"Suami." Yan Hao memanggil Xin Ji, tenang, matanya yang berair juga memandang tenang, tidak satu kali pun dia melirik wanita yang bergelayut di lengan suaminya, namun kakek Gu tahu, bahwa perasaan cucu mantunya tidak baik-baik saja.
Tangan Yan Hao yang memeluk lengannya, mencengkeram dengan erat, kakek segera menepuk tangan Yan Hao beberapa kali, memberikan sinyal agar Yan Hao tenang.
"Xiao Ji, apakah kamu tidak tahu bahwa istrimu telah kembali?" kakek Gu menegur halus.
"Tidak! dia bahkan tidak menghubungiku."
"Apakah itu menjadi alasan kau membawa wanita itu kerumah ini?" Kakek bertanya sambil memandang A Lin.
A Lin mendengar dan merasa tidak enak, "Kakek, aku tidak tahu kalau istri kakak sudah kembali." ucapnya sedih. "Dan lagi, kakak Ji mengundangku makan malam karena mengira kakek akan sendirian, dan memintaku menemani kakek." matanya memerah menahan air mata, penampilannya yang rapuh membuat setiap orang yang melihat ingin melindunginya.
"Jangan menyalahkan Linlin, aku yang mengundangnya kesini." Gu Xin Ji berkata sambil merangkul pinggang A Lin dengan posesif.
Yan Hao yang melihat adegan romantis di depannya termangu, dari awal sampai akhir dia tidak berkata apa-apa. Hatinya terlalu sakit, suaminya memeluk wanita lain dihadapannya seolah dia hanyalah bayangan yang tak terlihat.
"Tuan, makan malam telah siap." Bibi Wang datang menyelamatkan situasi yang canggung itu.
Segera mereka berempat menuju ruang makan. Yan Hao masih memegang lengan Kakek Gu, kalau boleh memilih, ia lebih suka makan sendiri di kamarnya, namun dia juga tidak bisa membiarkan kakek Gu makan sendiri, apalagi ada ular derik di rumah ini.
Pertunjukan kasih sayang yang ditampilkan Gu Xin Ji dengan ular derik A Lin membuat Yan Hao gerah, namun di wajahnya tidak memperlihatkan ekspresi apa pun, "Kakek, minum sup iga sapi ini, ini baik untuk kakek," Yan Hao memberikan semangkuk iga sapi yang sudah dimasak lama sampai empuk.
"Kamu juga makan, jangan cuma layani kakek," Kakek Gu berkata dengan sayang.
"A Lin, Apakah Kakekmu sehat," Kakek bertanya sambil memandang A Lin yang tengah tersenyum ketika Xin Ji membantunya mengiris steak. "Terima kasih kakak." A Lin tersenyum lembut pada Xin Ji.
"Kakek Shin sehat kakek, beliau akan kembali seminggu lagi." A Lin berkata pada kakek Gu.
Kakek Gu senang mendengarnya. "Syukurlah." Keluarga Gu dan Keluarga Shin yang merupakan keluarga A Lin adalah teman lama, awalnya untuk mempererat persahabatan mereka, para kakek berencana menjodohkan putra dan putri mereka, namun ternyata mereka sama-sama melahirkan anak laki-laki, jadi diputuskan jika ada cucu perempuan dan cucu laki-laki maka rencana itu akan tetap dijalankan. Tapi sayang, rencana itu juga gagal, Gu Fushen meninggal sedangkan Gu Xin Ji menikah. Kakek Shin sangat marah, jadi dia tidak mau bertemu dengan sahabat lamanya.
Yan Hao tidak menyela percakapan kakek Gu dengan A Lin, dia juga tidak perduli dengan keadaan sekeliling. Yan Hao memakan semua hidangan di atas meja, seolah lama tidak melihat makanan, hal itu tidak luput dari pengamatan Xin Ji. Diam-diam, dia mendorong daging iris lada hitam kehadapan Yan Hao, yang dari tadi berusaha di ambil tapi tak sampai. Saat Xin Ji mendorong daging iris itu, A Lin diam-diam menatap, matanya memandang tak suka.
Belakangan ini, napsu makan Yan Hao meningkat, perutnya selalu lapar, bahkan tengah malam dia bisa keluar mencari makan di dapur, oleh karena itu, Yan Hao selalu menyiapkan cemilan di apartemen saat masih di Korea, takut kalau-kalau dia lapar di tengah malam, dan tidak ada yang bisa di makan.
"Nyonya, puding pisang permintaanmu sudah selesai dibuat." Bibi Wang datang menyampaikan pesanan Yan Hao.
Mata Yan Ha berbinar, "Kamu yang terbaik bibi," Yan Hao memeluk Bibi Wang.
"Saudari Hao, apakah kamu tidak apa-apa?" A Lin bertanya prihatin.
"Kenapa?" Yan Hao bertanya heran.
"Aku perhatikan, selera makanmu luar biasa, apakah perutmu tidak sakit?"
Yan Hao yang sedang minum air langsung terbatuk kencang. Xin Ji seketika berdiri ingin membantu, namun kakek Gu lebih dulu bertindak, kakek Gu menepuk punggung Yan Hao lembut, "minum pelan-pelan." kakek berkata sambil memandang A Lin tak senang.
"Maaf, kakek." Yan Hao berkata malu. Dia selama ini tidak terlalu memikirkan selera makannya yang meningkat, karena menurutnya dia cuma capek dan stres, jika sudah istirahat, seleranya akan kembali normal, namun setelah ditegur A Lin dia merasa malu.
"Tidak apa-apa, makan yang banyak, kamu terlalu kurus." kata kakek Gu lembut.
A Lin tersenyum senang melihat Yan Hao terbatuk karena kaget, dia memang ingin membuat Gu Xin Ji melihat bahwa istrinya hanyalah "pot nasi" yang hanya menyukai makanan tanpa ada kelebihan lain. Wajah cantiknya akan hilang berganti dengan lemak yang akan bergantung di sana-sini. Membayangkan hal itu, senyum di wajah A Lin semakin cerah. "Saudari Hao, maafkan aku, aku tidak bermaksud menggodamu. Aku senang meihat selera makanmu, karena aku sendiri terkadang susah untuk makan, bahkan kakak Ji beberapa kali menegurku karena malas makan. Ya kan, kakak Ji?"
"Hhhmmmmm," Jawab Xin Ji malas.
Sebenarnya dia senang melihat Yan Hao, saat Yan Hao tidak melihat, dia akan menatap Yan Hao lekat. Jika saja dia tidak ada berita tentang dia dan Song Hyun cilaka itu, dia akan sangat bahagia bertemu istrinya kembali. Namun semua kesukaan yang dirasakan, tertutupi oleh sikap dingin dan cueknya, hingga Yan Hao sendiri tidak menyadari kalau suaminya sering mencuri-curi pandang melihatnya diam-diam.
--------------------------
Yan Hao dan kakek berjalan-jalan di taman setelah makan, Yan Hao juga banyak bertukar pikiran dengan kakek Gu. Kakek Gu orang yang cerdas, Yan Hao suka berbicara dengannya. Kakek juga suka mendengar Yan Hao ketika berbicara, suara cucu mantunya ini bisa membawa ketenangan. Rasanya suaranya seperti pembawa acara malam di radio yang biasanya didengar kakek jika menjelang tidur. Dan biasanya kakek langsung tertidur setelah mendengarnya. Pernah suatu ketika, penyiar itu tidak membawakan acara pada malam itu, kakek yang menunggu hingga larut malam menjadi kecewa. Ia menyuruh Butler di rumahnya di pulau agar menghubungi stasiun radio untuk bertanya mengapa pembawa acara malam tidak membawakan acaranya. Jawabannya membuat kakek tercengang, pembawa acara itu telah mengundurkan diri.
Kakek Gu kembali ke kamar setelah jalan-jalan singkat mereka, sedangkan Yan Hao dengan bahagia menyantap puding pisang buatan bibi Wang, setelah merasa puas dia kembali ke kamar. Pada saat ingin merebahkan tubuh, perutnya bergolak, seketika dia lari ke kamar mandi dan "Hoooeekkk....hooeeekkk...hhooeeekkk...." semua makanan yang telah masuk ke dalam perutnya, keluar dengan kekuatan penuh. Yan Hao muntah begitu banyak hingga tubuhnya lemas.
Tiba-tiba sebotol air mineral di sodorkan di depannya, tanpa berpikir, dia mengambil air itu dan meminumnya. Rasanya nggak enak, namun dia tahu mulutnya benar-benar merasa aneh, belum lagi perutnya, ketika rasa mual kembali menerjang, tangan kekar dan kuat, membelai punggungnya dengan lembut. "Masih ingin muntah?" suara lembut bertanya kepadanya. Yan Hao menggeleng lemah, namun dia tiba-tiba sadar, seketika berbalik dan hanya untuk mendapati sepasang mata hitam memandangnya dengan lembut.
"Kau.... " gerakannya yang cepat dan terburu-buru hanya memperburuk keadaan. Pandangan Yan Hao menghitam, dia terjatuh dan ditangkap Xin Ji tepat pada waktunya sebelum menghantam lantai kamar mandi.
----------------------------------
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Rahma Saleh
❤️❤️❤️💪
2023-08-23
0
Manda
hamil
2023-08-22
0