" Apa jarak jakarta dan semarang itu terlalu jauh buat kamu le untuk sesekali menjenguk Ibu? apa kamu menunggu Ibu sedho baru kamu pulang ?." Suara ibunya mulai terdengar parau dan dengan jelas ia mendengar Ibunya mulai terisak.
Perasaan bersalah kian mendera hatinya, karena telah membuat perempuan yang telah melahirkan dan merawatnya hingga ia sampai di titik ini bersedih.
"Ibu ampun ngendiko kados niku, saya minta maaf yang sebesar besarnya saya tahu saya salah, tapi Ibu jangan bicara seperti itu lagi harta yang berharga milik saya adalah Ibu." Sahut Tyo.
" Dengar tuh kamu Tyo...awas saja kalau Ibu sampai kenapa kenapa gara gara kamu, cepat pulang." Kakak perempuannya telah mengambil alih ponsel dari Ibunya.
" Sabar Tho Mbak, saya kan kerja gak bisa seenaknya cuti."
" Alesan .. ndang mulih ra sah kakean alesan, kasihan loh ini Ibu ."
" Bu jangan nangis, saya usahakan secepatnya pulang, Ibu sehat sehat nggih sudah dulu ya bu assalamualaikum."
" Yo le Ibu tunggu ,waaalaikumussalam." Tyo buru buru mengakhiri percakapan dengan ibunya selain di hantui rasa bersalah , juga untuk menghindari amukan dari Mbak dan Masnya yang lain karena ia sudah lama tidak pulang.
Tyo menghubungi Rhea mengabarkan ia ingin cuti , karena harus secaptnya pulang.
" Hallo Rhea... dua hari kedepan saya tidak bisa ngantor ada keperluan mendadak, harus secepatnya pulang ke Semarang ."
" Everthing is okay kan Yo?, pulang mendadak kenapa? ." Tanya Rhea dengan nada khawatir.
" Dont worry ,everthing is okay , masalah keluarga sedikit."
" Okay. "
Tanpa menunggu waktu dia memesan tiket penerbangan hari itu juga, untungnya bisa mendapatkan tiket setelah mengemasi beberapa lembar pakaiannya ia buru buru pergi kebandara, yang ada di fikirannya adalah secepat mungkin bisa menemui Ibunya.
Ucapan Ibunya beberapa saat yang lalu benar benar membuat nya takut, terlebih lagi sebagai anak ia merasa belum bisa membahagiakan ibunya.
Sekitar satu jam lebih ia sudah berada di bandara Ahmad Yani ,kota kelahirannya 34 tahun yang lalu, hampir dua tahun ia tidak menginjakkan kaki di kota kelahirannya ini banyak hal yang berubah, sengaja ia tidak memberi tahu keluarganya bahwa ia pulang ia ingin memberikan kejutan untuk Ibunya.
Taxi yang di tumpanginya telah masuk kedalam perumahan dimana Ibunya tinggal , setelah membayar ia berjalan memencet bel di pagar depan. Tampak gorden di jendela depan sedikit tersingkap, karena ada seseorang yang mengintip di balik gorden itu.
Tidak lama seorang perempuan berusia empat puluh an tampak tergopoh gopoh berjalan kearah pagar yang tidak lain adalah Mbak Tyas kakak perempuannya.
" Ty- Tyoo ini beneran Tyo? kok tiba tiba makbedunduk ." Ucap kakaknya seolah tidak percaya dengan apa yang di lihatnya.
" Ya bener lah Mbak ...mbok kiro opo medhi? ndang cepet buka ," dengus Tyo sebal.
" Sek tho, iki loh aku lali seng ndhi ." Sahut kakak perempuanya sambil mencoba satu persatu anak kunci ditangannya.
" Argghhh.... kesuwen sini biar aku yang buka," Sela Tyo tampak tidak sabaran, sambil mengambil alih sekumpulan anak kunci dari tangan kakak perempuannya.
"Nyohhhh!..rak sabaran blas!." Sungut kakak perempuannya menyodorkan kumpulan anak kunci itu ,ketangan Tyo sambil merenegut kesal. Tidak lama pintu gerbang itu pun dapat di buka oleh Tyo.
Ia berjalan beriringan dengan kakak perempuannya masuk kedalam rumah yang tampak ramai dengan jeritan dan suara larian larian.
" Rame Mbak, ono sopo wae?."
" Mbak karo keluarga Mas Ndaru, di tambah keponakan keponakan mu."
" Oouhh."
Para keponakannya berebut untuk mencium tangan, Mas Ndaru yang tampaknya baru selesai menunaikan sholat Isya keluar kamar.
" Mas.. piye kabare." Sapa Tyo.
" Alhamdulillah apik . kowe piye?." Sahut Mas Ndaru
" Alhamdullilah, Ibu Nangdi?." Tanya Tyo karena tidak melihat Ibunya sejak ia datang.
