mah udah pasrah!” sahut ayah Mina.
“Iya, Pah. Tapi tetep aja ga enak.” Yungi menegaskan.
“Ehm, kamu gentleman juga!” sahut Papah Mina.
“Kapan mau ke makam?” tanya Tante Yasmin.
“Besok, Tante,” jawab Yungi.
“Oh?” Semuanya kaget termasuk Mina.
“Maaf, aku sama anak-anak ngerencanain ini. Emang belum bilang sama Mina.” Yungi menjelaskan.
“Pantesan si Mina olohok (melongo karena kaget)!” kata mama Mina.
“Ya udah deh! Kalau gitu Mama sama Papa nginep semalem aja. Besok pulang kalau kalian mau jalan!” sahut Mama Mina.
“Tapi ke makam sebentar kok Mah!” ujar Yungi.
“Atuh kan bisi isuk geus ti Makam rek langsung sosonoan! (Mungkin besok pulang dari makam kalian mau langsung melepaskan kerinduan!) Kan udah izin!” ujar Mama Mina santai.
Mina melotot dan menatap Yungi yang sedang menahan senyum.
“Makasih Mah!” sahut Yungi.
Siang itu, Yungi meninggalkan mereka sebentar untuk menjemput anak-anak dan mereka makan siang bersama.
“Pah, dulu kalau Ibu pake baju kayak gitu, besoknya pasti minta kerokan sama ayah!” ujar Zen dengan nada khawatir. Mereka berbicara ketika kedua anak akan tidur malam.
“Oh, gitu!” Yungi kaget. Ada alasan kenapa Mina selalu memakai pakaian yang tertutup. Rupanya tubuhnya rentan dingin.
“Jadi papa ada kesempatan buat kerokin Ibu. Maju Pah. Hantam aja!” sahut Juna. Sikapnya sudah terlihat seperti Yungi Junior.
“Eh! Kalian! Coba itu dijaga bicaranya!” ujar Yungi tapi ia juga terkesiap mendengar yang dikatakan mereka.
Semuanya tertawa dan mereka mengucapkan selamat malam.
Yungi memasuki kamar dan Mina sudah berada di atas ranjang melambaikan tangan ke arahnya.
“Ada apa?” tanya Yungi sambil berjalan mendekati.
“Kamu bobo di sini sama aku,” sahut Mina. Dia membuka selimut sambil menepuk bagian di sebelahnya.
“Kenapa?” tanya Yungi, nadanya menolak padahal hatinya jingkrak-jingkrak.
“Nanti malem Mama sama Papa suka kasih kejutan. Percaya deh! Ini mah lagu lama. Aku sama Awan digituin juga,” ujar Mina.
“Seriusan? Kan kamu sama Awan saling cinta, pasti bobo bareng kan di sini!” Yungi duduk di sebelah Mina.
“Itu juga butuh proses. Aku sama Awan baru bobo satu ranjang abis satu tahun nikah,” jawab Mina dan langsung memalingkan muka karena bersin-bersin.
“Astagaa! keterlaluan!! Kamu sama dia selama setahun itu ngapain aja?” tanya Yungi lagi sambil mengambil tisu untuk Mina.
“Aku sama dia,” ujar Mina sambil mengambil tisu dan menahan bersin.
“Iya!” Yungi menatap Mina dan wajahnya tampak khawatir.
“Iya, kenalan. Makan bareng, nonton, iya gitu lah kayak pacaran!” ujar Mina tapi bicaranya kepotong bersin dulu.
“Min, kamu masuk angin kayaknya. Sok-sokan pake baju seksi,” gerutu Yungi.
“Iya, duh! pusing kepala,” sahut Mina.
“Mau dikerok?” tanya Yungi.
“Iih, apaan? kesempatan dalam kesempitan kamu!!!” Mina mengerling kesal.
“Terus kamu mau minta tolong siapa? Mama papa kamu?” Yungi menantang.
“Ah, ga usah dikerok!” ujar Mina.
“Bukan gitu, kalau keterusan bisa jadi kita ga pergi ke Jepang loh!” Yungi menjelaskan.
“Eh, jangan dong! Kasihan anak-anak!” Mina langsung protes.
“Makanya,” sahut Yungi sambil senyum.
Mina diam sejenak berpikir bagaimana baiknya, tapi tak lama kemudian ia memutuskan.
“Olesin minyak angin aja punggung aku. Ga usah kerokan.” Mina meminta tolong.
“Ya udah!” sahut Yungi. Ia mengambil minyak angin dari laci dan Mina sudah memunggunginya menyibakkan rambutnya.
Yungi diam sejenak menatap punggung atas Mina yang tanpa cacat dan ditengahnya dihiasi tahi lalat kecil.
“Yungi ngapain sih! Buruan!” Mina kesal.
“Ah, iya, maaf. Soalnya aku bingung gimana ngolesinnya. Itu bajunya ga dibuka sekalian?” Yungi senyum dan membuka tutup minyak angin.
“Yungi, kamu beneran lulusan Amerika ini? Nu kieu wae teu bisa. (Yang gini aja ga bisa),” ujar Mina lagi lalu bersin.
“Masukin ke dalem, jadi ga usah dibuka,” sahut Mina setelah bersin lagi.
“Apa yang masuk ke dalam, Min?” goda Yungi sambil senyum-senyum. Ia mulai mengolesi punggung Mina.
“Tangan kamu dong! Masa kepala kamu,” gerutu Mina.
Yungi senyum. Dia mulai De Javu., mengenang masa-masa mereka dulu bersama dengan geng Circle 7. Dari dulu bertengkar itu seperti ritual mereka.
“Kamu besok mau ikut ke makam Awan?” tanya Yungi sambil mengolesi minyak angin.
Mina tersentak dengan pertanyaan Yungi. Dia diam tak menjawab.
“Kalau ga ikut juga ga apa-apa, Min. Aku bisa pergi sama anak-anak,” ujar Yungi.
“Ga apa-apa, aku ikut aja,” sahut Mina pelan.
Yungi diam.
“Lagian aku juga dah lama ga ke sana,” sambung Mina.
“Min, udah selesai.” Yungi memasang tutup minyak angin.
“Iya, makasih,” sahutnya.
“Aku bawain baju hangat. Di mana kamu nyimpennya?” tanya Yungi sambil berdiri.
“Lemari,” ujar Mina sambil menunjuk lemari. Ia merebah.
“Jangan tidur dulu! Aku buatin minuman hangat. Dijamin tidur kamu nyenyak!” sahut Yungi sambil berjalan ke arah lemari.
Di membuka lemari dan bingung sebab baju hangatnya banyak.
“Yang mana Min? Banyak ini?” tanya Yungi melihat sebentar ke arah Mina.
“Yang mana aja lah! Sama aja!” ujar Mina tanpa melihat Yungi karena dia sedang mengetik sesuatu di HP.
Yungi menarik satu baju hangat dan tetiba satu barang jatuh mengenai kakinya. Ia menunduk dan berjongkok untuk mengambilnya. Itu satu anting bunga sakura. Ia memungutnya dan matanya membelalak. Ia masih dalam posisinya, tapi pikirannya tengah berada di tempat lain. Wajahnya langsung murung.
“Gi... Yungi!” Panggilan Mina membuatnya dengan cepat berdiri dan ia berbalik sambil tersenyum. Ia memasukkan anting itu ke dalam saku celananya dengan cepat.
“Min, aku ke dapur dulu ya, bikinin kamu minum,” sahut Yungi setelah menyerahkan baju hangat.
“Makasih ya!” Mina tersenyum dan ia kembali tidur berselimut sampai pada bagian lehernya.
Yungi menganggukkan kepalanya sambil berjalan ke luar kamar.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments