Mari Memulai yamg Baru

Hatiku masih sakit, tetapi aku mencoba untuk bangkit dan meneruskan hidup ini. Dengan langkah yang melambat, aku menoleh ke ruang kerja Fathir yang tampak kosong dari kejauhan. Perlahan-lahan, aku masuk ke dalam ruangan itu. Sebuah setelan jas berwarna hitam tergeletak di atas sofa. Aku mendekatinya dan memeluk benda berharga yang pernah ku miliki. Aku mulai menangis dengan keras. Sudah sebulan aku tak melihat wajah dan juga tak mendengar suaranya. Aku sangat merindukannya.

Di lain tempat, Fathir merasa putus asa. Dia sudah kehilangan semuanya. Dia kehilangan pekerjaan, apartemen, mobil, dan yang terpenting adalah diriku. Perasaannya padaku semakin kuat. Dia tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya. Bahkan, kini dia merasa menyesal karena telah membiarkan rencana yang kami susun dengan matang harus berantakan dan gagal. Namun, lagi-lagi dia berpikir dengan keras. Sepertinya seseorang sedang merencanakan sesuatu yang jahat padaku dan dirinya, tetapi siapa dia? Fathir tahu bahwa dia tidak boleh tinggal diam. Dia harus bangkit dan mencari tahu semuanya.

Kakek memandangku dengan tajam. Sorot matanya seolah-olah ingin menerkamku. Apakah dia masih marah dengan kejadian sebulan yang lalu?

"Ini bukan lagi kabar baru. Kupikir kalian juga sudah menantikan kebahagiaan ini," ucap Kakek dengan tegas.

Aku mulai gelisah. Mungkinkah kakek sedang membicarakan Panji dan keluarganya yang akan datang ke rumah ini? tanyaku dalam hati.

"Yong Drajat dan anaknya akan datang untuk melakukan pertunangan denganmu dan berkenalan dengan keluarga besar Syalem di hari Minggu nanti." Kakek memelotot ke arahku.

Aku terdiam. Sudah ku duga ini adalah rencana yang sudah disusun kakek setelah kejadian itu. Kakek tidak akan pernah membiarkan lepas dari peraturan yang mengikatku dengan kencang.

"Secepat itu, Ayah?" tanya Ibu sembari melirikku.

Kakek mengangguk sambil tersenyum.

"Aku belum menyiapkan apapun untuk menyambut mereka. Apalagi, acara pertunangan Alesha juga harus meriah, kan?" elak Ibu seakan-akan jawabannya akan diterima oleh kakek.

"Tidak ada yang harus kalian persiapkan karena aku sudah melakukannya. Aku tidak ingin merepotkan anak dan cucuku dalam masalah ini," ucap Kakek dengan senyum angkuhnya.

Aku menghela napas. Aku tak tahu apakah harus bahagia atau sedih menerima kabar ini. Bagiku duniaku sudah hancur sejak Fathir meninggalkanku.

"Bukankah Alesha masih merasakan kesedihan di hatinya?" Ayah mencoba menyanggah rencana kakek sembari menggenggam tanganku dengan erat.

"Sedih? Karena pria pembohong itu? Bodoh!" seru Kakek dengan kasar.

Aku menelan ludah. Seharusnya ayah tidak perlu membelaku seperti ini. Ini hanya menambah kesakitan di hatiku.

"Aku hanya tidak ingin putriku terluka," ucap Ayah dengan suara yang hampir tak terdengar.

"Tidak ada yang membuatnya terluka. Dia seperti itu karena perbuatannya sendiri. Kau tahu, kan, aku tidak suka pembohong!" seru Kakek dengan nada yang keras.

"Alesha tidak berbohong, Ayah. Dia melakukannya karena dia juga butuh haknya. Dia hanya ingin bahagia dengan pilihan dalam hidupnya," kata Ayah mencoba membuka hati dan pikiran kakek.

"Aku tahu yang ku lakukan adalah untuk kebaikannya," tukas Kakek.

"Ayah salah. Kita juga harus menanyakan keadaan Alesha saat ini. Ayah tidak bisa memutuskan semua ini dengan sendiri," bantah Ayah dengan wajah memerah menahan amarah.

"Aku adalah Ahmad Ghad Syalem. Semua yang terjadi di dalam keluarga ini adalah wewenangku. Kau mengerti?" Kakek bangkit dari kursinya dan memukul meja dengan keras.

Ibu tersentak. "Ayah, sudahlah! Jangan berdebat lagi!" serunya.

"Katakan pada suamimu untuk tidak membangkang!" seru Kakek, kemudian pergi meninggalkan kami di ruang makan.

Ibu menahan lengan ayah dengan wajah sendu. "Mungkin pertunangan ini adalah yang terbaik untuk Alesha."

Ayah menatap ibu dengan tajam. "Kau ingin menggadaikan kebahagiaan putrimu dengan keputusan ayah yang tidak masuk akal itu?" tanyanya dengan sangat marah.

"Kita bisa apa lagi, Sayang? Kita tidak memiliki kekuatan untuk melawan ayahmu," ungkap Ibu dengan perasaan yang hancur lebur.

Ayah menghela napas panjang. "Seharusnya aku bisa melindungi putriku dan keluarga ini."

Aku bangkit dari kursi dan berlari menuju kamar. Ku tumpahkan segala kekesalanku di atas bantal. Apakah hidupku harus diatur seperti ini? Apakah kakek tidak bisa memahami perasaanku sedikit saja? Tanpa ku sadari, permukaan bantal telah basah. Sudah banyak kali aku menangis dan merasa tak berdaya seperti ini.

Mira meneleponku. Dia mengatakan bahwa dia tidak bisa datang ke acara pertunanganku dengan Panji. Dia tahu bahwa semuanya pasti akan berjalan dengan lancar.

Namun, tak sama dengan Fiska. Wanita itu datang dengan sebuket bunga mawar di tangannya. Dia menghampiriku. Lalu, dia memberikan buket bunga itu pada Panji.

"Selamat, ya! Kalian benar-benar serasi," ujar Fiska dengan senyum semringah.

Aku tak menjawab. Ku lihat Panji mencium kedua pipi Fiska dengan lembut. Kemudian, Fiska melakukan hal yang sama padaku.

"Kau benar-benar beruntung, Sahabatku. Panji sangat tampan dan juga kaya raya. Ah, hidupmu akan selalu dipenuhi dengan kebahagiaan." Fiska memelukku dengan erat.

"Tidak seperti yang kau bayangkan, Fis. Aku tidak menyukai pertunangan ini," sanggahku dengan cepat.

Kalimatku membuat Fiska tertegun. "Kau bercanda? Memangnya apa yang kurang dari pria itu?" bisiknya di telingaku.

Aku mengangkat kedua bahuku. "Aku tidak mencintainya."

Fiska tertawa kecil. "Cinta akan datang dengan sendirinya, Lea. Seperti saat kau bersama Fathir dulu," katanya.

Aku mendengus. Ingatanku kembali pada Fathir. Bagaimana keadaannya sekarang?

Fathir memeriksa saldo di buku tabungannya dengan sangat teliti. Setelah melalui musyawarah panjang bersama Bu Kartika, ibu pengurus panti asuhan tempatnya tumbuh dan berkembang, dia memutuskan untuk membuka sebuah kedai baju. Setidaknya ilmu yang diperolehnya selama bekerja di perusahaan Syalem dapat dikembangkan dengan mengelola bisnis kecil ini.

"Apakah kau yakin usaha ini akan berhasil, Nak?" tanya Bu Kartika.

Fathir mengangguk. "Aku yakin, Bu. Ada beberapa hal yang sudah ku pelajari tentang dunia fashion selama bekerja di perusahaan Syalem."

Bu Kartika tersenyum. "Ibu doakan usahamu lancar, ya, Nak."

Fathir membalas senyuman Bu Kartika. "Aku akan berusaha untuk memberikan yang terbaik kepada adik-adik di sini, Bu. Panti ini harus berkembang dan menolong banyak anak yatim piatu seperti aku."

Bu Kartika mulai terisak. Dia kembali mengingat keadaan mereka saat mengalami kesulitan dulu. Saat itu tak ada pemasukan dari donatur tetap untuk yayasan mereka. Sampai akhirnya, Fathir dan beberapa anak lain yang sudah remaja harus bekerja di jalanan sebagai pengamen, bahkan pengemis. Keadaan sulit itu terus berlanjut sampai hari ini. Walaupun, Fathir masih terus berusaha.

"Oh, ya, bagaimana dengan Alesha? Apakah kau masih sering bertemu dengannya?" Pertanyaan Bu Kartika membuat Fathir tersentak.

Sudah sebulan lamanya, dia tak mengingat nama Alesha dan juga tak ingin mengingat siapa wanita itu. Rasa yang pernah dia rajut dalam waktu yang singkat membuatnya hancur seketika. Namun, hari ini dia kembali mendengar nama Alesha.

Pikirannya melayang. Dia masih ingat bagaimana perhatian Alesha yang begitu besar untuknya. Bagaimana Alesha memperlakukannya dengan sangat baik. Bahkan, dia mengingat bagaimana ciuman itu terjadi.

"Ibu ingin sekali bertemu dengannya."

Fathir kembali terkejut. "Untuk apa, Bu?"

"Ibu ingin berterima kasih karena telah memberimu pekerjaan yang layak dan baik. Walaupun, sekarang kau sudah tidak bekerja lagi. Namun, pengalaman itu membuatmu tetap bangkit dan semangat menjalani hidup. Ya, kan, Nak?" Bu Kartika memandang Fathir lekat-lekat.

Fathir tersenyum. Kemudian, dia menunduk.

"Dia pasti sangat cantik. Ibu bisa membayangkan bagaimana sosok Alesha sebelum Ibu bertemu dengannya."

Fathir memberikan senyum manis saat mendengar Bu Kartika memuji wanita itu. Sampai hari ini dia tidak memberitahu Bu Kartika tentang apa yang sudah terjadi pada hubungannya dan Alesha. Namun, dia yakin bahwa hubungan yang baik akan selalu menjadi kenangan yang indah. Ah, rasanya rindu itu kembali memuncah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!