Drama Segera Dimulai

Aku masuk ke dalam lift dengan was-was. Ku harap Fathir masih ada di sana menungguku. Ini sudah sangat terlambat.

Pintu lift terbuka. Ternyata Fathir masih ada di sana, tepat di depan pintu apartemenku. Aku mengajaknya masuk ke dalam. Dengan cepat, aku menuju dapur dan membuat segelas minuman untuknya.

"Aku minta maaf, ya. Apa kau sudah lama menunggu?" tanyaku sembari menyodorkan segelas air minum untuk Fathir.

Fathir mengambil gelas itu dari tanganku, kemudian meneguknya sampai habis. "Tidak terlalu lama untukmu, tetapi sangat lama bagiku."

Ku sandarkan tubuhku di sofa. Aku mulai khawatir karena Fathir sudah menunjukkan ekspresi yang tidak menyenangkan. "Um, aku dan kakek berdebat tadi pagi. Panji dan keluarganya akan segera datang ke rumah untuk bertemu denganku. Aku sangat marah dan berusaha untuk tetap bertahan dengan pilihanku. Lagipula, kakek sudah setuju saat aku berjanji akan mengenalkan dirimu dengannya."

"Bagus, kan?" ucap Fathir dengan senyum kecut di wajahnya.

Aku melongo. "Apanya yang bagus? Itu seperti bom atom yang akan meledak di kepalaku."

"Setidaknya kau bisa mengenali calon suamimu dulu, setelah itu kau akan tahu bagaimana bertindak selanjutnya," jawab Fathir.

Aku menatap Fathir lekat-lekat. Sepertinya apa yang dia katakan adalah benar. Namun, aku tidak ingin mengenal pria itu karena aku tidak menginginkannya menjadi suamiku. "Aku tidak mau," bantahku dengan tegas.

Fathir mendengus. "Lalu, apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanyanya.

Aku memutar bola mataku sembari berpikir. "Aku akan mengubah penampilanmu lebih dulu. Kau sudah siap, kan?" tanyaku.

Fathir mengangguk. "Aku siap."

Aku tersenyum dengan semringah. Kemudian, aku mengambil hand bag yang berada di atas meja.

Perjalanan pagi ini cukup jauh karena aku memilih Bandung menjadi tempat penyamaran seorang Fathir dimulai. Dengan berbekal informasi dari sebuah situs di internet, aku menemukan salon yang berkualitas tinggi dan tidak murahan. Aku juga sudah memesan tuxedo hitam yang mewah dari rekan bisnisku. Kupikir ini akan menjadi penampilan yang luar biasa untuk Fathir.

"Apakah tempatnya masih jauh?" tanya Fathir setelah lama bungkam selama dalam perjalanan.

Aku mengangguk. "Mungkin untukmu ya, tetapi untukku tidak," jawabku mencoba meledeknya.

"Memangnya di sini tidak ada salon yang bagus?" tanya Fathir dengan sedikit rengekan di akhir kalimatnya.

"Oh, tentu saja banyak."

"Lalu, kenapa harus sejauh ini?" Fathir memicingkan kedua matanya saat bertanya karena mentari pagi sudah masuk melalui kaca depan.

Aku menarik napas panjang. "Kau pernah menonton film-nya Tom Cruise? Kau tahu bagaimana penyamaran yang dilakukannya di Mission Impossible agar misinya berhasil?" tanyaku dengan geram karena sejak tadi pria ini banyak mengeluh.

"Kau bertanya pada orang yang salah. Aku sama sekali tidak pernah menonton televisi, apalagi film Tom... Tom... Tom siapa tadi maksudmu?" ucap Fathir dengan ketus.

Aku menoleh ke arahnya. Dia benar, aku sudah salah orang. "Tom Cruise."

"Nah, itu."

"Aku hanya ingin misi ini berhasil, jadi aku akan berusaha sebaik mungkin. Kau tidak perlu repot-repot memikirkannya karena aku sudah mengaturnya dengan sangat baik dan rapi. Duduk saja di tempatmu dan ikuti aku!" seruku dengan lugas. Aku tidak ingin pria ini terlalu banyak membantah. Lagipula, dia tahu apa, sih, tentang penyamaran?

"Baiklah. Aku akan diam dan menurutimu," jawab Fathir.

Aku tersenyum. Ku lirik Fathir yang mulai menempelkan wajahnya ke jendela. Perlahan-lahan, dia menutup matanya.

Pikiranku kembali berkecamuk. Apakah ini cobaan hidup yang harus ku lewati di umurku yang sudah matang ini? Aku tak pernah menyangka akan menghadapi sekelumit perdebatan batin antara diriku dan kakek. Walaupun, di balik sikap arogan seorang Ahmad Ghad Syalem, dia tetaplah kakek yang sangat menyayangiku. Namun, kali ini aku tidak bisa menerima keputusannya. Ini soal masa depanku.

Aku menepuk pundak Fathir dengan hati-hati. "Kita sudah sampai."

Semenit kemudian, Fathir membuka matanya dan memandangku. "Sudah sampai? Sampai di mana?" tanyanya.

Aku tersenyum. "Di tempat penyamaranmu akan dimulai."

Fathir menyeret tubuhnya untuk tegak dengan rasa malas. Lalu, dia menoleh ke luar jendela. Seketika bola matanya membesar.

"Ayo, turun!" seruku sembari membuka sabuk pengaman yang masih terpasang di tubuhku.

"Kau yakin di sini tempatnya?" tanya Fathir.

"Calm down, Babe. Aku sudah observasi sebelum membawamu ke sini," jawabku dengan santai.

"Ku rasa kau salah, Alesha."

Aku menggeleng. "Sudahlah, ayo kita turun!" seruku sekali lagi.

Fathir membuka sabuk pengamannya dengan sangat lambat. Sepertinya dia tidak ingin turun saat melihat keadaan salon yang sepi dengan suasana yang sedikit mencekam.

Aku berjalan di depan, sementara Fathir mengikuti langkahku di belakang. Wajahnya tampak pucat. Mungkin dia tidak terbiasa dengan suasana seperti ini.

Pintu salon terbuka dengan lebar. Seorang pria gemulai mendekatiku. "Anda adalah Nona Alesha Anastasia Syalem, kan?" tanyanya.

Aku terkejut. "Bagaimana kau bisa tahu?"

Pria itu tersenyum. Dengan gerakannya yang gemulai, dia menunjukkan sebuah data di layar handphone-nya.

Aku tertawa. "Oh, ternyata sudah terdaftar, ya," jawabku dan mengembalikan handphone tersebut pada pria itu.

"Kami akan melayanimu dengan sepenuh hati. Kau ingin mengubah penampilanmu seperti apa, Nona?" tanya pria itu sembari melirik ke arah Fathir dengan genit.

"Um, sebenarnya aku...."

"Hei, singkirkan pandanganmu! Aku tidak suka!" seru Fathir dengan sinis pada pria di depanku ini.

"Oh, maaf. Aku sedang tidak memandangmu. Lagipula, aku tidak tertarik dengan pria kumuh sepertimu. Oh, ya, apakah dia supir anda, Nona Alesha?" Pria itu mencoba menghakimi penampilan Fathir dengan melihat keadaan pakaiannya.

"Tidak... tidak... Dia bukan supirku. Sebenarnya penampilannya yang diubah," jawabku dengan cepat sembari menunjukkan wajah memelas.

Pria itu menganga. "Benarkah?"

Aku mengangguk. Ku tarik lengan Fathir dengan kasar dan menyuruhnya untuk duduk. "Berbuat baiklah selama proses perubahan. Kau mengerti?" ucapku.

Fathir tak menjawab. Dia duduk di depan meja rias dengan cermin berukuran besar. Senyumnya hilang ketika pria gemulai itu mendekatinya.

"Dia harus tampak rapi," ujarku pada pria gemulai itu.

Pria itu tersenyum. "Tenang saja, Nona. Aku akan mengerahkan seluruh kemampuan untuk mengubahnya sesuai permintaan anda."

Aku mengangguk. Kemudian, berjalan mundur meninggalkan Fathir bersama pria itu.

Sembari menunggu, aku membuka media sosial perusahaan Syalem beberapa kali. Sepertinya admin perusahaan itu sangat optimal menunjukkan betapa megah dan kuasanya Syalem sebagai perusahaan fashion terkenal. Ini berarti aku juga tidak boleh gagal menjaga citra Syalem di wajah dunia. Rencanaku bersama Fathir juga harus berjalan dengan mulus.

Seorang kurir datang menghampiriku, setelah aku memberi alamat salon ini. Tuxedo hitam yang ku pesan sudah sampai. Aku harus menunjukkannya pada Fathir.

"Nona Alesha, apakah anda sudah siap melihat perubahannya?" Pria gemulai keluar dari ruangan dengan tersenyum lebar.

"Oh, aku lupa. Dia harus memakai ini juga," jawabku dan memberikan setelan jas berwarna hitam itu pada si pria gemulai.

Pria gemulai mengambilnya dan masuk kembali ke dalam ruangan tersebut.

Tiba-tiba, tanganku berkeringat. Seorang pria keluar dari ruangan itu dengan penampilan yang hampir tak bisa ku kenali.

"Bagaimana?" Suara Fathir membuyarkan lamunanku.

"Kau harus membayar mahal untuk usahaku ini, Nona," ucap si pria gemulai.

Aku tertawa dan mendekati Fathir. "Aku tidak menyangka kau setampan ini," ucapku memujinya.

Fathir tersipu malu. "Benarkah?" godanya.

"Ya. Tuxedo ini sangat cocok untukmu," jawabku sambil tertawa puas.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!