Chika dan Niall turun dari mobil. Niall akhirnya sampai di Jakarta dan tadi pulang sebentar. Menemui Orang tua nya. Niall sempat berdebat dengan Mama nya karena Mama nya menghubungi Sheryl dan memberitahu Sheryl mengenai Pamella. Ada sedikit perdebatan di antara mereka sampai akhirnya Niall pun menuruti keinginan Mama nya untuk datang ke rumah sakit. Sampailah sekarang mereka di rumah sakit tempat Pamella di rawat.
"Dia ada di sana." Sang mama menunjuk ke kamar rumah sakit yang ada di lorong. Niall hanya menatap Mamanya datar. Tidak menjawab, dia masih merasa kesal atas pemaksaan yang dilakukan Mamanya untuk membawanya ke sini. Ya... setidaknya Mamanya menepati janjinya untuk tidak mencoba menemui ataupun mengganggu Sheryl lagi.
Niall lalu berjalan hendak menuju ruang perawatan Pamella. Tiba-tiba Mama nya memanggil namanya pelan, membuat Niall menghentikan langkahnya dan menoleh,
"Ada apa mama???" Tanya Niall.
Wajah Mamanya tampak sedih, menghadapi sikap marah anaknya. "Mama minta maaf melakukan ini semua, memaksamu datang demi Pamella. ini semua demi yang terbaik untukmu nak, Mama yakin Pamella yang terbaik untukmu begitu juga sebaliknya. Bukan perempuan entah darimana yang tiba-tiba muncul dan membuat keadaan kacau balau."
"Mama tidak berhak menyalahkan Sheryl. Kalau ada yang ingin Mama salahkan, itu adalah aku" Niall menatap Mamanya dengan pedih. "Dan Mama tidak tahu apa yang membuatku bahagia." Niall bergumam pelan, dan membalikkan tubuhnya, meninggalkan Mama nya yang tertegun.
Niall membuka pintu kamar perawatan Pamella dengan hati-hati. Kamar itu sepi, Papa dan Mama Pamella rupanya memilih menunggu di kantin rumah sakit. Mereka terlalu marah kepada Niall enggan untuk bertemu dan menyapa Niall, tetapi demi Pamella mereka mengalah dan memberi kesempatan Pamella untuk bertemu dengan Niall.
Pamella sedang tidur. Dan hati Niall nyeri saat menyadari betapa kurusnya Pamella saat ini. Tubuhnya tampak kurus kering dan lemah, dan bahkan pergelangan tangannya yang terhubung dengan jarum infus tampak begitu rapuh. Seolah-olah Niall akan mematahkannya kalau dia bertindak sedikit kasar kepadanya.
Hati Niall terasa tersayat-sayat menatap Pamella, dia duduk di kursi di sebelah Pamella yang terbaring tidur, mendesah dalam hati. "Kenapa kau begitu mencintaiku Pamella??? kenapa kau tidak dengan mudah melepaskanku???? melupakanku dan meraih kebahagiaanmu??? Toh aku sudah begitu kejam kepadamu....kenapa kau tidak membenciku dan berpaling saja???" Gumam Niall dalam hati.
Seakan merasakan kehadiran Niall, pelan-pelan mata Pamella terbuka, buku mata yang tebal memayungi matanya ketika dia berusaha memfokuskan pandangannya.
"Niall..??? Are you here????" Pamella bergumam pelan, tampak terkejut, rupanya orangtuanya tidak memberitahukan kepadanya tentang kedatangan Niall.
"Hai." Niall tersenyum. "Aku dengar kau sakit. Itulah kenapa aku datang menjenguk."
Pamella memalingkan mukanya, tampak malu. "Aku tidak apa-apa kok."
Niall menghela napas panjang, meraih jemari rapuh Pamella dan menggenggamnya. "Sorry Pamella. I'm so sorry."
Wajah Pamella tanpak menyimpan kepedihan yang amat sangat., "Kau selalu meminta maaf kepadaku dan aku akan selalu menolaknya Niall...." Gumam Pamella dengan suara lirih, ada air mata yang mengalir di situ, membuat mata Pamella mengerjap. "Tidak ada gunanya permintaan maaf itu, pada akhirnya kau tetap dengan tegas melukaiku dan meninggalkanku."
"Aku tidak pernah dengan sengaja ingin menyakitimu, Pamella." Niall menghela napas panjang, "Tetapi karena jantung ini. Dan aku harap kau mengerti..."
Pamella mengusap air mata yang berjatuhan di pipinya. "Karena jantung itu..." perempuan itu tersenyum pahit. "Aku sudah mencoba memahami, Niall... Aku mencoba. Setiap malam aku berbaring di kegelapan, menelaah alasan yang kau paparkan kepadaku... tetapi Aku tetap tidak bisa menerimanya." Ujar Pamella dengan sedih.
"Bagaimana mungkin sebuah jantung bisa mengubah perasaanmu secepat itu???" Wajah Pamella tampak kesakitan. "Perasaan yang sudah kita bangun sekian lama, yang kita pupuk dari kecil sampai sekarang, kau tau..." Suara Pamella tertelan oleh isak tangisnya. "Sejak dulu aku hidup dengan kesadaran bahwa aku akan menjadi isterimu akan tetapi kau..??? Kau menghancurkannya begitu saja."
Niall tertegun menatap Pamella yang menangis terisak-isak. Dia tidak tahu harus mengatakan apa. Semua orang tidak ada yang bisa menerima penjelasannya. Mungkin tidak masuk akal jika ditelaah secara logika. Akan tetapi Niall yang paling tahu, Niall yang merasakannya. Dan perasaan itu nyata. saat ini dia tidak bisa mengucapkan maaf kepada Pamella, karena perempuan itu tidak akan menerimanya.
"Lalu kau ingin aku berbuat apa, Mel??" gumam Niall putus asa, lelah atas penghakiman yang terus menerus ditimpakan kepadanya. Memang dia tahu bahwa dia bersalah akan tetapi mau bagaimana lagi, dia sudah tidak lagi mencintai dan memiliki perasaan kepada Pamella.
Pamella menatap Niall. "Aku tidak pernah bersikap egois sebelumnya, Niall. Kau tahu selama ini aku selalu mencoba mengutamakan kebahagiaanmu lebih dulu, bahkan pada saat aku memutuskan pertunangan itu dengan kejam, aku melepaskanmu." Air mata Pamella mengalir makin deras, tetapi perempuan itu tetap menatap Niall dengan tajam. "Aku ingin bersikap egois sekarang. Sekali saja dalam hidupku aku ingin memenangkan kebahagiaanku sendiri."
Pamella menghela napas, dan Niall menunggu,
"Jangan kembali kepada perempuan itu. Please Niall, please????" Pamella tampak begitu sedih. "Aku buang harga diriku untuk memohon padamu. Niall please??? Stay here, let's continue our organized life into the future. I will make you love me back, I know that love is still there...." Suara Pamella terendam oleh isak tangisnya. "Aku sudah mencoba Niall, tetapi aku tidak bisa tanpaku... kalau kau meninggalkanku lagi. kali ini aku... aku akan mati kalau kau melakukannya. Please stay here??? Aku akan membuatmu jatuh cinta lagi kepadaku, please???"
Niall membeku mendengar perkataan Pamella itu.
***
Beberapa hari kemudian...
Niall tidak datang lagi. Sheryl duduk dengan gelisah di kursi itu, kursi biasanya dia duduk berdua dengan Niall. Sudah hampir seminggu Sheryl duduk di kedai kopi itu setiap sore, tetapi Niall tidak ada. Dia mencoba menghubungi nomor ponsel Niall, tetapi selalu tidak aktif.
Hati Sheryl gelisah. Apakah ini ada hubungannya dengan telepon yang mengaku sebagai mama Niall waktu itu???? Apakah jika informasi waktu itu benar... Niall pulang menemui tunangannya dan tak kembali lagi kesini. Sheryl sendiri juga tidak tahu apartemen Niall, tidak tahu tepatnya di unit berapa, karena Niall hanya memberitahu bahwa dia tinggal di apartemen itu.
Tiba-tiba jantung Sheryl terasa berdenyut. Ketika Niall tidak ada, dia baru menyadari bahwa dia merindukan kehadiran laki-laki itu di hari-harinya, merindukan tawanya, merindukan kedekatan mereka bersama, saling berbagi cerita. Tanpa sadar, Sheryl mungkin sudah jatuh cinta kepada Niall.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments