Sebuah Kenyataan yang Gila

Tuan Song Hee meneleponku dan mengundangku ke acara peluncuran bahan tekstil terbarunya di pasar Internasional. Tak hanya itu, dia juga memberitahuku bahwa portofolio Fathir sudah diterimanya. Berkat cabang perusahaannya yang ada di Indonesia, mereka mendukung usaha Fathir dan akan mengadakan kerja sama dengan pria itu. Aku bahagia sampai menangis haru saat mendengar kabar baik darinya. Berkali-kali aku mengucap rasa terima kasihku pada Tuan Song Hee Chul. Aku berharap Fathir juga tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.

"Kapan kau akan pulang?" tanya Panji di tengah makan siang kami di sebuah kafe yang terletak di kota Gangnam.

Aku mengangkat bahuku. "Aku masih harus memenuhi undangan dari Tuan Song dalam peluncuran bahan tekstil terbarunya senin depan," jawabku.

"Masih ada lima hari lagi," gumam Panji, kemudian menyuapkan makanannya.

"Kau ingin pulang? Duluan saja! Aku akan segera pulang setelah acaranya selesai." Aku mengalihkan pandanganku ke arah lain.

Panji meletakkan sendoknya di atas piring. "Sepertinya kau tidak senang aku berada di sampingmu, Lea."

Aku mendengus. Ku lirik Panji yang sedang menatapku dengan sangat tajam.

"Kita sudah bertunangan dan akan segera menikah. Memangnya kau tidak ingin hidup bahagia bersamaku?" ucap Panji dengan nada marah.

Aku mengangkat wajahku. "Aku masih butuh waktu untuk menyesuaikan hatiku."

"Sampai kapan?"

"Entahlah. Aku sendiri tidak tahu."

"Keterlaluan!" seru Panji dan bangkit dari kursinya. Ku lihat langkah tegapnya keluar dari kafe.

Ada perasaan bersalah dalam hatiku, tetapi aku mencoba menyingkirkannya karena memang ini semua keinginanku. Aku ingin Panji tahu bahwa aku tidak menyukai pertunangan ini.

Setelah makan siang itu, Panji tak ada lagi di apartemenku. Aku tidak tahu dia ada di mana dan juga tidak ingin mencari tahunya. Aku hanya ingin fokus pada acara Tuan Song dan akan melihat Fathir di sana. Semoga dia juga hadir nanti.

Fathir menerima sebuah email dari perusahan tekstil ternama di Korea. Sebelumnya dia juga sudah mengetahui perusahaan ini dan menerima pesan dari mereka untuk mengenal lebih jauh lagi tentang toko baju yang sedang dirintisnya. Yang menarik perhatian adalah produk yang dijual Fathir di tokonya adalah hasil kerajinan para pengrajin tenun dan kain khas dari beberapa daerah yang ada di Indonesia. Keunikan itu membuat Tuan Song ingin berinvestasi dan bekerja sama dengannya.

Fathir menunjukkan undangan itu pada Arya. Senyum mengembang di wajah keduanya. Mereka tak menyangka bahwa usaha yang sudah dirintis akan membuahkan hasil yang sempurna tanpa mereka tahu ada sosok Alesha di balik semuanya.

"Kita akan berangkat, kan?" tanya Arya dengan senyum semringah.

Fathir mengangguk. "Kau percaya pada keajaiban ini?"

"Tentu saja. Ibu harus tahu ini supaya dia bahagia dan tidak khawatir lagi," ucap Arya.

"Ya. Aku akan segera mengurus tiket dan semuanya."

Aku membuka pintu kamar Panji, tetapi tidak menemukannya di sana. Apakah dia sudah pulang ke Indonesia? Sudah dua hari tak ada kabar darinya. Aku mulai bingung. Haruskah aku menghubunginya? Ah, dia pasti akan berpikir bahwa aku sudah mulai mengkhawatirkannya. Namun, bagaimana kalau dia benar-benar pulang dan memberitahu semuanya pada kakek? Kakek pasti akan sangat marah.

Belum sempat aku mencari nama Panji, sebuah telepon dari ibu masuk.

"Ada apa, Bu?"

"Kau bertengkar dengan Panji?" tanya Ibu tanpa basa-basi.

Aku masih diam.

"Dia ada di sini sekarang. Untung saja tidak bertemu dengan kakek."

"Dia sudah sampai di Indonesia?"

"Apa yang terjadi, Alesha? Kau tahu, kan, bagaimana reaksi kakek jika mengetahui hal ini? Ibu tidak ingin kau disalahkan terus-menerus olehnya," ucap Ibu dengan suara yang bergetar.

"Ibu tidak perlu khawatir. Tidak ada masalah besar yang terjadi antara kami. Lagipula, untuk apa dia datang ke rumah dan memberitahu Ibu? Mau cari suaka?" tanyaku dengan ketus.

"Ibu pikir kau sudah mengerti maksudnya. Jangan sampai kakek tahu apa yang terjadi di sana! Dia akan sangat marah padamu," kata Ibu memberi pesan padaku.

"Ya, Bu."

"Ibu sangat merindukanmu," ungkap Ibu di akhir pembicaraan sebelum telepon terputus.

Aku menghela napas panjang. Sudah ku duga, Panji akan melakukannya. Dasar pria pengecut!

Acara peluncuran produk terbaru perusahaan Hee Chul sudah di depan mata. Fathir melangkah dengan gagah memasuki gedung acara. Arya yang berada di sampingnya juga tersenyum dengan bahagia dengan keberhasilan yang mereka dapatkan.

