Kedatangan Pamella

Keesokan hatinya.

Pamella melangkah keluar dari pintu kedatangan. Menghirup udara di sebuah kota yang sering dikunjunginya semasa kecil. Kota yang sama sibuk nya dengan Jakarta. Macet, gedung pencakar langit ada dimana-mana serta hal lainnya. Kota dengan berbagai makanan enak dan selalu jadi identitas dari kota ini.

Surabaya menjadi kota favorit Pamella. Tempat asal dari orang tua nya. Karena pekerjaan yang akhirnya mengharuskan mereka meninggalkan kota ini, lalu tinggal di Jakarta dan di Swiss sebelumnya. Tetapi Surabaya jadi tempat yang selalu menyenangkan untuk Pamella, karena kebanyakan keluarganya memang tinggal disini.

Sayangnya. Niall ada di kota ini dan membuat kisah cinta barunya disini juga, menghirup udara yang sama. Batin Pamella terasa pedih. Seharusnya kalau hubungan mereka baik-baik saja, Niall ada di sini untuk menjemputnya. Tetapi yang terjadi sekarang adalah dia melangkah sendirian di sini, dalam kesepian yang mencekik, merasa sedih dan ironi.

"Pamella????"

Pamella menoleh mendengar panggilan itu, Lalu tersenyum ketika menyadari siapa yang menjempunya. Lelaki itu melambaikan tangannya.

"Halo Elvin." dengan cepat dia menghampiri sepupunya itu, meninggalkan tas nya di lantai dan memeluknya.

Elvin membalas pelukannya dengan sayang, Pamella akan selalu menjadi adik kesayangannya, Elvin adalah anak tunggal, dia tidak punya saudara dan satu-satunya orang yang bisa dekat dengannya adalah Pamella.

Diambilnya koper Pamella lalu mengerutkan keningnya, "Mana Niall????" Tanya Elvin.

Pertanyaan Elvin itu membuat ekspresi wajah Pamella berubah, meskipun dia berusaha menyembunyikannya di balik senyumnya yang pahit. Ya... keluarga besar mereka memang belum tahu tentang pembatalan pertunangan sepihak yang dilakukan oleh Niall. Hanya Mama Papa nya yang tahu dan Pamella melarangnya untuk memberitahukan kepada keluarganya yang lain. Itu semua karena Pamella masih berharap bahwa Niall akan kembali kepadanya, bagaimanapun caranya.

"Niall sedang sibuk." Pamella mengarang dengan cepat. "Lagipula aku kemari karena merindukan nenek dan kalian semua. Iya kan???"

Elvin tertawa. "Dan kami juga merindukanmu. Dari kemarin beliau sibuk menyiapkan kamarmu, dan menyuruh kami menyiapkan kue kesukaanmu, bahkan sekarang beliau sedang memasak makanan kesukaanmu." Elvin mengedipkan sebelah matanya. "Kedatanganmu kemari benar-benar membuat nenek bersemangat...." Wajah Elvin kemudian terlihat sedih. "Biarpun begitu kami tetap bisa mengerti kenapa bertahun-tahun kemarin kau tidak bisa mampir ke Surabaya, apalagi mengingat kondisi Niall waktu itu yang begitu sakit, kami mengerti betapa kau mencintainya dan ingin tetap berada di sampingnya kalau-kalau yang terburuk terjadi."

Pamella merenung dengan sedih. Ya, demi Niall dulu, dia telah mengorbankan seluruh waktunya, keluarganya, hari-harinya dihabiskan untuk mendampingi Niall dan merawatnya.

Elvin memperhatikan ekspresi sedih Pamella lalu menepuk punggungnya, memberikan semangat. "Hei.... kenapa kau murung??? Sekarang keadaan sudah lebih baik bukan??? Transplatasi jantung Niall yang sukses tentunya telah merubah hidup kalian, seperti sekarang, kau bisa main ke Surabaya dan menengok kami lagi."

Ketika Elvin berjalan sedikit di depannya, Pamella meringis, makin pedih. Transplatasi jantung itu memang telah merubah kehidupan mereka. Tetapi bukan ke arah yang Pamella inginkan.

Elvin kemudian menyuruh Pamella menunggu sebentar dan dia akan mengambil mobil di parkiran. Pamella mengangguk dan membiarkan sepupunya pergi. Pamella berdiri dan melihat sekekeliling. Kota ini benar-benar sangat dia rindukan. Pamella tersenyum pedih. Kota yang selalu memberikan kenangan masa kecil yang indah, sekrang berubah menjadi kota yang memberikan kenangan menyedihkan untuknya.

Suara klakson mobil Elvin membuyarkan lamunan Pamella. Lelaki itu kembali Turun denga pintu bagasi yang sudah terbuka. Elvin menghampiri Pamella dan membawa koper perempuan itu ke bagasi. Pamella masuk ke dalam mobil Elvin. Lelaki itu juga masuk setelah menyimpan koper Pamella di bagasi.

"Bagaimana perjalananmu??" Tanya Elvin.

"Lancar..."

"Kau pucat, dan kau baru saja keluar dari rumah sakit, tetapi kenapa kau memaksa datang kesini??? Bukannya menunggu sembuh???"

Pamella menoleh dan tersenyum tipis. "Karena aku merindukan nenek dan tidak bisa menahan kerinduanku, aku ingin makan rawon buatan nenek, sudah lama sekali tidak memakannya, terakhir saat lebaran kemarin kan??? Mama kalau membuatnya tidak bisa seenak Nenek."

Elvin terkekeh. "Kau ini, makanan terus yang di pikirkan. Dan nenek sekarang membuatnya untukmu."

"Nenek selalu yang terbaik. Oh ya bagaiaman kabar Om dan tante???" Tanya Pamella.

"Mereka baik, dan sekarang juga menunggumu di rumah. Lalu apa kesibukan mu??? Kuliahmu lancar kan???"

"Ya begitulah."

"Jadi kapan rencanamu akan menikah dengan Niall, kalian sudah bertunangan begitu lama loh."

"Doakan saja." Gumam Pamella. Dia bingung bagaimana harus menjelaskan semua itu kepada keluarganya mengenai hubungannya dengan Niall saat ini. Pamella takut mereka akan marah sama hal nya seperti kedua orang tua nya. Niall meninggalkannya dengan cara yang kejam. Niall mang tidak berselingkuh dari ya dan mengakhiri hubungan ini dengan pembicaraan yang baik, tetapi tetap saja bagi Pamella itu sangat tidak berperikemanusiaan. Niall memilih meninggalkannya karena ingin mencari gadis lain. Lalu siapa yanv tidak sakit hati karena hal itu.

***

"Bagaimana penampilanku?" Sheryl menatap ke arah cermin, lalu mengalihkan pandangannya ke arah Tisha dengan cemas. Sementara Tisha sendiri tampak tersenyum geli melihat polah tingkah Sheryl.

"Sheryl... kau itu cantik memakai baju apapun dan berpenampilan apapun. Lagipula Niall mencintaimu, jadi kau memakai kertas koran sebagai bajupun dia akan bilang kalau kau cantik." gumam Tisha, tidak mampu menyembunyikan kegeliannya.

Pipi Sheryl memerah dia lalu duduk di tepi ranjang, menatap Tisha dengan malu, "Mungkin memang aku sedang gugup." Sheryl mengangkat bahunya. "Kau tahu ini adalah kencan pertamaku... sejak... sejak..."

"Sejak dengan Alex?" Tisha melanjutkan dengan penuh pengertian. "Aku mengerti Sheryl. Tetapi bagaimanapun juga, kau masih muda, kau harus melanjutkan hidup. Aku yakin Alex di sana pasti akan tersenyum bahagia melihat keadaanmu sekarang."

Sheryl mengangguk, tersenyum sayang ketika membayangkan Alex. Alexnya pasti akan tersenyum karena Sheryl sudah bangkit dari kesedihannya, berani melangkah, memasuki cinta yang baru.

"Kau tidak apa-apa kutinggal di sini?" Sheryl melirik ke arah Tisha yang sekarang sudah selonjoran di ranjangnya sambil membaca koleksi novel milik Sheryl.

"Aku kemari kan bukan buat menemuimu, tetapi mau mengicipi masakan mamamu yang enak." Tisha mengangkat alisnya dan tertawa, "Jangan pikirkan aku, aku akan bersenang-senang di rumahmu."

Tisha memang selalu kesepian di rumah, ibunya sudah meninggal dan dia tinggal bersama ayahnya yang selalu sibuk, bahkan di hari minggu. Karena itu Tisha lebih banyak menghabiskan waktu di rumah Sheryl, dia sudah dianggap seperti anak sendiri di sini.

Ketukan di pintu membuat Sheryl terlonjak kaget. Tisha tersenyum geli dan menepuk pundak Sheryl dengan novel di tangannya, "Taruhan itu pasti mama yang bilang kalo Niall sudah datang."

Mamanya memang yang ada di balik pintu itu dan mengatakan kalau Niall sudah menunggu di ruang tamu.

Sheryl menoleh gugup ke arah Tisha, "Aku... aku pergi dulu ya."

Tisha mengedipkan matanya, "Bersenang-senanglah."

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!