" Nang kamar, sholat paling." Sahut Kakak lelakinya.Keponakannya berinisiatif untuk memberi tahu kedatangannya pada Sang Ibu.
"Yangtiii, Yangtii." Seru keponakannya memngagail Ibunya dari luar kamar.
Tidak lama pintu kamar Ibunya terbuka.'' Yaangti tutup mata dulu ,jangan buka mata sebelum Erin bilang buka ya." Ujar Keponakannya seraya menuntun Ibunya menuju ruang tengah.
" Opo tho iki, ndadak kon merem ?." Gerutu Ibunya.
" Ok yangti boleh buka mata, satu dua tiga taaa daaa."
"Tyoo. iki tenan kowe le? " Ucap Ibunya seolah tidak percaya, dengan apa yang di lihatnya.
Suasana berubah menjadi haru biru Tyo langsung merangkul Ibunya ,dan menciumi wanita tua itu tidak hentinya.
" Maafkan Tyo bu.. Ibu sehat kan?." Keduanya saling melepas kangen dalam suasana yang mengharu biru, semantara yang lainnya ikut terharu menyaksikan pertemuan antara ibu dan Sang Adik Bungsu mereka.
"Wes ojo tangis tangisan terus , rioyo iseh suwi, mumpung Oom Tyo pulang kita todong Oom Tyo ajak kita wisata kuliner ke simpang limasetuju tidak?." Kakak perempuannya berusaha mencairkan susana agar tidak larut dalam kesedihan.
" Setujuuu ," sahut yang lainnya kompak.
Tyo hanya bisa tersenyum sambil menggelengkan kepala, melihat tingkah kakak perempuannya beserta para keponakannya. Tidak ada rasa letih yang Tyo malam itu karena kepulangannya di sambut dengan kehangatan keluarga besarnya.
Esok paginya di pagi yang cerah ia duduk berdua dengan Ibunya di teras depan, menikmati suasana pagi di tengah kebun bunga milik ibunya.
" Gimana kabar Litha le?." Celetuk Ibunya usai mnyesap Teh poci yang yang masih mengepul, Tyo yang sama sekali tidak menyangka Ibunya akan bertanya tentang Litha menjadi gelagapan. Ia tidak segera menjawab pura pura sibuk dengan ponselnya beberapa saat.
Karena merasa anak bungsunya mengacuhkan dirinya,beberapa saat Ibunya kembali bertanya.
"Yooo..." Seru Ibunya seraya memalingkan wajahnya,kearah Tyo
" Iyy-iyaa bu.. pripun?." Ujar Tyo.
" Weh lah dalah anak ini dari tadi Ibunya ngomong dianggurin , kabar Litha bagaimana le ?." Dengus Ibunya seraya mengulang pertanyaan yang sama.
Tyo menghela nafas panjang mencoba mengumpulan kekuatan ,sebelum menjawab pertanyaan Ibunya.Rupanya Sang Ibu memperhatikan sikapnya.
" Kenapa? ada masalah?,coba sini cerita sama Ibu." Ujar Ibunya bijak.
"Kami sudah lama berpisah Bu, saya tidak ingin mengingat hal sekecil apapun tentang dia,"
" Oouuh... tapi apapun alasan dibalik perpisahan kalian jangan sampai kamu membenci, Ibu dan Almarhum Bapak kalian tidak mau anak anak kami menjadi pembenci, punya lah sikap legowo , besar hati le." Lanjut Ibunya sambil kembali menyesap tehnya.
"Padahal dulu besar harapan Ibu ,agar Litha menjadi menantu eeh jebule wes bubar ya sudah berarti takdir mu dengan Litha hanya sampai disitu." Seloroh Ibunya dengan mata menerawang, Tyo tahu benar perasaan Ibunya pada Litha yang sudah dianggap seperti anaknya sendiri.
Kandasnya hubungan asmaranya dengan Litha, tidak hanya menyisakan rasa kehilangan untuk dirinya tapi juga Ibunya.
"Jadi kamu sudah ,dapat penggantinya?." Tanya Ibunya sesaat kemudian.
" Belum bu, tapi ada sih yang sedang Tyo suka, hanya saja...." Tyo tidak meneruskan ucapannya.
"Ngomong ki mbok sing cetho, ojo setengah setengah," Desak Ibunya.
" Dia baik, cantik tapi..."Tyo tampak kembali ragu untuk meneruskan ucapannya.
Ibunya melayangan lirikan mata kearahnya, jelas terlihat Ibunya jengkel dengan sikapnya yang sudah dua kali menggantungkan ucapan.
" Dia.. single mom." Tyo menarik nafas lega akhirnya bisa berterus terang tentang status Eva Wanita yang sedang dia incar ." Single mom kui opo? Lah ibu cilikan makan telo,ya bingung sama istilah istilah yang begitu." Ibunya menggerutu sambil kembali melirik kearahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments