I Want You To Be Mine

I Want You To Be Mine

putus

Baru saja ia memarkirkan mobilnya diparkiran gedung tempatnya berkantor,  ia merasakan getaran yang berasal dari  saku celana bagian kanan dimana poselnya ia letakan di sana. secepat kilat ia merogohkan tangan dan meraih ponselnya.

" Ya sayang... tumben nelfon  pagi pagi ,kenapa hmm?." Ujarnya begitu tersambung dengan Litha  wanita ayu yang berhati bak malaikat,  yang sudah menemani hari harinya tiga  tahun belakangan ini.

" Dimana Mas?... dikantor atau masih dijalan?." Ujar Litha.

"Baru saja  sampai di parkiran, kamu dimana sayang di kantor?." Sahut Tyo balik bertanya.

" Saya dirumah karena sudah resign  seminggu yang lalu,Mas  ada waktu tidak? sepulang kantor nanti ? urgent."

" Re-ressign? ada masalah di kantor?." Tanya Tyo sedikit tersendat karena rasa terkejutnya,  tidak biasanya Litha membuat sebuah keputusan tanpa melibatkan dirinya.

" Mas usahakan ya sayang ...wait kamu bilang kamu  sudah resign?kok  baru memberi tahu Mas sekarang kenapa?," Ulang  Tyo sedikit kecewa, karena meskipun baru sebatas berpacaran mereka sudah berkomitmen untuk melibatkan pasangan masing masing dalam membuat suatu keputusan.

" Iya Maaf...  nanti saja ya kita bicara ,Mas  have a nice day and goodluck bye...." Pungkas Litha seraya mengakhiri  percakapan keduanya, sebelum Tyo sempat mengajukan pertanyaan lebih lanjut.

Dengan perasaan sedikit Masygul ia menyimpan kembali ponselnya dan bergegas masuk keruangan kerjanya,  tapi ia tidak bisa fokus   Litha mengajaknya bertemu karena Urgent, berbagai pertanyaan dan syak wasangka menari nari di benaknya.

Terlebih lagi  memang hubungannya dengan Litha sedang  tidak baik baik saja ,karena sebuah kesalah pahaman beberapa minggu yang lalu ,  kesibukan masing masing yang  menyebabkan komunikasi tidak  bisa seintens awal awal masa pacaran ,dan kerap kali terjadi miss komunikasi diantara mereka.

Tiba tiba saja pearasaan takut menyergap hatinya, secepat kilat ia menyambar ponselnya dan menghubungi Litha sampai 3 kali panggilan nya tidak mendapat respon , dengan sedikit gusar jemarinya menari nari diatas  deretan abjad di layar ponselnya  mengetikan pesan singkat.

Namun pesannya hanya bercentang satu yang menandakan  Litha tidak mengaktifkan layanan data pada ponselnya, ia  menggosokan kedua telapak tangannya, sejurus kemudian mengusap kan kearah wajahnya  dengan perasaan gusar.

Pandangan nya tidak beralih sedetik pun dari layar ponselnya , namun pesannya masih bercentang satu setelah limas belas menit berlalu, saat hatinya tengah gundah ia  terdengar ketukan dari arah pintu ruangan kerjanya.

 Tok.. tok

"Masuk." Sahutnya mempersilahkan .

Tidak berselang lama assistennya memasuki ruangan, dengan setumpuk berkas di  tangannya." Pak ini berkas berkas  yang ,perlu di tanda tangani segera." Ujar Marsha assistennya, meletakan tumpukan berkas itu tepat di depannya.

"Baik.. ini saja?."

" Untuk saat ini, iya pak."

" Baik terimaksih."

"Ada hal lainnya yang, bapak butuhkan mungkin?."

" Coba kamu tanya Rhea bagian hrd, sampaikan kalau saya butuh data kandidat ,yang akan  menggantikan posisi Celine ya Sha."

"Baik .. segera saya sampaikan , jika tidak ada hal lain saya permisi."  Ujar Marsha

" Silahkan."

Setelah assistennya meninggkal ruangan Tyo segera memeriksa tumpukan berkas laporan  yang perlu ia tanda tangani dan  chek ulang, namun fokusnya terpecah antara pekerjaan dan pesannya yang ia kirimkan pada Litha yang tidak kunjung berbalas.

Waktu yang di nanti pun tiba ia bergegas merapikan meja, dan beranjak keluar dari  ruangan kerja  ia mempercepat langkah nya menuju parkiran  yang ada di benaknya saat ini ingin secepatnya bertemu dengan kekasih nya itu.

Bughhh!

Sebuah tepukan mendarat di bahunya yang membuat ia sedikit terkejut, karena sedang tidak berkonsentrasi reflek ia menoleh kearah belakang. saat ia menoleh kebelakang tampak  Hilman tengah  nyengir kuda tanpa perasaan bersalah.

" Kampret loe , bikin kaget aja." Gerutu Tyo seraya pura pura,hendak meninju Hilman.

" Eeeits santai broo, jangan mudah emosi cepet muda loe nanti ." Ledek Hilman sambil masih cengengesan .

" Hhahahha.. kadal biasa aja loe ,mau ngapain gw lagi gak ada waktu nih."Ujar Tyo sambil terkekeh menanggapi jokes dari Hilman, seraya melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.

" Gabung yuuk! nanti malam kita mau ngumpul nih." Ajaak Hilman.

" Sorry gw absen dulu ada hal urgent, sorry gw duluan ya." Elak Tyo .

" Yaah payah sudah lama nih kita tidak kumpul, sibuk apaan sih loe." Rengek Hilman dengan muka di tekuk.

" Secret,... sorry kali ini benar benar tidak bisa lain kali .. janji." sahut Tyo seraya  menujukan sign promise dengan jarinya yang di balas acungan jempol oleh Hilman.

Tyo memacu mobilnya dengan kecepatan diatas rata rata, dewi fortuna sepertinya sedang berpihak padanya karena  jalanan  tampak sedikit lengang, sesekali ia membuka aplikasi chat berwarna hijau itu untuk mengechek kalau kalau pesannya sudah di balas. Dugaannya benar pesannya sudah mendapat balasan.

" Maaf sayang baru balas ,tadi antar saudara hp tidak di bawa." Balas Litha, Meski sedikit kesal namun ia berusaha meredam emosinya.

"Sekarang dimana, Mas otw nih." Tidak lama pesannya langsung di balas.

" Saya sudah sampai Mas, hati hati di jalan ya." Balas Lita tidak lupa mnyematkan emoji  tersipu malu.

" Sure ."

Ia mengarahkan kendaraan menuju sebuah cafe di kawasan kemang, tempat bersejarah  bagi mereka.

Sesampainya di dalam cafe yang di maksud, ia mengedar pandangan  dan Litha yang telah sampai lebih dulu  melambaikan tangan kearahnya.

Seperti biasa spot favourite mereka ada di corner ,yang menghadap jendela dengan view jalan, Tyo melangkah menghampiri  kearah Litha.

Setelah duduk berhadapan  dan menyeruput minuman favouritenya yang sudah di pesankan oleh Litha ia sedikit berbasa basi menanyakan kabar kekasihnya itu.

" Gimana kabarnya sayang?, kangen tidak sama Mas hmm?." Ujarnya seraya mengusap perlahan pipi wanita berwajah ayu di hadapannya.

"Perlu mas tanyakan?, ya sudah pasti kangen Mas." Sahut Litha sambil tersenyum tipis.

Namun Tyo dapat melihat bahwa senyum yang Lita sunggingkan sebenarnya hanya sebuah kamuflase ,karena sorot matanya berkata lain meski sedikit kecewa dengan respons Litha ,yang tidak seperti biasanya ia berusaha untuk tetap tenang.

" Ouuh ya kamu kenapa resign?....ada masalah kok tidak diskusi  dulu sama Mas?." Lanjut Tyo lagi.

Litha tidak menjawab tapi dia mengarahkan pandangan kearah lain ,seolah olah sedang mengumpulkan kekuatan untuk menyusun kata kata.

" Tidak apa apa Mas, maaf  tidak diskusi dulu dengan Mas." Jawab Litha  dengan suara lirih masih dengan posisi wajah menyamping sepertinya ada sesuatu yang membuat ia tidak berani mentatap wajah Tyo.

Cukup lama Litha memalingkan wajahnya kearah jendela membuat Tyo semakin penasaran ia  meraih wajah Litha dan memaksa Litha untuk menatapnya,  namun dengan cekatan Litha menepis  tangannya  dan kembali memalingkan wajahnya .

Sementara itu Litha tengah bergumul di dalam bathinnya, masih terngiang dengan jelas penjelasan dokter seminggu yang lalu. Semua berawal dari darah  yang keluar di luar jadwal menstruasinya, atas saran orang orang terdekatnya ia memberanikan diri untuk chek up.

Dan hasil pemeriksaan membuat tubuhnya lemas lunglai  seperti tidak ada tulang yang menyangga tubuhnya,

" Berdasarkan pemeriksaan fisik.. kemudian  gejala yang saudari keluhkan ,di perkuat  dengan  hasil lab  tidak diragukan lagi ini adalah  kanker servix, dan kabar buruknya ini sudah masuk ke stadium dua." Terang dokter yang memeriksanya saat itu.

"Mas disini sayang ....di depan kamu bukan di jendela, hargai Mas dong."  Dengus Tyo sedikit kesal dengan sikap Litha. Litha hanya diam membisu seraya menutup bibirnya dengan telapak tangannya.

Rasa penasarannya semakin tinggi dan ia menepis jemari lentik itu  dan  kali ini berhasil memaksa Litha untuk berhadapan sejenak ia tercekat saat melihat  bibir  Litha terlihat bergetar menahan isak  dan buliran bening telah menggenang di pelupuk mata wanita yang di cintainya itu.

Perasaan bersalah menyergapnya, dengan lembut ia mengusap cairan bening dari pelupuk mata Litha.

" Kamu kenapa sayang hmm? ,ada yang salah dengan sikap atau perkataan Mas tadi?." ucap Tyo seraya menggenggam  jemari Litha, lagi lagi Litha hanya  diam membisu dan air mata kembali mengenang di pelupuk matanya .

" Sayang kalau begini Mas pulang aja ya hmm?, Mas bukan cenayang loh yang bisa  menebak hanya lewat isyarat, gimana Mas pulang saja ya?." Ujar Tyo lagi dengan penuh kesabaran, saat Tyo hendak berdiri Litha menahan tangan Tyo,

" Maafkan saya Mas." Ucap Litha dengan suara parau .

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!