"Mr. Fathir Al Faruq and Mr. Arya Sadewa," kata seorang penerima tamu di depan.

Fathir mengangguk. "Yes, we are from Indonesia."

"Okay. Please come with me, Sir!" seru si penerima tamu sembari menyuruh Fathir dan Arya mengikutinya.

Fathir terkagum-kagum dengan dekorasi yang ada di dalam gedung. Benar-benar mewah dan bernilai. Senyumnya mulai mengembang saat di sekelilingnya ternyata adalah orang-orang hebat dari beberapa negara. Dia tak menyangka akan menjadi salah satu dari mereka di sini.

"Kau lihat, Teman, bagaimana cara mereka memandang kita? Mereka tidak tahu bahwa kita hanya penjual baju di pinggiran kota," ucap Arya sembari memberi kode pada Fathir untuk melihat sekeliling mereka.

"Inilah keajaiban, Ya. Aku yakin Tuhan akan menuntun kita menuju kesuksesan ini, walaupun beberapa bulan yang lalu kita hampir putus asa," tukas Fathir dengan sendu.

"Kau benar. Tunangan Alesha hampir membunuh impian kita, tetapi karena dia jugalah kita ada di fase ini." Arya menunjukkan senyum terindahnya pada Fathir.

Mereka berdua saling berpandangan sembari mengucap syukur yang tak terhingga.

Acara dimulai dari beberapa kata sambutan yang luar biasa dari beberapa pengusaha hebat. Sampai akhirnya, pandangan Fathir tak lepas dari seorang wanita yang sangat dikenalnya. Dia berdiri dari kursinya dan terus mengamati wanita itu.

"Itu Ale-Alesha, kan?" gumam Fathir dengan suara yang bergetar.

Arya melihat ke arah pandangan mata Fathir dan menemukan sosok yang sedang disebutnya tadi.

"Alesha di sini? Ini bukan mimpi, kan?" gumam Fathir lagi.

Arya menepuk pundak Fathir. "Kau tidak sedang bermimpi. Itu Alesha," ucapnya.

Senyum Fathir mengembang. Sudah lama dia tak melihatku dan hari ini aku ada di depan matanya. Dia berusaha mendekatiku yang saat ini tampak berbincang-bincang dengan tamu undangan yang lain.

"Alesha." Fathir memanggilku dengan suara yang pelan.

Aku yang berada dalam kebisingan tak mendengar panggilannya dan terus berjalan menyapa para tamu.

Fathir tampak berlari dan mengejarku sampai aku hilang di balik pintu gedung. Dia tak melihatku lagi. Dia mulai putus asa dan berbalik untuk kembali ke dalam gedung, sampai akhirnya sudut matanya seperti menemukanku yang sedang membuka pintu mobil.

Dengan cepat, Fathir berlari ke arah mobilku. Namun, sepertinya Tuhan belum mengizinkan kami bertemu.

Aku menghidupkan mesin mobil dan melaju dengan kencang menuju apartemen. Rasa kecewa sedikit memburuku. Sejak acara dimulai sampai selesai, aku tak bisa menemukan Fathir di kursi para tamu. Apakah dia tidak datang? Ah, sayang sekali rasanya jika memang dia mengabaikan undangan ini. Padahal, aku sudah berusaha keras untuk menolongnya.

Saat Arya melihat kekecewaan di wajah Fathir, dia memiliki sebuah ide. Tuan Song Hee Chul pasti mengenalku. Dia menarik tangan Fathir untuk menemui Tuan Song dan memintanya memberikan alamatku.

Aku membuka laptop dan mulai menyusun laporan permasalahan yang sudah ku selesaikan di kota ini. Kakek juga tidak akan sulit untuk menemukan permasalahan dan jalan keluarnya. Semoga kali ini aku berhasil menyelamatkan anak perusahaan kakek.

Badanku sedikit kaku karena semalaman aku tak bisa tidur memikirkan Fathir yang tak datang di acara itu. Sangat disayangkan karena kesempatan itu hanya datang sekali seumur hidupnya. Andai dia menerima undangannya dan hadir, pasti keadaannya sekarang akan jauh lebih baik dari sebelumnya.

Aku meneguk air putih yang baru ku ambil dari kulkas. Tiba-tiba, bel apartemenku berbunyi. Sontak saja, aku kaget. Siapa yang tahu aku ada di sini selain Panji? Atau kakek yang datang menyusulku ke sini karena telah mengetahui pertengkaranku dengan Panji? Beribu pertanyaan berputar di otakku sampai aku tak sadar bel terus berbunyi.

Aku berjalan mendekati pintu. Ku intip keluar dari sebuah lubang yang ada di pintu. Betapa kagetnya aku, saat Fathir berdiri di luar apartemenku sekarang. Jantungku mulai deg-degan. Dia ada di Korea? tanyaku dalam hati.

Kebahagiaanku kembali. Wajah tampan yang pernah ku puji dalam diamku sedang di hadapanku sekarang.

"Kau baik-baik saja?" tanya Fathir setelah aku menyuruhnya masuk ke dalam apartemenku.

Aku mengangguk. "Seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja."

"Bagaimana dengan pertunanganmu?"

Aku melongo. "Haruskan kita membicarakannya? Aku sedang tidak ingin membahas masalah itu."

Fathir tertawa kecil. "Lalu, kau ingin aku mengatakan apa?" tanyanya sembari mengedipkan matanya sebelah kanan.

"Apa saja, asal jangan tentang Panji!" seruku dan tertawa.

Fathir tersenyum. Wajahnya tak berubah. Masih tetap Fathir yang ku kenal dulu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!