"Apa kabar Sheryl ya????" Gumam Niall dalam hati. Sekarang dia terjebak disini bersama Pamella. Niall berusaha sebaik mungkin untuk merawat Sheryl dan menemani perempuan itu di rumah sakit. Niall juga dengan sengaja menonaktifkan ponsel nya dan tidak menghubungi Sheryl sama sekali. Niall tidak tahu bagaimana keadaan Sheryl sekarang, apakah perempuan itu selalu datang ke kedai kopi dan menunggu nya. Ataukan Sheryl sedang marah padanya karena telepon dari Mama nya saat itu. Niall benar-benar tidak tahu sama sekali. Niall juga khawatir dan sangat berharap jika Sheryl nanti tidak marah padanya. Niall juga akan menyiapkan diri untuk menjawab pertanyaan Sheryl mengenai Mama nya dan juga mengenai Pamella. Bagaimanapun, Niall harus siap dengan semua itu. Agar Sheryl juga bisa mengerti dengan keadaannya saat ini.
"Niall?" bisikan Pamella lirih, membangunkan Niall dari lamunannya. Lelaki itu tergeragap dan mengalihkan matanya ke arah Pamella.
"Apa Mel????"
Pamella mengamatinya dalam-dalam, lalu menatap ke arah mangkuk yang dibawa Niall. "Makanan nya sudah habis."
Niall menunduk dan mengamati piring di tangannya. Isi pirong itu sudah habis, dia bahkan tidak ingat sudah menyuapi Pamella sampai habis. Ditatapnya Pamella dengan malu. "Sorry...!!"
Pamella tersenyum lembut. "No problem. Its okay."
Niall kemudian berdiri dan meletakkan piring itu ke nampan piring kotor, setelah itu dia menoleh ke arah Pamella, "Bagaimana keadaanmu????" Tanya Niall memastikan keadaan Pamella.
Pamella meringis. "Masih sakit."
Hal itu membuat Niall menghela napas, kondisi Pamella sudah membaik, itu pasti. Rona mukanya sudah cerah, bahkan dokterpun mengatakan bahwa Pamella sudah boleh pulang asal beristirahat di rumah dengan intens. Tetapi Pamella selalu mengatakan bahwa dia masih sakit dan tidak mau meninggalkan rumah sakit, dia selalu mengeluh perutnya sakit dan kepalanya pusing. Semula Niall bingung, tetapi kemudian Niall menyadari, bahwa Pamella selalu mengatakan bahwa dirinya sakit karena ketakutan, dia takut ditinggalkan Niall lagi kalau ternyata dia sudah sehat.
Apa yang dilakukan Pamella itu membuat Niall sedih. Oh ya ampun, kenapa perempuan ini begitu mencintainya? Kenapa dia tidak bisa melepaskan Niall dengan mudah? Kenapa dia begitu menginginkan Niall bersamanya?
Pemikiran itu membuat Niall merasa frustrasi, tetapi dia menahannya. Pamella pernah berakhir dalam kondisi buruk ketika Niall bersikap tegas dan menolaknya. Niall tidak mau Pamella berakhir di rumah sakit lagi atau menanggung resiko fatal kalau dia meninggalkannya lagi kali ini. Kalau dia meninggalkan Pamella, dia ingin perempuan itu sudah melepasnya dengan besar hati, tidak meratapinya lagi.
Dan Niall melakukan ini demi menyenangkan Mama nya dan juga Pamella. Dia banyak berhutang budi pada Pamella. Sehingga Niall tidak maj bersikap egois. Meski berat, Niall mencoba melakukannya dengan baik agar Pamella juga bisa cepat sembuh.
Niall duduk di kursi di tepi ranjang dan menatap Pamella. "Mel, aku harus kembali kuliah. Aku sudah bolos hampir dua minggu." Ucap Niall.
Wajah Pamella langsung berubah sedih dan tersiksa. "Kau akan meninggalkanku lagi????" tiba-tiba air mata Pamella mengalir di pipinya. "Kau akan kembali kepada perempuan itu????"
Niall menghela napas pahit. "Bagaimanapun juga aku harus kembali ke sana Mel, kuliahku sudah terbengkalai, padahal aku baru memulainya."
"Kau bisa memulai kuliahmu kapanpun." Pamella menatap Niall tajam. "Dulu ketika sakit kau menunda kuliah magistermu dan kau baik-baik saja. Kenapa sekarang kau tidak bisa melakukan hal yang sama???? Kau bisa bekerja tanpa harus melanjutkan magistermu, perusahaan keluargamu banyak dan akan dengan tangan terbuka menerima mu."
"Pamella.." Niall bergumam frustrasi. "Tidak semudah itu, aku tidak bisa berhenti begitu saja, aku harus mengajukan cuti, mengikuti prosedur dan lainnya. Kalau tidak kuliahku selama ini akan hangus sia-sia. Aku melewati banyak tahap untuk.bisa masuk, bukan mendaftar langsung di terima. Aku belajar giat meng itu test masuknya, dan aku di terima karena kerja kerasku, jadi aku tidak bisa menyia-nyiakannya begitu saja dong."
"Biarkan saja." Pamella tersenyum pahit. "Toh kau mengambil kuliah itu bukan murni untuk kuliah, itu hanya salah satu alasanmu supaya bisa ke kota itu dan menemui perempuan itu."
"Pamella...???? Please???" suara Niall agak keras, mengingatkan. Membuat Pamella terdiam dan mengusap air matanya yang meleleh semakin deras.
"Aku tidak bisa lama di sini, aku harus kembali ke Surabaya."
"Demi perempuan itu??? Kau tega melakukannya kepadaku, Niall???? Kah tega meninggalkanku lagi???"
"Ini bukan masalah tega atau tidak.." Niall mengerrang, seperti kesakitan. "Aku harus kembali, Pamella. Harus kembali."
Pamella membeku, dengan air mata masih mengalir, ketika dia menatap Niall kemudian, tatapannya penuh dengan kesakitan dan kepedihan. "Aku membenci perempuan itu." Gumamnya dengan getir. "Aku tidak pernah bertemu perempuan itu, tetapi aku sudah membencinya. Aku sangat membencinya. Dia merenggutmu dariku, hanya karena jantung kekasihnya ada di dadamu. Padahal seharusnya kisah cintanya sudah berakhir, kekasihnya sudah mati. Dia seharusnya tidak punya kisah cinta lagi. Tapi... perempuan itu ternyata memilih merebut kisah cintaku, merebut kau dariku."
"Sheryl tidak pernah merebutku Pamella, ingat. Dia bahkan tidak mengetahui tentang transplatasi jantung ini. Aku yang mengejarnya." Sela Niall dengan cepat.
Pamella seolah tidak mendengarkan perkataan Niall, matanya menerawang menatap langit biru di jendela luar, "Seorang perempuan yang berbahagia padahal dia telah merenggut kebahagiaan perempuan lainnya, adalah perempuan paling hina di dunia."
Niall bagaikan tertampar mendengar perkataan Pamella. Perempuan itu seolah menutup diri, mencoba menipu diri bahwa bukan Niall yang meninggalkannya melainkan Sheryl yang merebut Niall. Pamella seolah membangun tembok kokoh yang dia percaya, menolak untuk menerima bahwa Niall tidak mencintainya lagi.
Tuhan??? Apa yang harus kulakukan? Niall berbisik putus asa ke dalam jiwanya. Suaranya bergaung tak tentu arah, tak menemukan jawabannya.
****
Beberapa hari kemudian, Pamella kemarin sudah di ijinkan untuk pulang. Dan Pamella sudah sampai di rumahnya dan di minta untuk langsung beristirahat. Niall menghentikan mobilnya di depan rumah Pamella. Niall bertekad untuk memberikan ketegasan kepada perempuan itu. Dia sudah mencoba membalas budi, dia sudah mencoba melembutkan hati ketika merawat Pamella dua minggu lamanya, tetapi perasaannya tidak berubah. Hatinya tetap memanggil-manggil dan merindukan Sheryl.
Detak jantungnya hanya untuk Sheryl, begitupun cintanya yang sekarang bertumbuh makin dalam kepada perempuan itu.
Niall masuk ke kamar Pamella. Lalu mendekati Pamella yang terbaring memandanginya.
"Sorry Mel, aku memang benar-benar harus pergi. Kau sudah sembuh kan??? Malam ini alu harus kembali ke Surabaya."
"Kau tetap pergi???" Pamella tampak seperti hampir menangis, tetapi Niall menguatkan hati. "Kau setega itu padaku???" Pamella menatapnya tak percaya, tampak rapuh lagi.
Niall menghela napas panjang. "Kau tahu aku tidak bisa di sini terus."
"Kau bisa... kenapa kau tidak mencoba Niall???" Pamella mulai menangis lagi.
Niall memalingkan mukanya. "Kau tahu aku sudah mencoba."
"Waktunya terlalu singkat... mungkin kita bisa mencoba lebih lama, mengunjungi tempat-tempat kenangan kita, mencoba menelusuri masa lalu kita yang indah...." Pamella berusaha menahan Niall.
Niall menggeleng, wajahnya mengeras, berusaha menegarkan hati menghadapi kesedihan Pamella. "Selamat tinggal Pamella. Aku minta maaf. Sorry.."
"Tidak! Niall! Niall! Jangan pergi Niall....Niall! Please...??? Niall..!!!?"
Pamella berteriak berusaha mencegah Niall. Tetapi keputusan Niall sudah bulat, dia membalikkan badannya, meninggalkan kamar itu, menulikan telinganya dari teriakan-teriakan Pamella yang memilukan, memanggil-manggil namanya dengan putus asa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments